Maumere, Ekorantt.com – Yosefina Noeng (61) ialah salah seorang penyadang difabel daksa di Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT). Janda ini diketahui tidak mempunyai kaki kanan sejak kecil.
Meski keterbatasan secara fisik, perempuan kelahiran 1960 ini tidak putus asa. Ia harus pasang dada sebagai tulang punggung keluarga sejak ditinggalkan sang suami tahun 2001. Kini, ia hidup bersama dengan 3 anaknya di Desa Waiara, Kecamatan Kewapante.
Yosefina ternyata memiliki keahlian menjahit setelah menjalani kursus di Jayapura-Papua tahun 1994. Ia bercerita, sejak hidup berkeluarga dirinya sudah menekun pada usaha menjahit. Keterampilan itulah ia tekuni untuk membantu mencari uang bersama suaminya membangun kehidupan keluarga mereka.
“Saya pulang ke Maumere ketika suami saya meninggal. Saya disini menjahit tiap hari, tergantung berapa banyak yang antar. Jahitan ini saya dapat dari tetangga dan langganan saya, ada pesanan untuk menjahit topi, sarung tas dan pakaian,” ujar Yosefina.
Perempuan asal Hewokloang itu menyatakan, keterbatasan fisik bukan perkara mudah apalagi di tengah gempuran ekonomi saat ini. Meningkatnya nilai uang dan harga pasar membuat Yosefina harus bekerja keras demi anak-anaknya.
Oleh karena itu, ia selalu berpesan kepada ketiga anaknya agar terus berjuang dan bekerja keras agar kelak dapat mengubah kehidupan keluarga yang lebih baik.
“Anak laki-laki saya sering turun melaut ikut orang mencari ikan. Saya selalu berpesan kerja keras dan selalu hati-hati. Lalu (anak) yang tamat SMK St Thomas sekarang jual nasi kuning,”ujar Yosefina.
Ketiga anaknya itu, kata Yosefina, semua telah menyelesaikan pendidikan tingkat SMA berkat dari hasil menjahit. Ia mengaku tidak dapat membiayai pendidikan ke perguruan tinggi kepada anak-anaknya.
“Saya dan ketiga anak saya makan minum hasil dari jahitan. Jatuh bangun saya berusaha untuk kerja apa saja yang bisa saya lakukan, asalkan ketiga anak saya bisa hidup dan memiliki pendidikan seperti orang lain,” lanjut Yosefina dengan mata berkaca-kaca.
Disamping sebagai penjahit, Yosefina juga bekerja sebagai tukang pijat di wilayah itu. Sebelum pandemi Covid-19, kata dia, pernah memijat para turis saat berkunjung di Krokowolon. Penghasilan dari pijat ia kumpulkan untuk ketiga anaknya.
Atho Parera/Yuven Fernandez