Menengok Penguasaan Bahasa Inggris di Sekolah Vokasi

Oleh: Ekfindar Diliana dan Survey Sijabat

Jika ada pertanyaan: bahasa mana yang paling banyak digunakan di seluruh dunia jawabannya tak lain adalah Bahasa Inggris. Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang berperan seperti lingua franca atau bahasa pengantar dari semua bangsa yang memiliki bahasa asal yang berbeda.

Saat ini terdapat lebih dari 1,4 miliar penutur Bahasa Inggris di seluruh dunia. Sehingga, hampir semua komunikasi di semua bidang menggunakan Bahasa Inggris.

Terlebih lagi di era 5.0 di mana penerapan teknologi informasi semakin masif. Penguasaan Bahasa Inggris dinilai penting karena memberikan berbagai keuntungan di antaranya memperluas jaringan sosial secara global, membantu dalam pencarian kerja, dan mempermudah akses perolehan informasi dan ilmu pengetahuan.

Bahasa Inggris telah menjadi pelajaran wajib di sekolah-sekolah sejak kurikulum 1950 yang menyasar pada Sekolah Menengah Atas (SMA) dan selanjutnya diajarkan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada kurikulum 1953.

Di Sekolah Dasar (SD) Bahasa Inggris menjadi bahasa muatan lokal. Namun, sempat hilang pada K13 (Kurikulum 13) dan muncul lagi pada kurikulum terbaru yaitu kurikulum Merdeka Belajar.

Dalam perkembangannya, seperti dilansir dari CNN (2022), tingkat kecakapan berbahasa Inggris di Indonesia berada di urutan ke 81 dari 111 negara di dunia. Hal tersebut dapat menjadi ilustrasi tingkat keberhasilan pengajaran Bahasa Inggris di sekolah yang masih rendah.

Jika seorang siswa sudah berada pada level sekolah menengah baik SMA maupun SMK setidaknya sudah ada di tingkatan intermediate, namun tak jarang masih banyak siswa di tingkat elementary maupun pre-elemementary bahkan beginner.

Hal tersebut menimbulkan hal yang cukup serius mengingat SMA dan SMK adalah tahap penentuan apakah akan melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi atau masuk dalam dunia kerja yang tentunya membutuhkan kemampuan Bahasa Inggris yang mumpuni. Khususnya untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang menyiapkan lulusannya untuk langsung bekerja.

Kurikulum di sekolah kejuruan tentu berbeda dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Tujuan sekolah kejuruan adalah menghilangkan gap antara kompetensi lulusan dengan kompetensi nyata yang dibutuhkan di dunia kerja.

Dalam kaitannya dengan Bahasa Inggris, saat ini hampir setiap perusahaan mensyaratkan calon karyawannya memiliki kemampuan dalam Bahasa Inggris yang dibuktikan dengan sertifikat seperti TOEIC maupun TOEFL. Beberapa perusahaan tersebut contohnya adalah PT. Semen Indonesia dan PT. Honda Prospect Motor.

Dengan dasar tersebut, pemerintah di tahun 2016 mencanangkan revitalisasi SMK dalam rangka meningkatkan kualitas SDM di Indonesia. Salah satu program dari revitalisasi tersebut adalah pemberian stimulus ujian TOEIC di SMK seluruh Indonesia.

Diharapkan dengan program itu, lulusan SMK memiliki sertifikat resmi kompetensi Bahasa Inggris yang dapat dipergunakan ketika melamar pekerjaan. Tak hanya itu, hasil tes TOEIC dapat digunakan sebagai gambaran nyata kompetensi siswa sekaligus sebagai indikator keberhasilan pengajaran Bahasa Inggris di sekolah.

Namun sayangnya, program tersebut tidak merata diselenggarakan di seluruh SMK di Indonesia, terutama di SMK yang berada di ujung timur Indonesia seperti SMK N 2 Pariwisata Merauke di Papua Selatan. Entah karena faktor kurangnya sosialisasi ataupun pihak sekolah kurang responsif pada informasi-informasi program pemerintah terkini mengenai sekolah vokasi.

Sangat disayangkan, SMK N 2 Pariwisata Merauke yang memiliki lima jurusan yang berorientasi pada pariwisata tentu sangat membutuhkan tingkat penguasaan Bahasa Inggris yang mumpuni. Hal ini mengingat sektor pariwisata berkaitan langsung dengan praktik Bahasa Inggris.

Penulis, yang juga melakukan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat berupa sosialisasi dan pelatihan TOEIC di SMK 2 Pariwisata Merauke, merasa sangat prihatin dengan kondisi tersebut. Berdasarkan keprihatinan tersebut, penulis mencoba melakukan sosialisasi dan pelatihan TOEIC yang didanai dari program DIPA internal dari Universitas Musamus beberapa bulan lalu untuk mencari kondisi nyata tingkat kompetensi Bahasa Inggris di SMK 2 Pariwisata Merauke.

Dari hasil pengabdian, didapati bahwa nilai TOEIC rata-rata di bawah 120 artinya kemampuan Bahasa Inggris siswa masih dalam tingkatan beginner jauh dari standar passing grade yang ditentukan oleh pemerintah yakni 450, dan jauh di bawah syarat skor TOEIC yang ditentukan oleh beberapa perusahaan seperti PT. KAI untuk kondektur wanita minimal 250 dan PT. Honda Prospect Motor 493.

Pelaksanaan sosialisasi dan pelatihan TOEIC menjadi salah satu contoh betapa sentral peran TOEIC di sekolah vokasi. Tak hanya membantu siswa untuk mencari pekerjaan, namun terdapat peran penting lain dari TOEIC yakni, pertama, sebagai parameter untuk meningkatkan kompetensi Bahasa Inggris siswa.

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa dengan adanya passing grade tertentu baik yang dicanangkan pemerintah maupun perusahaan-perusahaan impian, maka dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris mereka.

Kedua, hasil TOEIC dapat menjadi indikator tingkat keberhasilan pengajaran Bahasa Inggris. Jika hasil rata-rata siswa di bawah passing grade maka guru dapat melakukan evaluasi dalam proses pembelajaran yang telah dilakukan.

Ketiga, stakehorders seperti dinas pendidikan terkait dapat menggunakan hasil TOEIC untuk penentuan kebijakan yang lebih baik di masa depan.

Oleh sebab itu, perlu dikaji lebih mendalam mengenai urgensi penyelenggaraan TOEIC di seluruh SMK di Merauke, Papua Selatan. Kita tidak ingin siswa kita tertinggal bukan?


*Penulis adalah Dosen FKIP Universitas Musamus

TERKINI
BACA JUGA