Kupang, Ekorantt.com -Sebanyak 9.656 bayi di Kota Kupang berpotensi masuk kategori gizi buruk. Ribuan bayi ini merupakan bayi dengan berat badan tidak naik ataupun turun (balita-T).
Selain Kota Kupang, ada beberapa kabupaten dengan balita-T terbanyak adalah Kabupaten Flores Timur dengan jumlah 7.896 balita.
Kabupaten Timor Tengah Selatan 7.474 balita, Kabupaten Kupang 7.452 balita, Kabupaten Timor Tengah Utara 7.442 balita, dan Sumba Timur 6.020 balita.
“Untuk Kabupaten Flores Timur, kemungkinan akan naik setelah ada erupsi gunung Lewotobi,” kata Penjabat Gubernur NTT Ayodhia G. L. Kalake kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Selain Kota Kupang dan lima kabupaten lainnya juga masuk sebagai pemilik jumlah baduta-T (bawah dua tahun) terbanyak dengan jumlah 3.846 bayi bawah dua tahun (baduta).
Disusul Kabupaten Kupang 3.639 baduta, Kabupaten Timor Tengah Selatan 3.320 baduta, Kabupaten Flores Timur 3.309 baduta, Kabupaten Alor 2.758 baduta, dan Kabupaten Timor Tengah Utara 2.465 baduta.
Untuk data stunting secara keseluruhan di Provinsi NTT, Kota Kupang berada pada 5 besar dari enam kabupaten lainnya.
Kabupaten Sumba Barat Daya berada dengan jumlah bayi stunting sebanyak 9.763 atau 31,9 persen. Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan jumlah bayi stunting sebanyak 8.924 atau 22,3 persen.
Kabupaten Timor Tengah Utara sebanyak 4.555 bayi atau 22,6 persen. Disusul Kota Kupang dengan 4.019 bayi atau 17,2 persen.
Kabupaten Kupang sebanyak 3.872 bayi atau 13,0 persen dan Kabupaten Manggarai sebanyak 3.841 bayi atau 13,1 persen.
“Jumlah stunting tertinggi berdasarkan data Sasaran Riil tahun 2023 (hasil penimbangan Agustus 2023),” jelasnya.
Kalake mengatakan, pemerintah di tahun 2024 berfokus mengintervensi balita-T (berat badan tidak naik ataupun turun) agar tidak turun kelas ke kategori gizi buruk.
Pemerintah Provinsi NTT berkomitmen untuk terus berupaya dalam penanganan stunting melalui pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dengan surat keputusan (SK) gubernur.
“Sehingga pelaksanaan intervensi spesifik dan sensitif dapat berjalan dengan baik, yang juga akan berdampak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia NTT menuju generasi emas NTT,” harapnya.
Pemprov NTT, lanjutnya, akan memberikan perhatian khusus kepada Kabupaten/Kota yang prevalensi stuntingnya masih tinggi.
Penanganan stunting ini akan dilakukan secara terpadu dengan melibatkan seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) terkait untuk intervensi sensitif dan intervensi spesifik.
Intervensi penanggulangan stunting berpedoman pada Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang terdiri dari 12 indikator dengan kontribusi penurunan sebesar 30 persen. Kelompok sasarannya adalah remaja putri, ibu hamil, ibu menyusui, anak berusia 0-59 bulan. Intervensi spesifik fokus kepada 1.000 hari pertama kehidupan.