Maumere, Ekorantt.com – Maria Herlina Mbani (41) dan kerabatnya sedang bertukar cerita saat Ekora NTT menyambangi kediamannya di Desa Hoder, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka pada Kamis, 4 April 2024 lalu.
Saat akan diwawancarai, Maria yang sedang memangku anak bungsunya, tidak bisa menahan tangis. Mulutnya tertutup rapat.
Beberapa saat kemudian, ibu empat anak ini baru bisa bicara walaupun suaranya terbata-bata.
“Dia semangat sekali untuk pergi. Dia tidak sakit. Dia bilang, kami harus baik-baik di sini,” cerita Maria mengenang pesan almarhum suaminya, Yodimus Moan Kaka atau Jodi (40) sebelum pergi ke Kalimantan.
“Tapi kenapa dia mati di sana?”
Maria menuturkan, Jodi pergi ke Kalimantan pada 12 Maret 2024, setelah direkrut oleh calo. Dua minggu kemudian, tepatnya 28 Maret 2024, Maria sedih mendengar kabar bahwa Jodi menghembuskan nafas terakhir.
Jodi meninggal dunia dalam perjalanan menuju ke Balikpapan, untuk berobat dan mencari tiket untuk pulang ke Maumere.
Karena kendala biaya untuk membawa pulang jenazah ke Maumere, keluarga sepakat untuk memakamkannya di rumah salah satu kerabat Jodi di Kutai Kertanegara pada Jumat, 29 Maret 2024.
Merantau untuk Kumpul Uang ‘Sambut Baru’ Anak
Jodi pergi ke Kalimantan untuk mengumpulkan uang acara Komuni Pertama atau biasa disebut ‘sambut baru’ anak perempuannya pada bulan Juni nanti.
“Yang satu ini mau sambut baru bulan enam, dia bilang harus pergi cari uang,” kata Maria.
Sebelum merantau, Jodi sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek. Uang hasil ojek dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Jodi dan Maria memiliki empat orang anak. Anak laki-laki sulung mereka berdua sudah bekerja di Kalimantan sejak berapa tahun yang lalu. Anak kedua, Engkis (19), ikut bersama Jodi merantau ke Kalimantan.
Anak ketiga, Maria Kalija (11) sedang mengenyam pendidikan di kelas 4 Sekolah Dasar. Ia akan menerima komuni pertama pada Juni nanti. Sedangkan Novan, anak bungsu mereka, masih berusia dua tahun.
Kristianus Maksi (46), tetangga Jodi yang ditemui Ekora NTT, menceritakan almarhum pernah bercerita kepadanya mengenai rencana akan pergi merantau ke Kalimantan.
“Uang hasil ojek rasa tidak cukup, bulan enam nona mau sambut baru,” kata Kristianus, mengulang kembali apa yang pernah diceritakan Jodi.
Kristianus sempat meminta Jodi untuk mempertimbangkan terlebih dahulu keputusan itu. “Lebih baik kau kumpul uang pelan-pelan saja dari hasil ojek ini.”
Jodi bersikeras ingin merantau demi masa depan keluarganya. Ia berencana untuk bekerja di Kalimantan “tidak sampai satu tahun.”
Terjadilah pada 12 Maret 2024, Jodi pergi bersama Engkis ke Kalimantan melalui Pelabuhan Lorens Say Maumere menggunakan KM Lambelu.
Diiming-Imingi Kerja Bagus
Masih segar dalam ingatan Maria, dua minggu sebelum berangkat ke Kalimantan, suami dan anaknya dibujuk oleh seorang bernama Pilius.
“Om Pilius dari Halahebing datang ajak, bilang di sana kerja dijamin semuanya. Tidak ada masalah. Semuanya ditanggung, dari tiket, transportasi, sampai makan minum,” kata Maria.
Suami dan anaknya tergiur untuk pergi merantau dengan iming-iming “tanpa mengeluarkan biaya dan di sana kerjanya bagus”.
Pilius, berdasarkan keterangan Maria dan keluarga yang mendampinginya, merupakan kaki tangan orang bernama Joker.
Belakangan Maria mengetahui orang yang bernama Joker itu adalah Yuvinus Solo, anggota DPRD terpilih untuk periode 2024-2029 dari Partai Demokrat.
