Larantuka, Ekorantt.com – Suara lamentasi menggema ke seluruh kota Reinha Larantuka, Flores Timur, membuat perayaan Rabu Trewa pun semakin semarak pada Rabu, 5 April 2023 sore.
Sementara para Konferia tampak penuh penghayatan menyanyikan Ratapan Nabi Yeremia dengan haru dan isak.
Getar suara mereka terdengar jelas dari balik toa, di sisi kiri dan kanan Gereja Katedral Reinha Rosari Larantuka.
“Lamentasi bagi kita bukan sekadar ibadat biasa,” kata Romo Lukas Laba Erap.
Pastor Pembantu Paroki Katedral Larantuka ini mengatakan “trewa” sebagai simbol kegelapan. Rabu Trewa, kata Romo Lukas, merupakan ungkapan iman orang-orang yang merasa bersalah dan menyesal.
“Tuhan yang menderita, mengetuk dan membuka pintu hati kita. Ratapan Nabi Yeremia ini mengungkapkan kedukaan bangsa Israel dari serangan Babilonia,” kata Romo Lukas dalam kotbahnya.
Pastor Pembantu Paroki Katerdral Reinha Rosari ini menyebut, nyanyian ratapan disertai beberapa alfabet Ibrani seperti; alep beth, ghimel, daleth, he, bau, sain, helt, teth, yod, kaph, lamed, mem, dan nun dalam lamentasi diberi penekanan kuat kepada permohonan belas kasih Tuhan.
Lebih jauh, pastor yang pernah membidangi buruh migran ini mengatakan, ratapan Nabi Yeremia mengungkapkan kedukaan bangsa Israel atas pembinasaan kota suci Yerusalem oleh bangsa Babilonia.
“Akibat serangan itu, kota suci Yerusalem menjadi porak-poranda dan kehilangan kehormatannya sebagai kota suci,” sebutnya.
Yerusalem, sebut Romo Lukas, digambarkan sebagai seorang janda yang mengalami hidup yang sangat sulit dan tanpa perlindungan.
“Sebagai umat Keuskupan Larantuka, kita mengalami tantangan tersendiri. Ada banyak sekali tantangan yang muncul dari luar. Ada banyak serangan yang melunturkan iman dan tradisi kekristenan,” kata Romo Lukas.
Sementara Nona Lein, warga Weri, Larantuka, mengatakan, ketika para Konferia menyanyikan Ratapan Nabi Yeremia, ia merinding dan terharu sembari mengingat wajah-wajah orang kesayangan yang sudah meninggal.
“Saya merinding, terharu, dan meneteskan air mata. Ini kesedihan sekaligus kegembiraan setelah setahun lebih kehilangan bapa,” ungkapnya.
Nona Lein bilang, momen Lamentasi selalu menjadi awal hari untuk merefleksikan kisah sengsara Yesus secara lebih mendalam sampai pada Paskah nanti.