LaNyalla: UMKM Sering Gulung Tikar Karena Tanpa Ada Data Market Size

Mbay, Ekorantt.com – Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyebutkan UMKM sering koleps atau gulung tikar karena salah perhitungan.

Sesuai hukum ekonomi, jika supply terlalu banyak, sementara demand tidak ada, maka yang terjadi adalah penurunan harga, atau pelaku usaha itu akan gulung tikar.

Hal ini disampaikan LaNyalla saat Seminar Nasional UMKM Bangkit Ekonomi Tumbuh di Aula Setda Nagekeo, Senin (30/5/2022) sore.

“Inilah yang sering saya sampaikan sebagai kritik kepada pemerintah di daerah-daerah yang gencar membangun sentra-sentra lokasi untuk pedagang, tetapi tanpa ada data market size di lokasi tersebut. Bahkan market tidak didesain untuk datang ke sentra-sentra tersebut,” kata LaNyalla.

Akibatnya, pelaku UMKM yang sudah terlanjur mengisi sentra-sentra produksi hanya mampu bertahan dalam hitungan bulan. Satu per satu akan gulung tikar dan menutup kedai atau tokonya.

LaNyalla menyebut, kasus seperti ini banyak dijumpai di sentra-sentra kuliner.

“Sehingga yang terjadi adalah bukan penambahan jumlah wirausahawan, tetapi penambahan jumlah penduduk miskin. Karena pelaku UMKM yang gulung tikar sudah kehabisan modalnya. Padahal sebagian modalnya adalah dengan menjual aset yang mereka miliki sebelumnya. Atau mereka menjadi debitur macet di bank yang memberi mereka pinjaman modal,” kata LaNyalla.

Menurutnya, hal tersebut menjadi persoalan serius di lembaga pemerintahan. Karena orientasi angka yang dihitung adalah sudah berapa banyak ijin usaha yang dikeluarkan dan sudah berapa banyak jumlah UMKM yang berdiri.

“Celakanya kita tidak punya data konkret dan riil berapa jumlah UMKM yang mati dalam tiga bulan. Mati dalam enam bulan, atau mati dalam satu tahun. Dan data serta informasi yang secara spesifik menjelaskan mengapa mereka mati,” tutur dia.

Secara umum, kata LaNyalla, pemerintah telah bekerja untuk mempertahankan UMKM sebagai bagian penting dari Pertumbuhan Domestik Bruto atau PDB.

Karena faktanya, angka PDB Indonesia, di tahun 2019, sebelum pandemi Covid-19, sebesar 61 persen disumbang oleh UMKM atau senilai Rp 8.573 triliun.

Bahkan data di tahun 2019, UMKM mampu menyerap dan melibatkan 97 persen dari total tenaga kerja yang ada, baik secara formal maupun informal. UMKM juga tercatat telah menghimpun 60 persen dari total investasi di Indonesia.

Di saat Covid-19 memuncak di tahun 2020 hingga 2021, hampir 85 persen dari pelaku UMKM berada dalam kondisi hidup segan mati tak mau. Bahkan bisa dikatakan collaps atau gulung tikar.

“Saat ini, di tahun 2022 memang momentum untuk bangkit kembali. Karena itu saya meminta pemerintah untuk tetap mempertahankan semua stimulus yang sudah dijalankan di masa puncak pandemi kemarin. Yaitu tambahan bantuan modal, restrukturisasi pinjaman, keringanan pembayaran tagihan listrik, dan kebijakan pembiayaan lainnya,” tegas LaNyalla.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA