Maumere, Ekorantt.com – Puluhan siswa Sekolah Dasar Kelas Jauh di kampung terpencil Bora Bupur, Desa Persiapan Bura Bekor, Desa Induk Wolonwalu, Kecamatan Bola, Kabupaten Sikka mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM) di rumah warga.
Hal ini sudah berjalan lebih dari enam bulan lantaran gedung sekolah mereka rubuh diterpa angin kencang pada tahun 2021.
“Gedung sekolah mereka yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat kampung Bora Bupur itu berdinding bambu, beratap bambu dan berlantai tanah itu kini tinggal puing-puing,” kata penjabat Desa Persiapan Bura Bekor, Nolastus kepada Ekora NTT, Senin (25/5/2022).
Rumah warga yang mereka gunakan untuk kegiatan belajar, jelas Nolastus, hanya berukuran 8×6 meter, berlantai semen, yang sebelumnya tanpa dilengkapi dengan kursi dan meja belajar.
Nolastus menceritakan, para siswa dan guru sebelumnya belajar beralaskan lantai semen saja.
“Beberapa hari yang lalu baru ada bantuan kursi dan meja dari sekolah induk SDI Klotong,” jelasnya.
Nolastus bilang, puluhan siswa dari kelas I, kelas II, kelas III mengikuti kegiatan belajar di ruangan tersebut secara bersamaan, dengan materi-materi pelajaran yang dibawakan oleh dua guru honor.
“Dengan kondisi seperti sekarang ini kita sangat prihatin. Kasihan dengan anak-anak tapi mau bagaimana lagi anak-anak harus sekolah daripada mereka sama sekali tidak sekolah karena sekolah induk SDI Klotong jaraknya sangat jauh,” ungkapnya.
Dikatakannya, kondisi gedung sekolah darurat yang rubuh itu pihaknya sudah menyurati BPBD, DPRD dan Dinas PKO tetapi sampai dengan saat ini tidak ada tindaklanjutnya.
Yang merisaukan lagi, kata Nolas, sapaan manisnya, bahwa pemilik rumah hanya memberikan izin kegiatan belajar di rumahnya utnuk sementara karena suatu waktu ruangan itu akan dipakai.
“Masalahnya sekarang kita harus mencari tempat baru untuk kelangsungan Kegiatan Belajar Mengajar karena ruangan yang diberikan itu akan dimanfaatkan oleh pemilik rumah,” kata Nolas.
Sementara salah satu orang tua murid, Gervinus Moa menyayangkan kondisi anak-anak yang melakukan kegiatan belajar di rumah warga padahal lahan untuk bangun gedung sekolah sudah dibebaskan warga.
“Kasihan anak-anak kami harus belajar di rumah warga dengan kondisi ruangan yang sempit. Bagaimana anak-anak kami mau pintar kalau mereka belajar dengan kondisi seperti itu,” kata Gervasius.
“Tanah sudah kami bebaskan. Bangunan sekolah darurat pun kami sudah kerjakan. Tapi sampai dengan bangunan darurat itu rubuh tidak ada perhatian dari pemerintah sampai hari ini anak-anak masih bertahan sekolah di rumah warga,” tambahnya.
Untuk itu, sebagai orang tua murid, dirinya berharap kepada pemerintah agar segera membangun kembali gedung sekolah yang baik dan layak untuk Kegiatan Belajar Mengajar.