Ironi Kota Maumere dan Darurat Masalah Lingkungan Hidup

Oleh: Risna Ase*

Salah satu masalah yang dihadapi oleh masyarakat Maumere, Kabupaten Sikka adalah masalah lingkungan hidup. Lingkungan yang menjadi tempat tinggal manusia kini semakin hari semakin rusak akibat berbagai tindakan manusia yang belum sadar sepenuhnya akan kebersihan lingkungan.

Krisis pencemaran lingkungan yang paling menjadi sorotan utama wilayah Kota Maumere saat ini adalah sampah. Masalah sampah tidak hanya terlihat di tempat-tempat umum, akan tetapi sampah rumah tangga pun masih terlihat berserakan di sekitar pemukiman warga Kota Maumere.

Berdasarkan data terakhir pada Juli 2023 Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sikka, jumlah sampah di Kota Maumere mencapai ratusan kubik dalam sehari dan dalam setahunnya bisa mencapai 57.600 meter kubik. Sampah-sampah ini berasal dari tiga wilayah kecamatan dalam kota yakni Alok, Alok Timur, dan Alok Barat. Observasi pra-penelitian Kelurahan Waioti, Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka, mengungkapkan bahwa sebagian besar masyarakat membuang sampah serta membuat tumpukan sampah berupa sampah plastik, karet, serpihan kaca, kotoran hewan, pakaian bebas yang sudah tidak dipakai sehingga sampah semakin hari semakin menumpuk.

Perkara lingkungan hidup khususnya sampah akan terus menjadi krisis di Kota Maumere apabila tidak ada kesadaran dalam diri setiap elemen masyarakat. Sebab utama bukan hanya sekedar ketersediaan fasilitas umum seperti tempat sampah dan mobil pengangkut sampah, akan tetapi jauh daripada itu kesadaran manusia sendiri masih belum bisa dikatakan maksimal.

Aktivitas membuang sampah sembarangan dan sikap apatis terhadap lingkungan merupakan praktik-praktik yang tidak pro ekologi. Tidak bisa dipungkiri pula bahwa di Kota Maumere, aktivitas membuang sampah secara sembarangan bukan hanya terjadi dalam ruang lingkup yang sempit semisal pada pemukiman kumuh, akan tetapi jauh daripada itu ironisnya masih ada aktivitas membuang sampah di tempat umum seperti rumah sakit, jalan raya, pasar, dan tempat-tempat wisata.

Masalah sampah di Kota Maumere yang kian makin melonjak mengakibatkan lingkungan menjadi kumuh dan kotor sehingga pemandangan menjadi tidak elok. Lingkungan yang seharusnya bersih dan asri justru menjadi ladang pembuangan sampah masyarakat.

Sejumlah media melansir, sampah-sampah berserakan di sepanjang pesisir Pantai Wairii. Padahal pantai seharusnya menjadi tempat yang nyaman. Tidak hanya itu, bahkan pada saat seusai karnaval menjelang Hari Ulang Tahun Kemerdekaan, terlihat sampah berserakan di sepanjang jalan dan yang paling dominan adalah sampah plastik.

Sampah yang kian menjadi krisis utama tidak hanya menyebabkan pemandangan kota yang kumuh akan tetapi jauh daripada itu adalah munculnya penyakit demam berdarah yang merajalela beberapa tahun belakangan ini.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Kota Maumere menjadi penyumbang demam berdarah tertinggi selama tahun 2023. Sejak Januari hingga Maret, jumlah penderita DBD di Maumere mencapai 326 orang, 172 di antaranya adalah anak usia 5 hingga 25 tahun. Bahkan berdasarkan berita yang beredar, DBD pada saat itu sudah masuk tahap Kejadian Luar Biasa (KLB) dan yang menjadi penyebab utamanya adalah masalah sampah.

Berangkat dari latar tersebut, masalah sampah di Kota Maumere tidak akan terselesaikan begitu saja apabila tidak ada penanggulangan yang tepat. Dinas-dinas terkait dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup seharusnya lebih memperhatikan masalah sampah di Kota Maumere. Salah satu penanganan yang perlu dilakukan oleh DLH adalah kegiatan sosialisasi di tengah masyarakat.

Berdasarkan hasil wawancara bersama dengan Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sikka, dalam melaksanakan perannya DLH memberikan sosialisasi kepada masyarakat terkait sampah agar masyarakat sadar akan pentingnya memilah sampah serta memanfaatkan kembali sampah yang berasal dari rumah tangga.

Untuk mengatasi hal tersebut, DLH Kabupaten Sikka menerapkan pengelolaan sampah berbasis 3R yakni reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali) dan recycle (mendaur ulang). Selain dalam bentuk sosialisasi pihak DLH pun perlu memperbanyak fasilitas-fasilitas pembuangan sampah di tempat umum seperti rumah sakit, pasar, tempat wisata, dan di pinggir jalan raya.

Berdasarkan hasil riset, ada beberapa keluhan warga atau pengaduan masyarakat terkait dengan sampah karena persediaan sarana dan prasarana yang kurang memadai. Selain itu Dinas Kesehatan pun perlu bekerja sama untuk bisa menuntaskan masalah DBD. Salah satu contohnya yakni mensosialisasikan program 3M (Menguras, Menutup, Menimbun) secara berkala dan juga penyemprotan fogging di pemukiman warga.

Penanganan masalah sampah dan penyakit DBD tidak cukup dilakukan oleh pemerintah. Lebih dari itu perlu adanya kesadaran penuh dari masyarakat sendiri yakni pelaksanaan program 3R dan program 3M.

Berdasarkan hasil riset di Kota Maumere, berbagai komunitas-komunitas kecil yang bergerak di bidang lingkungan seperti Komunitas Youth Voice Now, Komunitas John Paul Green, dan Komunitas Trash Hiro sudah sejauh ini bergerak dalam pengelolaan sampah. Akan tetapi fakta menunjukan bahwa kesadaran masyarakat rupanya belum mendapatkan hasil yang maksimal.

Lantas bagaimana kita menyikapi permasalahan sampah di Kota Maumere?

Masalah sampah akan bisa ditangani apabila adanya kesadaran masyarakat secara penuh untuk mengelola sampah. Pengadaan fasilitas dan sarana hanya untuk menjadi penunjang juga diperlukan.

Lebih dari itu, kesadaran masyarakat menjadi hal yang utama. Di lain sisi, mengolah sampah dengan program 3R serta pencegahan DBD dengan program 3M merupakan salah satu hal yang perlu dilakukan oleh masyarakat guna terbebas dari lingkungan yang kumuh dan penyakit.

Kita perlu menjaga dan melestarikan kebersihan demi keberlangsungan hidup bumi Kota Maumere, Kabupaten Sikka. Kalau bukan sekarang kapan lagi? Kalau bukan kita siapa lagi? Lingkungan akan bersih apabila kesadaran tercipta di tengah lingkungan masyarakat.


*Penulis adalah mahasiswa UNIPA Prodi Ilmu Komunikasi

spot_img
TERKINI
BACA JUGA