Mbay, Ekorantt.com – Ketua Dewan Pembina Padma Indonesia Gabriel Goa mengkritisi sehubungan keran penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Malaysia dibuka kembali pada 1 Agustus 2022.
Ia menyatakan penerapan satu kanal atau One Channel System (OCS) atas kesepakatan pemerintah Indonesia dan Malasyia dalam nota kesepahaman tidak menjamin keamanan PMI di Malasyia.
Bahkan bakal kembali terjadi migrasi ilegal rentan human trafficking karena lemahnya ketersediaan sumber daya manusia, khususnya PMI asal NTT.
“Bagi calon PMI yang berasal dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami kesulitan untuk mendapatkan pelatihan. Alasannya, di NTT belum ada balai latihan kerja yang memenuhi syarat sesuai Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia,” kata Gabriel, Minggu malam.
Gabriel menegaskan prasyarat UU Nomor 18 Tahun 2017 mewajibkan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) dipersiapkan kompetensi dan kapasitasnya hingga mendapatkan sertifikat.
Namun, di NTT belum ada Balai Latihan Kerja (BLK) yang memenuhi syarat sesuai Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017.
Ia menyebut, BLK di kota Kupang, Kabupaten Kupang, Maumere (Kabupaten Sikka), dan Tambolaka (Sumba) tidak berjalan optimal. Sehingga rentan dan berpotensi terjadi PMI nonprosedural ke Malaysia.
“Di Tambolaka, balai latihan kerja tidak punya sarana dan prasarana internet. Tidak ada asrama untuk calon PMI karena lokasinya jauh dari pemukiman warga. Sedangkan yang di Kupang, Maumere, Kota Kupang, tampak sepi,” ujarnya.
Sehubung dengan itu, Padma Indonesia memberikan beberapa catatan. Pertama, mendesak Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) dan Gubernur NTT dan semua Bupati/Walikota se NTT untuk segera membangun BLK Luar Negeri Profesional di NTT.
“Bukan membangun BLK Komunitas yang syarat kepentingan politik bukan kepentingan CPMI asal NTT yang pergi ilegal dan pulang terbujur kaku dalam peti mati tanpa jaminan masa depan bagi korban apalagi keluarga,” kata Gabriel menegaskan.
Selanjutnya, Padma Indonesia mendesak pemerintah untuk serius juga bangun Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) untuk melayani semua kelengkapan prasyarat formil semua dokumen resmi dan kelengkapan prasyarat-prasyarat lainnya agar CPMI berangkat legal bukan ilegal lewat jaringan mafiosi human trafficking.
Ketiga, mendesak Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) sebagai Ketua Harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) segera ke NTT untuk merealisasikan Perpres Nomor 22 Tahun 2021 tentang Gugus Tugas PP-TPPO dengan menerbitkan Pergub, Perbup, Perwalkot dan Perdes tentang Gugus Tugas PP-TPPO.
Sekaligus mencanangkan GEMA HATI MIA (Gerakan Masyarakat Anti Human Trafficking dan Migrasi Aman) di mulai dari desa dengan melibatkan kolaborasi Pentahelix (Pemerintah, Akademisi, Masyarakat, Lembaga Agama/LSM/Lembaga Adat dan Pers).