Labuan Bajo, Ekorantt.com – Direktur Utama BPOLBF, Shana Fatina berharap konten digital yang digunakan para pengelola desa wisata nantinya tidak hanya sampai pada penggunaan akun sosial media untuk promosi. Konten yang didigitalisasi harus diperkuat dengan narasi yang baik sehingga lebih menarik perhatian para calon wisatawan.
“Digital di sini juga bukan hanya sekadar menjadikan sosial media sebagai tempat promosi, tetapi yang paling penting adalah bagaimana kita mengisi konten dalam digital itu sehingga orang tertarik untuk datang, penasaran, dan tahu aktivitas apa yang bisa mereka lakukan di desa tersebut. Yang paling akhir dan juga menjadi inti adalah bagaimana membangun narasi dan cerita dari setiap atraksi yang ditawarkan,” tegas Shana dalam Webinar bertajuk “Membangun Pariwisata Melalui Digital Desa” pada Selasa (23/11/2021).
Webinar ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan BPOLBF melalui Direktorat Destinasi selama lima bulan terakhir.
Digitalisasi, lanjut Shana, telah membuka banyak peluang bagi pelaku usaha khususnya di saat pandemi seperti sekarang ini. Ia berharap peserta webinar yang mayoritas adalah pengelola desa wisata dapat memaksimalkan momen diskusi dan mendapatkan pemahaman tentang pentingnya penguatan konten digital dengan sebaik mungkin.
“Digital ini adalah tools kita selama masa pandemi ini, di mana semuanya go digital. Ini adalah momen yang sangat cocok untuk teman-teman desa wisata bisa menggali lebih banyak dari para narasumber kita,” ujar Shana.
Pada webinar ini, BPOLBF mengundang dua narasumber yakni I Gede Gian Saputra, akademisi dan pendiri PT Banua Wisata Lestari “Godevi” serta Yeremias Jefrisan Aquino, pemilik dan manajer Sun Rice Homestay. Keduanya berbagi cerita dan pengalaman dalam mengembangkan desa wisata dengan digital.
Narasumber pertama, I Gede Gian Saputra, membagikan ceritanya tentang pengembangan aplikasi Godevi (Go Destination Village) yang ia rintis. Aplikasi ini bertujuan memberdayakan desa wisata melalui konsep Sustainability, Empowerment, Entrepreneurship (SEE) dalam mengemas dan memasarkan paket-paket desa wisata.
“Godevi ini adalah upaya membantu program pemerintah terkait perkembangan revolusi industri 4.0 di Indonesia yang tetap mengedepankan SEE atau keberlanjutan, pemberdayaan, dan kewirausahaan. Aplikasi ini juga merupakan upaya dan komitmen sebagai putra desa untuk memberdayakan desa-desa wisata dan memberi kontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa,” ujar pengelola desa wisata di Bali tersebut.
Menurutnya, desa wisata perlu melakukan digitalisasi karena saat ini pengguna media sosial di Indonesia telah mencapai angka ratusan juta. Seperti pengguna YouTube 140, 8 juta, Instagram 124, 4 juta, dan Facebook 80 juta. Melalui data ini, menurutnya hampir semua orang sudah melek digital dan selalu bersinggungan dengan digital.
Senada dengan narasumber pertama, Yeremias Jefrisan Aquino juga bercerita tentang bagaimana digitalisasi sangat membantunya dalam pengembangan desa wisata di daerahnya yaitu di Bangka Kenda, Kabupaten Manggarai.
“Sebelum mengenal digitalisasi, banyak spot-spot pariwisata lokal yang tidak terekspos, tapi berkat adanya media digital, tempat-tempat ini dikenal publik. Homestay saya juga mendapatkan begitu banyak bantuan berkat digitalisasi. Awalnya, homestay yang saya kelola sejak Juli 2017 ini hanya mengandalkan jejaring rekomendasi dan berharap pada tamu-tamu random, namun sejak tahun 2018 saat menggunakan platform digital, kunjungan mulai meningkat,” jelasnya.
Sebagai penutup, Kepala Divisi Komunikasi Publik BPOLBF, Sisilia Lenita Jemana, mengatakan, bahwa untuk mengembangkan digitalisasi di desa wisata butuh konsistensi, komitmen bersama, dan kolaborasi. Hal ini ia sampaikan berdasarkan pengalamannya saat melakukan kegiatan digitalisasi desa yang melibatkan 23 Desa dari 6 Kabupaten di Flores pada akhir tahun 2020 lalu.
“Untuk mendigitalisasi desa-desa yang sudah punya aktivitas wisata, baik yang sudah siap ataupun sedang dirintis itu tidak mudah. Butuh konsistensi, komitmen bersama, kolaborasi semua unsur desa, dan kolaborasi antar desa wisata. Bagaimana desa yang punya destinasi mempromosikan produk dari desa wisata lain yang kaya akan produk, kriya, dan oleh-oleh lokal,” tutupnya.
Dalam Webinar yang diikuti 63 peserta ini, hadir pula pengelola desa wisata dari luar Floratama (Flores, Lembata, Alor, dan Bima), yakni Ali Akbar dari Padang Pariaman.
Menurutnya, kegiatan webinar seperti ini perlu terus dilanjutkan dan ia juga menjelaskan bahwa melalui digital pula ia bisa mengetahui kegiatan Webinar Desa Wisata yang diadakan BPOLBF ini.
Adeputra Moses