Polemik Waduk Lambo: Tidak Bisa Bertemu Wamen ATR/BPN, Perwakilan FPPWL Pulang dengan Kecewa

Ende, Ekorantt.com – Perwakilan Forum Penolakan Pembangunan Waduk Lambo (FPPWL) yang terdiri dari Masyarakat Adat Rendu, Ndora dan Lambo, Kabupaten Nagekeo tak berhasil menemui Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang /Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional, Surya Tjandra di Hotel Global View Ende, Kamis (16/9/2021). Mereka mengaku sangat kecewa dengan hal itu.

Salah satu perwakilan FPPWL, Siti Aisyah mengatakan, FPPWL sesungguhnya mau bertemu dengan Wakil Menteri ATR/BPN dan rombongan yang saat itu sedang menginap di Global View Ende. Mereka ingin berdiskusi tentang pembangunan Waduk Lambo yang masih bermasalah namun tetap dipaksakan untuk dibangun oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara II dengan dukungan Pemda Nagekeo dan  Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Nagekeo.

Sejak Rabu kemarin, kata Siti, pihak FPPWL telah berkeinginan untuk bertemu Wamen ATR/BPN di Mbay, Nagekeo. Namun informasi tentang keberadaannya tidak jelas.

Pihak FPPWL kemudian meluncur ke Ende untuk bertemu Wamen ATR/BPN yang menurut informasi telah berada di Ende.

“Di luar dugaan kami, ternyata pak Wamen ATR/BPN sebagai pejabat publik menolak kehadiran kami dengan alasan tidak ada waktu. Padahal kami punya niat baik untuk menyampaikan aspirasi kami sebagai masyarakat terkena dampak dari pembangunan waduk Lambo,” kata Siti Aisyah.

Dengan penuh kecewa, tutur Siti, FPPWL menyerahkan pernyataan sikap melalui pihak kepolisian yang bertugas di Hotel Global View saat itu.

“Kami masyarakat kecil yang tertindas. Kami ingin menyampaikan tentang kebenaran dan keadilan yang sesungguhnya terjadi di tanah warisan leluhur kami tetapi ketika kami datang untuk menyampaikan kebenaran dan keadilan itu, kami tidak diberi ruang dan waktu untuk menyampaikan yang sesungguhnya terjadi di tanah Rendu, Ndora, dan Lambo,” ungkap Siti Aisyah.

“Walaupun kami tidak bisa bertemu dengan Pak Wamen, semangat juang kami untuk mempertahankan tanah warisan leluhur kami tidak akan pernah pudar. Dan sampai titik darah terakhir pun, kami sudah siap mati untuk membela hak-hak kami,” tegasnya.

Hal serupa dikatakan Hermina Mawa, perwakilan FPPWL lainnya.

Hermina heran dengan pejabat negara yang datang dari pusat ke daerah, namun lebih banyak mendengarkan cerita pejabat daerah yang acapkali tak sesuai dengan kondisi di lapangan.

Meskipun begitu, FPPWL tidak larut dalam kekecewaan. Malah mereka semakin teguh memperjuangkan  tanah warisan leluhur.

“Iya, kami merasa setiap pejabat yang ada hubungan langsung dengan pembangunan waduk Lambo/Mbay selalu tidak mau berdialog atau bertemu dengan kami masyarakat Rendu, Ndora dan Lambo yang menolak pembangunan waduk. Dugaan kami sebagai masyarakat, pasti ada yang tidak beres dengan pembangunan waduk ini,” ungkap Hermina.

Perjuangan FPPWL dan masyarakat adat tiga komunitas selama ini, tegas Hermina, bukan menolak pembangunan waduk melainkan menolak lokasi pembangunan waduk yang berada di Lowo Se. Masyarakat pun telah menyediakan lokasi alternatif pembangunan waduk di Lowo Pebhu dan Malawaka yang masih berada dalam tanah ulayat Masyarakat Adat Rendu.

Menjelaskan Situasi yang Sebenarnya

Aktivis Muda FPPWL, Charles Ruku menuturkan, ia bersama rekan-rekan FPPWL ingin menjelaskan situasi dan kondisi sebenarnya yang terjadi di Rendu, Ndora, dan Lambo. Masih ada pro dan kontra terkait pembangunan waduk di lapangan.

Dengan alasan itu, kata Charles, pemerintah seharusnya membereskan terdahulu persoalan yang ada, bukan serta merta melakukan survei dan mengukur tanah lahan masyarakat.

“Persoalannya saja belum selesai tapi kok BPN Nagekeo dan BWS tetap ngotot melakukan survei dan pengukuran tanah milik masyarakat. Yang punya tanah itu siapa? Pemerintah atau masyarakat?,” kata Charles.

Charles mengingatkan agar pemerintah tidak semena-mena melakukan survei di atas tanah milik masyarakat adat dan harus menghargai hak konstitusi masyarakat adat.

“Lah, ini kan tanah kami. Tanah yang diwariskan Leluhur kepada kami. Dan kami berhak menolak siapa saja yang datang mengganggu dan apa pun yang dilakukan orang lain di atas tanah kami. Kalau BWS dan BPN Nagekeo tetap memaksakan diri untuk melakukan aktivitas di atas tanah kami berarti mereka telah merampas hak-hak kami. Mereka telah melanggar ketentuan hukum yang berlaku di NKRI,” jelas Charles.

Tak Bersedia Ditemui Wartawan

Wakil Menteri ATR/BPN, Surya Tjandra ketika hendak dimintai tanggapan terkait penolakan warga Rendu, Ndora dan Lambo terhadap pembangunan waduk Lambo/Mbay tidak bersedia ditemui wartawan.

Usai beramah-tamah dengan Bupati Ende di Hotel Global View, Wamen Surya lebih memilih berdiskusi internal dengan kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Untuk diketahui, perwakilan FPPWL dan masyarakat adat tiga komunitas yang hendak menemui Wamen ATR/BPN di Global View yakni Siti Aisyah, Hermina Mawa, Rosina Wonga, Beatrix Nasu, Yanto Weo, Charles Ruku.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA