Ruteng, Ekorantt.com – Lembaga Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia menyesalkan putusan hukum kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Manggarai Timur oleh Pengadilan Negeri Ruteng.
“Sangat disayangkan aparat penegak hukum dalam perkara TPPO hanya menyasar pelaku lapangan L (Leonardus Jangkur alias Leo),” ujar Ketua Padma Indonesia Gabriel Goa dalam keterangan yang diterima awak media, Rabu, 3 April 2024.
Padahal menurut dia, Leo seharusnya bisa dijadikan sebagai justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk mengungkap jaringan dan aktor intelektual TPPO.
Gabriel menegaskan, di Indonesia termasuk NTT para aparat penegak hukum diduga membiarkan para mafia perdagangan orang atau human trafficking berkeliaran bebas tanpa tersentuh jerat hukum TPPO.
Padahal sudah ada Perpres Nomor 49 Tahun 2023 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO dengan ketua harian Kapolri di tingkat pusat, Kapolda di tingkat provinsi dan Kapolres di tingkat kabupaten/kota.
Menurut Gabriel, kehadiran Perpres ini seharusnya mampu memayungi aparat penegak hukum untuk tidak hanya menangkap dan memeroses hukum pelaku lapangan saja, tetapi membongkar tuntas jaringan mafia perdagangan orang sehingga ada efek jera dan memenuhi rasa keadilan bagi korban TPPO.
Divonis Lima Tahun Penjara
Sebelumnya pada Selasa, 2 April 2024, hakim Pengadilan Negeri Ruteng sudah memvonis bersalah Leo atas kasus TPPO di Manggarai Timur.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Manggarai Zaenal Abidin S dalam rilisnya yang diterima awak media mengaku, hakim telah memutuskan bahwa Leo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 10 UU Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan dihukum penjara selama lima tahun dan pidana denda sebesar Rp350.000.000, subsider empat bulan penjara.
Penuntut Umum juga, kata Zaenal, membebankan kepada terdakwa untuk membayar restitusi sejumlah Rp1.725.000 yang dibayarkan paling lama 30 hari sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum.
Jika tidak, maka harta benda terdakwa dapat disita oleh Penuntut Umum dan dilelang untuk membayar restitusi.
“Dengan ketentuan dalam hal terpidana tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar restitusi, maka diganti dengan pidana kurungan selama dua bulan,” katanya.
“Terhadap putusan majelis hakim tersebut, Penuntut Umum dan terdakwa menyatakan pikir-pikir sehingga putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap,” imbuh Zaenal.
Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa
Putusan hakim terhadap Leo lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Zaenal mengatakan, jaksa menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama enam tahun, dan denda sebesar Rp350.000.000 dengan subsider pidana kurungan selama enam bulan.
Dalam sidang pembacaan tuntutan yang berlangsung di Ruang Sidang Cakra Pengadilan Negeri Ruteng pada 27 Maret 2024 itu, Jaksa juga membebankan kepada terdakwa untuk membayar restitusi kepada para korban sebesar Rp1.725.000 sesuai dengan perhitungan Lembaga Perlindungan Saki dan Korban (LPSK) tanggal 18 Januari 2024 lalu.
Untuk diketahui, Leo diseret ke ‘Meja Hijau’ karena telah melakukan TPPO terhadap satu keluarga yang terdiri dari pasangan suami istri (pasutri) bersama dua anaknya di Manggarai Timur.
Total, ada lima calon tenaga kerja ilegal korban TPPO yang pengirimannya digagalkan oleh Polres Manggarai Timur. Mereka hendak diberangkatkan ke Kalimantan Timur.
Lima korban TPPO itu berasal dari Kampung Mondo, Desa Bangka Kantar, Kecamatan Borong, Manggarai Timur. Mereka diamankan oleh anggota Polsek Borong dalam perjalanan darat ke Pelabuhan Ende untuk kemudian berangkat dengan kapal ke Kalimantan Timur pada 8 Juni 2023 sekitar pukul 19.00 Wita.
Polisi lantas mengamankan kelima orang korban perdagangan orang tersebut dan meminta keterangan mereka.
Polisi kemudian mendatangi kediaman Leonardus di Jawang, Desa Golo Kantar, Kecamatan Borong, Manggarai Timur.
Setelah dimintai keterangan, diketahui identitas lima orang calon tenaga kerja nonprosedural terdiri dari tiga orang laki-laki dan dua orang perempuan, yang salah satu pasangan membawa serta dua orang anaknya.