Didimus Rusman, orang yang mengaku menjadi pihak yang dipercayakan Joker untuk menjadi mediator, mengonfirmasikan Joker yang dimaksudkan adalah Yuvinus Solo. Berdasarkan keterangan Didimus, Joker saat ini tinggal di Nita, Kecamatan Nita.
Makan Minum Tidak Layak
Maria menceritakan, Jodi selalu memberi kabar kepadanya melalui telepon saat dalam perjalanan ke Kalimantan. Kondisi suaminya itu “baik-baik saja” selama di atas kapal.
Setelah turun kapal, cerita Maria, Jodi dan rombongan menempuh perjalanan dengan naik bis, lalu diturunkan di tengah jalan. Kemudian mereka berjalan kaki sejauh dua kilometer ke tempat yang mereka tidak ketahui.
“Setelah itu, mereka naik lagi oto, lalu sampailah mereka ke lokasi kerja. Dia telepon sambil jalan, dia bilang kaki tangannya su cape sekali,” tutur Maria.
Jodi menelepon bahwa dirinya lapar dan haus. Saat itu, Jodi dalam keadaan sakit.
Cerita serupa disampaikan Petrus Arifin atau Ari (38), warga Desa Habi, Kecamatan Mapitara. Ia pergi serombongan dengan Jodi.
Ari, dihubungi melalui telepon, menuturkan bahwa Jodi mengalami sakit karena kelaparan. Pihak perusahaan penyedia kerja tidak memberikan makan minum dan tempat tinggal yang layak untuk mereka.
Ari sempat menginformasikan kondisi kesehatan Jodi ke Joker. Joker berjanji akan membeli tiket untuk memulangkan Jodi dan anaknya.
“Sakit pertama, saya langsung telepon kasi tahu Vinus (Yuvinus alias Joker, -red.) bahwa Jodi di sini sakit, dan sakitnya parah memang,” cerita Ari.
Namun, tiket tersebut tak kunjung dibeli.
Sepengetahuan Ari, Jodi menelepon Maria, lalu meminta untuk menjual babi yang sebelumnya dipersiapkan untuk acara Komuni Pertama anaknya. Uang hasil penjualan itu dikirim ke Jodi untuk biaya pengobatan.
Jodi juga menjual HP untuk tambahan biaya pengobatan dan tiket pulang ke Maumere. Dengan uang yang ada, cerita Ari, Jodi dan anaknya Engkis, berangkat ke Balikpapan.
“Turun sampai di pertengahan jalan, ternyata Kakak Jodi meninggal,” ujar Ari.
Kabar meninggalnya Jodi tersiar hingga ke Hoder. Saat umat Katolik merayakan hari Kamis Putih, Maria mendapatkan informasi dari anaknya melalui HP tetangga bahwa Jodi meninggal dunia.
Maria menangis sejadi-jadinya. Ia hanya bisa menatap tubuh kaku suaminya lewat layar HP.
Lapor Polisi dan Bujukan Mediasi
Malam itu juga, Maria ditemani keluarganya bertandang ke Mapolres Sikka untuk mencari jalan keluar.
Mereka melaporkan kejadian meninggalnya Jodi kepada aparat yang sedang bertugas. Tapi polisi sedang sibuk mengamankan perayaan misa Kamis Putih.
“Kami diminta pulang. Bilang buat laporan tertulis, batas Senin, 1 April lalu,” kata Maria.
Hari berikutnya, Didimus dan rombongan mendatangi Desa Hoder untuk melakukan upaya mediasi. Upaya itu berlanjut pada beberapa hari berikutnya hingga Ekora NTT mendapati mereka pada 4 April 2024 di kediaman Jodi.
Menurut Didimus, istri Joker datang menemuinya di Halahebing, tempat tinggalnya. Ia diminta untuk membangun komunikasi damai dengan keluarga Jodi.
Joker ingin menyelesaikan masalah itu secara damai, kata Didimus. Joker mau mengurus semua urusan berkaitan dengan kematian Jodi secara adat.
“Pihak Joker ingin berdamai, tapi saya bilang sabar. Berembuk dengan keluarga dulu,” cerita Didimus.
Didimus bilang, Joker juga akan menanggung biaya hidup Maria dan anak-anaknya sampai mereka selesai SMA.
Maria menolak upaya mediasi itu. Walaupun ia dan Joker masih berhubungan keluarga, ia tidak mau urusan nyawa suaminya diselesaikan dengan cara damai lewat adat.
Yuliana Yus, selaku Ketua RT setempat, sepakat dengan pikiran Maria. Jalur hukum lebih cocok untuk menyelesaikan persoalan ini.
