Bali, Ekorantt.com – Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) Ahmad Zabadi mengatakan penyusunan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian dan penyempurnaannya ditargetkan rampung Oktober 2022 agar segera dibahas di DPR pada 2023.
“Oktober 2022 paling tidak kami targetkan selesai dan RUU Perkoperasian ke DPR, sehingga tahun depan bisa dibahas di DPR,” kata Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi di Bali, Senin (20/6/2022).
Zabadi berterima kasih atas dukungan sejumlah anggota DPR terkait RUU Perkoperasian terkait hingga saat ini KemenKopUKM masih terus dalam upaya mempercepat agar naskah RUU terselesaikan.
Ia menjelaskan, draf RUU yang saat ini tengah disusun KemenKopUKM ini merupakan pengganti dari UU Perkoperasian Nomor 17 Tahun 2012 yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Oleh karena itu, saat ini UU Perkoperasian lama yakni Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dinyatakan masih tetap berlaku untuk sementara waktu, sampai dengan ditetapkan undang-undang yang baru. Namun seiring perkembangan zaman UU tersebut memang memerlukan penyempurnaan agar tetap relevan bagi upaya pemberdayaan koperasi.
Zabadi menjelaskan, RUU Perkoperasian yang ada di DPR sebelumnya kebetulan ada di akhir periode 2019, yang seharusnya sudah ketok palu. Namun sampai saat ini masih tertunda dengan status carry over (pengalihan pembahasan).
Mestinya dengan status carry over tersebut, pemerintah hanya membahas hal yang belum disepakati saja. Tapi rupanya belakangan, status carry over tersebut sudah habis masa berlakunya.
“Kemudian ini yang menjadikan harus dibahas dari nol kembali. Tetapi ada beberapa hal yang sudah sampai pembahasan waktu itu. Terutama terkait dengan fungsi pengawasan, keberadaan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) khusus koperasi. Lalu adanya aturan sanksi pidana atas praktik-praktik yang merugikan koperasi, prinsip dan nilai koperasi yang sudah termuat dalam pembahasan sebelumnya,” kata Zabadi.
Saat ini pembaruan RUU juga menyoal kepailitan koperasi. Sehingga diharapkan nanti saat pembahasan di DPR, kepailitan ini menjadi concern. Karena sebagaimana di perbankan maupun asuransi dalam menghadapi permasalahan tetapi mereka tidak bisa di PKPU kan kecuali lembaga otoritas, sebagaimana yang diatur oleh UU PKPU.
“Padahal koperasi setiap saat bisa saja terancam posisinya. Dua orang cukup bisa mengajukan ke PKPU, nah ini tentu saja kami ingin adanya equalitas di sini. Di mana keberadaan koperasi khususnya KSP (Koperasi Simpan Pinjam), perlakukannya di dalam kepailitan di sejajar dengan perbankan dan asuransi,” katanya.
Selanjutnya fungsi pengawasan koperasi juga menjadi keharusan. Mengingat koperasi bermasalah yang sudah banyak terjadi.
“Tentu respons secara kelembagaan bagi koperasi, bagaimana ke depan menghadapi tantangan perubahan, lingkungan strategis penting juga kita rumuskan kembali,” kata Zabadi.
Anggota Komisi VI DPR Nyoman Parta mengatakan, kehadiran RUU Perkoperasian yang baru akan menjadi instrumen perlindungan bagi koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (KUMKM) dari segala kendala maupun ancaman yang datang.
“Kita ingin ada legacy tentang UU Perkoperasian ini. Sehingga menjadi bukti bahwa negara hadir bagi KUMKM lewat Undang-Undang,” kata Nyoman Parta.
Nyoman berharap, agar penyusunan terbaru draf RUU Perkoperasian di KemenKopUKM ini segera rampung agar segera dibahas di DPR.
“Diharapkan justru tahun ini sudah masuk (pembahasan di DPR). Kalau tidak bisa masuk prolegnas ya minimal tahun 2023 harus selesai ketok palu,” harap Nyoman.
Ia melanjutkan, di tengah tantangan ekonomi global yang tinggi, perlindungan terhadap KUMKM juga harus terus diperkuat. Meskipun diakuinya, memang tak mudah mengatur persoalan kelembagaan koperasi. Mulai dari hal kecil hingga carut-marut yang ada di dalamnya.
“Kemampuan mereka (KUMKM) dalam menyangga, bahkan melindungi dan menjadi tulang punggung dari kemajuan ekonomi di akar rumput, harus diberi keberpihakan,” katanya.
Hadirnya RUU Perkoperasian menjadi penting untuk mengambil ceruk ruang perekonomian dan menegaskan tidak mengecilkan yang besar, tetapi juga mempercepat yang kecil menjadi besar.
Selain itu Nyoman ingin, agar KemenKopUKM yang sejatinya merupakan kementerian yang mewakili persentase terbesar dari kegiatan ekonomi bangsa ini, bahkan serapan dari tenaga kerja yang besar, harus mendapatkan prioritas anggaran juga yang besar.
“Kalau bicara data, UMKM paling nyata sebagai pengentas pengangguran dan kemiskinan. Di mana 99 persen lapangan kerja berasal dari UMKM, tetapi pendanaannya marginal. Jadi ke depan harus diberikan dana maksimal kepada pengelolaan Koperasi dan UMKM,” kata Nyoman. (Adv)