Maumere, Ekorantt.com – Kasus bunuh diri dengan cara menggantungkan diri di pohon yang terjadi secara berturut-turut pada pertengahan November 2021 di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur menjadi sorotan.
Dua dosen psikologi di Sikka, masing-masing ialah Maria Megaloma H. Gaharpung dari Universitas Nusa Nipa Indonesia-Maumere dan Pater Anton Jemaru, SVD dari STFK Ledalero angkat bicara atas peristiwa itu. Keduanya menilai, menghilangkan nyawanya dengan cara menggantung diri di pohon diduga karena dililit dengan sejumlah permasalahan.
Mega Gaharpung mengatakan kasus gantung diri dipicu banyak faktor, salah satunya adalah kurangnya dukungan sosial dari keluarga bagi mereka yang mengalami stres.
“Nah, kurangnya dukungan itu seperti apa? Misalnya, kurangnya memberi perhatian dengan menanyakan hal sederhana, sudah makan atau belum.., lalu kurang mendengarkan keluh kesah dan kurang menjadi pendengar yang baik,” kata Mega kepada Ekora NTT di Maumere pada Rabu, [17/11/2021].
Mega berkata, mis-komunikasilah menjadi permasalahan yang serius dalam upaya mencegah tekanan stres seseorang. Menurut Mega, motif bunuh diri juga terjadi karena faktor internal individu. Pribadi yang cenderung menutup diri dan jarang menceriterakan persoalan yang menimpa dirinya.
“Pribadi yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan misalnya dengan adanya pandemi Covid-19,” tutur Mega.
Selain itu, tambah Mega, faktor eksternal berupa konflik keluarga dan himpitan ekonomi.
Koordinator Lembaga Layanan Psikologi Unipa ini menyatakan untuk mengatasi masalah stres, masyarakat dapat mendapatkan pelayanan konseling keluarga pada Biro Layanan Konseling di Unipa.
“Masyarakat belum banyak yang tahu tentang lembaga ini. Karena menurut saya banyak masyarakat yang mengabaikan kesehatan psikologis. Jadi masyarakat tunggu sampai dengan gangguan jiwa baru dibawa ke Psikiater,” kata Mega.
Sementara Dosen Psikologi STFK Ledalero Pater Anton Jemaru, SVD, mengatakan gantung diri merupakan satu bentuk cara bunuh diri. Membunuh diri sendiri tentu ada persoalan berat.
“Masalah berat menyebabkan orang stres. Kalau stres berkepanjangan maka depresi berat akan muncul. Di tahap inilah orang merasa hidupnya tak berguna dan berarti. Iya putus asa,” kata Pater Anton.
Setelah itu orang yang mengalami depresi akan muncul suara dari dalam diri kalau hidup tak berguna maka lebih baik mati saja.
“Masalah akibat Covid-19 bisa membuat orang depresi. Keinginan untuk bunuh diri merupakan salah satu kriteria dari orang diagnosa menderita sakit mental depresi,” ungkap Anton.
Pater Anton juga mengungkapkan jika sudah ada gejala orang yang selama dua minggu hanya berada di kamar saja, pikiran kosong, maka orang di sekitar mesti mengawasi, ajak bicara dan ajak ikut aktivitas keluarga.
“Kalau bisa memberi dia penguatan untuk mencari solusi untuk masalahnya. Beri dia kesempatan untuk curhat dan dengarkan dia. Kalau itu tidak menpan bawa dia didampingi psikiater dan psikolog,” ujar Pater Anton.
Sebagai informasi, peristiwa bunuh diri terjadi di Kabupaten Sikka secara berturut-turut pada November 2021.
Pada 13 November 2021 pria berusia 32 tahun berinisial YBA warga Desa Nangahale, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka gantung diri di salah satu ranting pohon asam. Tiga hari kemudian yakni pada 16 November 2021, pria berusia 46 tahun berinisial FXHMO gantung diri di pohon. Dia adalah warga Dusun Hebing, Desa Hebing, Kecamatan Mapitara, Kabupaten Sikka.
Yuven Fernandez