Jakarta, Ekorantt.com – UNICEF bekerja sama dengan UNDP, Kemitraan Australia Indonesia untuk Pembangunan Ekonomi (PROSPERA) dan the SMERU Research Institute melakukan survei terhadap 2.400 rumah tangga yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia, dari bulan Desember 2020 hingga Januari 2021.
Laporan Survei Pemantauan Tiga Putaran ini juga memberikan berbagai rekomendasi bagi pembuat kebijakan yang dikaitkan dengan analisa dari temuan survei. Terdapat enam poin yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam membuat kebijakan.
“Temuan utama dari studi ini adalah masih terjadi fluktuasi pendapatan, di mana dialami oleh 80 persen rumah tangga yang terus mengalami penurunan pendapatan dan di sisi lain terjadi peningkatan pengeluaran, terutama untuk bahan makanan,” kata Asep Suryahadi, Peneliti Utama SMERU Research Institute.
Sekitar 45 persen rumah tangga yang memiliki anak, lanjut Asep, terpaksa mengurangi porsi makan karena tidak mampu menyediakan pangan bergizi. Ini juga menyebabkan anak-anak balita terancam risiko stunting, wasting, dan gizi buruk.
Asep melanjutkan bahwa setidaknya satu anggota keluarga dari dua rumah tangga kehilangan pekerjaannya dan mereka tidak mendapatkan perlindungan sosial yang memadai. Akibatnya, pendidikan bagi anak menjadi sebuah tantangan dan terjadi gangguan kesehatan karena sulitnya akses ke fasilitas kesehatan.
“9 dari 10 responden tidak memiliki akses internet yang baik untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ), terutama bagi rumah tangga dengan anak yang berlokasi di luar Pulau Jawa. Sementara satu dari empat rumah tangga kesulitan dalam memperoleh pengobatan bagi anaknya yang sakit. Ini juga ditambah dengan memburuknya tingkat kesehatan mental, yang umumnya dialami oleh rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan,” tutur Asep.
Terdapat enam poin kebijakan yang diusulkan bagi para pembuat kebijakan yang relevan dengan situasi dan hasil temuan survei. Pertama, bantuan sosial harus terus dilanjutkan dengan mengutamakan keluarga dengan anak.
Kedua, memadukan bantuan tunai dengan pemenuhan kebutuhan akses kesehatan dan pangan, sehingga pemenuhan gizi tercukupi dan terjadi peningkatan dalam kesehatan.
Ketiga, mendorong perlindungan bagi pekerja dengan cara subsidi upah langsung, pelatihan, dan lainnya sehingga mengurangi angka pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Selanjutnya, kebijakan untuk pembelajaran anak juga ikut kami tekankan, dengan pemberian bantuan pendukung program belajar kepada sekolah-sekolah agar mereka dapat dibuka kembali secara bertahap dan aman. Poin kelima yaitu dengan memperluas akses ke layanan kesehatan utama bagi anak untuk vaksin dan perawatan medis. Terakhir, memperluas layanan kesehatan mental, baik bagi orang dewasa maupun anak-anak, yang dapat dijangkau walaupun masih berlangsungnya pembatasan sosial,” tutup Asep.