Abslaom Sine dan Beny Pellu Jadi Tersangka Kasus Dugaan Kredit Fiktif di Bank NTT

Keduanya diduga dengan sengaja menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam proses pemberian tiga fasilitas kredit kepada debitur atas nama PT Budimas Pundinusa dengan total plafon Rp100 miliar.

Kupang, Ekorantt.com – Absalom Sine dan Beny Rinaldy Pellu menjadi tersangka dalam dugaan kredit fiktif di Bank NTT. Kasus ini terjadi pada periode 4 April hingga 19 Agustus 2019 dengan melibatkan keduanya.

Absalom adalah Direktur Pemasaran Kredit BPD NTT periode 11 Maret 2015 – 5 Mei 2020 merangkap Plt. Direktur Utama periode Mei 2018 – Mei 2019.

Sedangkan Beny Rinaldy Pellu menjabat Kepala Divisi Pemasaran Kredit BPD NTT periode November 2016 – September 2019.

Keduanya diduga dengan sengaja menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam proses pemberian tiga fasilitas kredit kepada debitur atas nama PT Budimas Pundinusa dengan total plafon Rp100 miliar.

iklan

Fasilitas kredit tersebut terbagi menjadi tiga yaitu Kredit Modal Kerja (KMK) Standby senilai Rp32 miliar, Kredit Investasi (KI) Jadwal Pembayaran (KI-JP) senilai Rp20 miliar dan KMK-RC senilai Rp48 miliar.

Demikian keterangan pers Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK, Tongam L. Tobing yang diterima Ekora NTT pada Kamis, 4 Juli 2024.

Lebih lanjut, Tongam berkata bahwa dalam proses penyelidikan dan penyidikan ditemukan telah terjadi tindak pidana perbankan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a dan Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 56 KUHP.

“Adapun pihak yang dimintakan pertanggungjawaban pidana sebagai tersangka adalah Absalom Sine alias Abe dan Beny Rinaldy Pellu selaku mantan pejabat BPD NTT,” jelas Tongam.

Atas perbuatannya, tersangka diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp10 miliar dan paling banyak Rp200 miliar.

Di bidang penyidikan, hingga 30 Juni 2024, OJK telah menyelesaikan penanganan berkas perkara yang dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan RI sebanyak 127 perkara yang terdiri dari 102 perkara tindak pidana Perbankan, 20 perkara tindak pidana IKNB dan lima perkara tindak pidana Pasar Modal dengan rata-rata hukuman pidana penjara di atas lima tahun.

“Dalam konteks ini, perkara paling banyak terkait dengan kegiatan usaha Bank, khususnya yang menyangkut kebijakan pengurus untuk menjaga tingkat kesehatan Bank seperti pembuatan kredit fiktif hanya untuk memperbaiki Non Performing Loan (NPL),” jelas Tongam.

Dalam penanganan perkara tindak pidana di sektor jasa keuangan, OJK melakukan kerja sama dan koordinasi dengan Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung RI baik tingkat pusat maupun kewilayahan, sehingga penegakan hukum di sektor jasa keuangan dapat berjalan dengan baik.

OJK akan secara kontinyu melakukan penegakan hukum terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan untuk mewujudkan perlindungan terhadap lembaga jasa keuangan dan masyarakat.

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA