Kupang, Ekorantt.com– Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur terus berkomitmen untuk menurunkan angka stunting pada tahun 2024 ini.
Berdasarkan data Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (ePPGBM) balita stunting di Provinsi NTT turun 5,7 persen.
Rinciannya; tahun 2021 prevalensi balita stunting di NTT sebesar 20,9 persen, tahun 2022 sebesar 17,7 persen, dan tahun 2023 sebesar 15,2 persen.
Penjabat Gubernur NTT Ayodhia G. L. Kalake mengatakan, ada berbagai upaya Pemprov NTT dalam penanganan stunting pada tahun 2024.
Hal tersebut melalui pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang bekerja berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur.
“Sehingga pelaksanaan intervensi spesifik dan sensitif dapat berjalan dengan baik, yang juga akan berdampak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia NTT menuju generasi emas NTT,” jelas Ayodhia saat konferensi pers di Aula Kantor Diskominfo Provinsi NTT, Senin, 22 Januari 2024 siang.
Selanjutnya, Pemprov NTT akan memberikan perhatian khusus kepada kabupaten/kota yang prevalensi stuntingnya masih tinggi.
Penanganan stunting ini akan dilakukan secara terpadu dengan melibatkan seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) terkait untuk intervensi sensitif dan spesifik.
Menurut Ayodhia, intervensi penanggulangan stunting berpedoman pada Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Dalam Perpres ini setidaknya memuat 12 indikator dengan kontribusi penurunan sebesar 30 persen dengan kelompok sasaran antara lain, remaja putri dengan pemberian tablet tambah darah dan skrining anemia, ibu hamil dengan pemberian makanan tambahan dan pemeriksaan kesehatan, ibu menyusui dengan pemberian vitamin A, dan anak berusia 0-59 bulan dengan timbang setiap bulan di posyandu, pemberian Vitamin A sesuai peruntukkan dan kebutuhan, pemberian makanan tambahan, serta pemberian imunisasi dasar lengkap.
Selanjutnya, jelas Ayodhia, intervensi spesifik akan fokus untuk 1.000 hari pertama kehidupan. Jenis kegiatannya nanti berdasarkan 12 indikator sasaran.
Pertama, ibu hamil minimal mendapat 90 tablet tambah darah selama masa kehamilan. Kedua, ibu hamil kekurangan energi kronis (KEK) mendapat pemberian tambahan makanan (PMT), pemulihan dalam bentuk pangan lokal seperti protein hewani ditambah serbuk kelor NTT sesuai Permenkes 14/2019, Perpres 72/2021, Juknis Dinkes NTT terkait pemberian makanan tambahan berbasis tinggi protein hewani ditambah kelor NTT.
Ketiga, optimalisasi 10.810 posyandu di seluruh NTT dengan 9.357 posyandu aktif.
“Yang belum aktif adalah karena kader tidak tersedia, sehingga akan diberikan pelatihan kader di desa setempat untuk kemudian dilakukan penimbangan bayi secara rutin setiap bulan,” tandas Ayodhia.
Keempat, Dinas Kesehatan Provinsi NTT melakukan koordinasi setiap minggu dengan dinas kesehatan kabupaten/kota untuk memonitor program tersebut agar berjalan dengan baik.
“Sebagai contoh, Sabtu lalu kami mengunjungi Desa Raknamo di Kabupaten Kupang dan melibatkan dinas terkait, seperti Dinas Sosial, PUPR, Kelautan Perikanan, Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Kami membawa bantuan telur, ikan, ayam petelur, kambing peranakan Etawa, benih ikan nila ditebar di Bendungan Raknamo. PUPR menyiapkan sumur bor untuk kebutuhan air bersih dan fasilitas MCK yang sesuai standar kesehatan,” jelasnya.
Kelima, melibatkan lembaga non-pemerintah seperti USAid (Indonesia Urban Resilient Water Sanitation and Hygiene “IUWASH” Tangguh), UNICEF, DFAT Australia, dan CSR dari sektor swasta.
Keenam, intervensi sensitif dalam rangka penanganan stunting. Dinas Kominfo memberikan pelayanan informasi publik terkait stunting di website Pemprov replikasi meneruskan informasi dari Kemenkominfob.
Lalu, Dinas Sosial melalui perlindungan jaminan sosial. Dinas Pertanian Ketahanan Pangan mendorong pekarangan pangan lestari untuk penanaman pangan hortikultura, memberdayakan rumah tangga petani di 176 rumah tangga di 22 kabupaten/kota, penanaman 5.000 hektare padi biofortifikasi di 13 kabupaten, pengembangan Desa Beragam Bergizi Seimbang Aman (B2SA) dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) di TTS, Kabupaten Kupang, dan Sumba Barat Daya (SBD).
Selanjutnya, Dinas Kelautan Perikanan memiliki program budi daya ikan air tawar (nila dan carper) di pekarangan. Program ini diutamakan ke keluarga yang sudah memiliki kolam.
“Pemprov membantu bibitnya untuk peningkatan gizi sekaligus peningkatan ekonomi,” jelas Ayodhia.
Dari dinas ini juga dilakukan sosialisasi gerakan makan ikan untuk ibu hamil menyusui dan balita bawah dua tahun (baduta), terutama di daerah-daerah stunting seperti Kota Kupang dan Kabupaten Kupang.
“CSR dari Unit Pengolahan Ikan (UPI) digunakan untuk membagikan ikan tangkap (air laut) kepada masyarakat,” tambah dia.
Lalu, Dinas Peternakan akan mendorong peternakan skala rumah tangga untuk jenis ternak babi ras, ayam Kampung Unggul Balitbang (KUB) petelur, kambing, dan sapi.
Kemudian Dinas PUPR akan mendukung pembangunan sumur bor tersebar di 19 lokasi di beberapa kabupaten/kota se-NTT sebagai program pemberdayaan ekonomi sosial budaya (pekososbud) dan sanitasi MCK di Kabupaten TTS.
Lalu, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa bersama PKK akan meningkatkan kapasitas 52.250 kader posyandu di 22 kabupaten/kota.
Target minimal setiap posyandu minimal lima orang kader yang setiap bulannya melakukan pelayanan posyandu.
“Sesuai petunjuk Permendes, Dana Desa tahun 2024 dialokasikan BLT (bantuan langsung tunai) maksimal 20 persen, Ketahanan pangan hewani minimal 25 persen, serta stunting dan bencana,” kata Ayodhia.
Selanjutnya, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak akan melakukan pendataan keluarga risiko stunting berkolaborasi dengan lima universitas seperti Undana, Poltekes Kemenkes, Unwira, UKSW, dan Universitas Muhammadiyah. Setidaknya hingga kini ada 385.068 keluarga risiko stunting di 22 kabupaten/kota di NTT
Dinas ini juga akan melakukan pendampingan keluarga berisiko stunting dengan tiga orang tenaga yang dibiayai oleh BKKBN (PLKB, Kader PKK, dan bidan/nakes di desa).
Kemudian melakukan pendampingan calon pengantin melibatkan lembaga keagamaan, serta pemenuhan hak sipil dalam dokumentasi kependudukan.
“CSR dari berbagai Lembaga dan sektor swasta, seperti perusahaan farmasi Dexa Medica akan memberikan CSR dalam bentuk pelatihan bagi 1.000 bidan NTT dan intervensi dengan tiga kabupaten tertinggi dan tiga kabupaten terendah selama satu tahun dalam bentuk pemberian suplemen bagi ibu hamil dan bayi,” jelas Ayodhia.