Kupang, Ekorantt.com – Yahya, lengkapnya Yahya Leonardus Karamoi (48) warga asal Desa Lakatuli, Kecamatan Mataru, Kabupaten Alor. Sebagai seorang Nelayan yang bekerja di kapal tangkap ikan Tuna, Pak Yahya tidak punya tempat tinggal tetap.
Hampir sebagian besar hidupnya dihabiskan dengan berkeliling pulau-pulau di Nusa Tenggara Timur untuk menangkap ikan.
Usai berkeluarga, pada tahun 1994, Yahya kemudian memilih menetap di Desa Oemata Nunu, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang dan tercatat sebagai warga di desa setempat.
Sebagai seorang nelayan yang tinggal di tanah rantau, dia tidak mempunyai lahan garapan. Tidak banyak peluang usaha yang dapat dikerjakan. Dia menafkahi keluarganya dari hasil melaut.
Beruntung, Yahya bergabung menjadi anggota Kopdit Pintu Air pada tahun 2014.
Mulanya, ia tidak mau bergabung dengan koperasi. Namun, mendengar penjelasan staf lapangan Kopdit yang berpusat di Rotat itu, ia termotivasi untuk bergabung.
“Tabungan awal masuk kala itu sebesar Rp500 ribu,” kisah Yahya, kepada Ekora NTT akhir April 2022 lalu di pelataran rumahnya.
Sejak menjadi anggota Pintu Air, Yahya sudah beberapa kali mengajukan pinjaman, terhitung sudah empat kali. Pinjaman dipakai membuka usaha dan keperluan rumah tangga.
“Baru beberapa bulan berjalan saya disarankan staf Pintu Air untuk melakukan pinjaman agar saya buka usaha. Jadi, saya kredit. Pinjaman pertama itu saya gunakan untuk bangun kios untuk jual sembako. Sisa dari bangun kios, saya gunakan untuk bangun rumah,” tutur Yahya.
Yahya menuturkan kios sembako menjadi pilihan usahanya. Untuk memperoleh pendapatan tambahan, dia memanfaatkan lahan kosong di pekarangan rumah untuk membuka kebun sayur.
“Jadi tidak berharap pada hasil saya melaut. Tetapi sekarang bayar angsuran bisa melalui tiga pintu yakni hasil laut, kios, dan kebun sayur,” ungkap Yahya.
Yahya dikenal sebagai anggota yang tak pernah menunggak angsuran pinjaman. Bahkan, sebelum tenggat waktu angsuran, dia sudah membayar kewajibannya itu.
“Selama saya bergabung di Pintu Air saya berusaha sekuat tenaga untuk menjadi anggota yang baik. Saya pinjam dan saya bayar tepat waktu,” tutur Yahya.
Saat ini Yahya telah bernafas lega. Ia kini memiliki beberapa cabang usaha untuk meningkatkan ekonomi keluarga, seperti usaha tambal ban, usaha kios sembako, dan usaha foto kopi.
Istri Yahya, Rafidin Mani Yeni (46) mengakui bahwa semua rezeki yang mereka dapatkan berkat menjadi anggota di Pintu Air.
“Awalnya kami hidup sangat susah. Makan hidup sehari-hari kami susah. Rumah kami beratap daun alang-alang. Malam hari kita bisa lihat bintang karena ada celah di bagian atap,” kisah Yeni.
“Dari bergabung dengan koperasi, kami dapat mengembangkan taraf hidup keluarga kami. Dari tanah, bangun rumah, kios, dan usaha semuanya berkat sentuhan pelayanan dari Pintu Air. Sampai sekarang kami merasakan sekali banyak manfaat koperasi Pintu Air untuk keluarga kami,” tambah Yeni.
Yeni tidak lagi khawatir dengan penghasilan sang suami yang menurun karena tidak melaut. Sebab, beberapa usaha mereka sudah berkembang baik sehingga bisa menopang ekonomi keluarga.
“Dulu, suami saya hampir tidak dikenali oleh orang kampung di sini karena hampir tidak ada di rumah. Lebih sering di laut. Tapi sekarang suami saya bisa di rumah dan punya banyak waktu untuk keluarga,” ungkap Yeni semringah bahagia.
Yahya dan Yeni merasa senang dengan pelayanan para petugas lapangan Pintu Air. Tidak terkesan “menagih” tapi lebih kepada “mendampingi”.
Proses pinjaman yang cepat juga membuat Yahya dan Yeni betah menjadi anggota Pintu Air.
Yeni berharap dirinya bisa menjadi mitra dalam memasarkan produk sektor riil Pintu Air.