Bandung, Ekorantt.com– Sekretaris Deputi Perkoperasian KemenKopUKM Devi Rimayanti menegaskan, lembaga ‘pengayom’ atau APEX sangat penting untuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP).
Hakekatnya, kata dia, APEX memiliki peran tidak jauh berbeda dengan lembaga keuangan lain di bawah pengawasan Otoritas Jasa keuangan (OJK).
“KSP membutuhkan APEX, ketika KSP dihadapkan pada situasi kelangkaan likuiditas atau kekurangan dana,” kata Devi dalam acara Serap Aspirasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian bertajuk ‘Urgensi Pembentukan Lembaga APEX Koperasi’ di Universitas Koperasi Indonesia (Ikopin University), Bandung, Jawa Barat (Jabar), Kamis, 14 Desember 2023, dikutip dari rilis KemenKopUKM.
Ia mengatakan, Framework APEX KSP sebagai suatu kerangka kerja yang menjelaskan bagaimana lembaga ini didirikan dan beroperasi secara layak dan berkesinambungan.
Hal tersebut berdasarkan pada metode dan prosedur pendirian lembaga yang patuh pada prinsip-prinsip hukum, prinsip bisnis, dan prinsip-prinsip tata kelola yang baik.
Devi menyampaikan, perkembangan infrastruktur dan ekosistem kelembagaan pendukung KSP sampai akhir 2020, KSP belum memiliki dukungan kelembagaan seperti Lembaga APEX, Lembaga Biro Pinjaman, Lembaga Penjaminan Simpanan Anggota Koperasi, Lembaga Pemeringkatan Koperasi, dan sebagainya.
Sampai saat ini, katanya, lembaga yang disediakan oleh Pemerintah untuk Koperasi Simpan Pinjam hanya Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) KUMKM.
Sementara kebutuhan KSP terhadap infrastruktur kelembagaan penunjang tidak jauh berbeda dengan lembaga keuangan lain di bawah pengawasan OJK.
Tak hanya itu, kata Devi, fungsi APEX dalam berbagai literasi ternyata berfungsi ganda, tidak hanya financial assistance saja, tapi ada fungsi advokasi, fungsi kapasitas, fungsi literasi dan edukasi, fungsi likuiditas, dan sebagainya.
“KSP sebagai lembaga formal yang memiliki usaha di bidang keuangan pada hakekatnya memiliki potensi risiko yang sama seperti yang dihadapi oleh lembaga keuangan lain seperti bank,” kata Devi.
Infrastruktur dan lembaga penunjang yang ada, menjadikan industri perbankan saat ini cukup matang. Namun KSP sebagai salah satu pelaku bisnis di sektor keuangan belum memiliki ekosistem yang memadai.
“Salah satu bentuk infrastruktur yang akan membantu KSP makin kuat dan mandiri adalah keberadaan APEX KSP yang berfungsi dimensional dengan memenuhi syarat adanya necessary condition (syarat keharusan) dan sufficient condition (syarat kecukupan). Syarat keharusan berarti sebuah kondisi yang perlu ada agar APEX KSP dapat berjalan dan melakukan fungsinya,” kata Devi.
Di kesempatan yang sama, Rektor Ikopin University Agus Pakpahan mengistilahkan APEX sebagai suatu puncak tertinggi. Bagaimana keberadaannya bisa menciptakan level koperasi tertinggi dalam arti memiliki kualitas terbaiknya.
“APEX menjadi lembaga tertinggi setinggi Gunung Himalaya untuk membesarkan koperasi di Tanah Air. Sesuai dengan amanah Undang-Undang Dasar (UUD) 45 Pasal 33 dan Pancasila sila ke-5 menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya.
Meski begitu diakui Agus, memang tidak mudah menciptakan koperasi terbaik. Meyakinkan koperasi kepada masyarakat di tengah miss informasi dan permasalahan yang dihadapi koperasi menjadi pekerjaan rumah yang berat.
Dalam RUU Perkoperasian, ia menekankan untuk menyadarkan potensi besar sebuah koperasi. “Misalnya juga koperasi harus dipadankan dengan BUMN, sama-sama harus dibesarkan. Kalau Pertamina besar, koperasinya juga harus besar. PLN tumbuh, koperasinya juga harus tumbuh,” ujarnya.
Penguatan Lembaga Koperasi
Senada disampaikan Wakil Rektor III Universitas Koperasi Indonesia Prof Ahmad Subagyo, yang mengatakan, akan selalu ada berbagai risiko yang dihadapi koperasi sebagai lembaga penyaluran dana ke masyarakat. Maka, dalam menghadapi risiko yang ada, APEX setidaknya bisa muncul menjadi penyelamat.
“Misalnya, ketika koperasi menghadapi penarikan dana secara besar-besaran, mereka tak memiliki kecukupan dana. Kalau di bank, ada Bank Sentral yang bisa memberikan bail out. Tapi tidak dengan koperasi. Maka hal itu yang mendorong APEX diperlukan,” katanya.
Untuk itu, pembicaraan serap aspirasi RUU Perkoperasian saat ini, harus tetap memberikan asas prudent (kehati-hatian) untuk melindungi masyarakat tetapi harus tetap mengusung eksistensi koperasi dengan upaya memitigasi risiko dengan baik.
“Kalau ini tidak diatur dan dilindungi Undang-Undang nanti, maka disayangkan potensi yang besar pada koperasi akan dihilangkan dalam regulasi. Output yang dikeluarkan harus mampu menguatkan koperasi, bukan justru mengamputasi dan mengerdilkan keberadaan koperasi yang memiliki kualitas baik seperti yang terjadi saat ini,” katanya.
Sementara itu, Kepala Pusat Studi Koperasi Ikopin University Sugiyanto memberikan terkait APEX yang diharapkan bisa aktif membantu KSP yang mengalami miss match likuiditas pengelolaan keuangan.
Sugiyanto menyampaikan dalam pembicaraan RUU Perkoperasian ini diharapkan mampu memberikan kesempatan berkreasi dan berinovasi bagi koperasi untuk tumbuh dan berkembang, dan bagi koperasi tetap menjalankan jati dirinya sebagai rule of the game dalam bisnis koperasi.
Memberikan penguatan kelembagaan dan bisnis yang berkesinambungan dengan mengoptimalkan ekosistem bisnis yang ada, menjadi instrumen untuk memodernisasi dan memanfaatkan digitalisasi. Mengimplementasikan pengawasan, tata kelola yang baik, dan merestrukturisasi bisnis dan kelembagaan bagi koperasi.
“Mampu mengarusutamakan peran dan fungsi koperasi dalam perekonomian nasional. Serta, menjadi momentum untuk menyosialisasikan, merevitalisasi, dan menata ulang kelembagaan koperasi,” ucapnya.