“Dari dulu orang su sakit, dia tidak mau hiraukan, meninggal dia tidak hiraukan, mau kubur juga tidak mau hiraukan. Baru sekarang bilang keluarga?” ujar Yustina, yang juga kerabat Maria.
Dugaan Keterlibatan Polisi
Awal keberangkatan dari Maumere menuju Balikpapan, Joker menyuruh para calon pekerja yang berjumlah 72 orang untuk berjalan terpencar, demikian cerita Ari.
“Pas di pelabuhan, kami disuruh untuk pisah-pisah, tidak boleh berkerumun. Nanti ketahuan.”
Ketika seluruh rombongan sudah di atas kapal, Joker menuju Larantuka dan naik kapal di sana.
Dalam perjalanan, Joker menceritakan kepada mereka bahwa pilihannya naik kapal di Larantuka karena di Maumere, ia diincar banyak orang.
“Sampai saya bayar polisi Rp5 juta,” cerita Ari mengulangi perkataan Joker.
Joker Bukan Orang Baru
Dalam penelusuran Tim Relawan Untuk Kemanusiaan-Flores (TRUK-F), Joker bukan orang baru dalam perekrutan tenaga kerja asal Kabupaten Sikka.
Tim Hukum TRUK-F, Marianus Renaldi Laka menyatakan pernah menangani kasus yang di dalamnya Joker terlibat sebagai perekrut. Kasus itu tidak berlanjut karena perusahaan penyedia kerja tidak memenuhi panggilan pihak penyidik.
Sekretaris TRUK-F, Heni Hungan mengatakan hal yang sama. Joker pernah merekrut tenaga kerja pada 2023 dan berujung kasus. Namun pihak keluarga menyelesaikannya melalui jalur damai.
Dari masyarakat dan korban, kata Heni, TRUK-F percaya bahwa Joker bukan orang baru dalam perekrutan tenaga ilegal. Kelihatan dari modus yang ia lakukan, membuktikan dia berpengalaman dalam hal demikian.
Polisi Mesti Bergerak Cepat
TRUK-F meminta polisi untuk bergerak cepat untuk menyelesaikan persoalan ini.
“Ini merupakan kasus kejahatan kemanusian. Jadi, kami minta polisi bertindak cepat untuk menelusuri dan menangkap para pelaku,” kata Heni.
Heni yakin bahwa Joker terlibat dalam kasus yang menyebabkan kematian korban Jodi. Hal itu merujuk pada kronologi cerita yang disampaikan keluarga korban.
Heni menyentil upaya perekrutan, pengiriman, dan pemindahan orang yang menyebabkan korban tereksploitasi. Apa yang dilakukan Joker bisa tergolong Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) seperti diatur dalam UU No 21 Tahun 2007.
“Mereka mengalami penelantaran, kesulitan mendapatkan makanan, bahkan ada yang sampai sakit dan meninggal,” ujarnya.
Heni menambahkan, Joker dan korban Jodi memiliki hubungan kekeluargaan. Nah, ada anggapan bahwa tidak mungkin untuk menghancurkan keluarga sendiri. Ini menjadi salah pola perekrutan yang mesti diwaspadai.
Koordinator TRUK-F, Suster Fransiska Imakulata, SSpS atau Suster Ika, menuturkan pihaknya memberikan pendampingan dan perlindungan terhadap Maria dan anaknya shelter TRUK-F.
“Beberapa hari ke depan, Mama Maria bersama kami di shelter untuk pendampingan dan penguatan psikologi,” ujar Suster Ika saat mendampingi Maria memberikan keterangan di Polres Sikka pada 5 April.
Tujuannya, jelas Suster Ika, agar menghindari kemungkinan adanya upaya intimidasi dari pihak-pihak tertentu.
Saat ini, TRUK-F sedang mendalami keterlibatan Joker sekaligus membantu polisi mendalami kasus ini.
Kepala Seksi Humas Polres Sikka, AKP Susanto mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti laporan keluarga. Polisi telah melakukan penyelidikan dan akan memeriksa para saksi.
Terkait keterlibatan polisi, Susanto bilang, itu masih bersifat dugaan.
“Yang memberi info juga belum bisa memastikan benar atau tidak,” ujar Susanto sembari mengatakan dugaan itu akan tetap akan ditindaklanjuti.
Penulis: Risto Jomang