Larantuka, Ekorantt.com – Sungguh terjadi di luar perkiraan hingga Elisabeth Puka, 24 tahun, tak kuasa menggambarkan situasi yang terjadi pada Minggu malam, 3 November 2024.
“Tak pernah berpikir bahwa Gunung Ile Lewotobi akan meletus sedahsyat ini,” ujar Elisabeth, Warga Wolorona, Desa Hokeng Jaya, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, NTT saat berbicara kepada Ekora NTT pada Senin pagi.
Malam itu, Elisabeth dan anggota keluarga yang lain sudah tertidur pulas, kecuali sang ayah Lamber Puka. Tiba-tiba Lamber membangunkan mereka semua.
“Hei bangun e, ini ada gempa besar, kita siap-siap lari,” kata Elisabeth menirukan omongan ayahnya.
Situasi di luar rumah makin tak karuan. Terdengar teriakan sesama warga saling mengingatkan untuk segera mengungsi.
Dengan beberapa potong pakaian, ijazah, dokumen penting, dan handphone, Elisabeth bersama anggota keluarga yang lain bergegas ke luar rumah.
Situasi di luar rumah makin mencekam. Dari puncak Ile Lewotobi Laki-laki terlihat pijaran lava membumbung tinggi. Tak berselang lama hujan pasir turun dengan derasnya.
Menumpang mobil pikap milik tetangga untuk mengungsi ke Boru, mereka sempat terhenti karena gelap.
“Sopir tidak bisa lihat jalan lagi, hujan pasir tutup badan jalan. Mobil hampir tabrak pohon, kami melompat dan bersembunyi di sela-sela pohon kakao,” tutur Elisabeth.
Bersama rombongan, Elisabeth kemudian bisa melanjutkan perjalanan ke Boru dan bermalam di sana.
Senin pagi, Pemerintah Desa Hokeng Jaya mengarahkan mereka untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman di Bokang, Kecamatan Titehena.
Dari lokasi pengungsian di Konga, Ekora NTT mendapati cerita serupa yang dituturkan oleh Rosalia Onan, 37 tahun, warga satu dusun Elisabeth.
Pada malam jelang pergantian hari itu, kata Rosalia, hujan gerimis, petir, dan gemuruh guntur bersahutan di langit Hokeng.
Tak lama berselang gempa besar dan gemuruh dari puncak Ile Lewotobi mengentak warga yang sebagian besar sudah tertidur pulas.
Di rumahnya, Rosalia kaget setelah bongkahan batu api seukuran genggaman orang dewasa menghunjam seng rumah dan jatuh ke lantai kamar.
“Batu api dan kerikil dari Lewotobi terjang, masuk di rumah kami. Mama siram pakai air. Kalau tidak segera siram air ke batu berapi itu pasti rumah kami ikut terbakar tadi malam,” tuturnya.
Rosalia mengungkapkan suasana menjadi kacau. Hujan pasir dan listrik yang padam seketika membuat warga tambah panik. Mereka berhamburan ke luar rumah.
“Di luar rumah hujan pasir, tapi warga tetap lari cari selamat. Mau tetap bertahan dalam rumah takut,” tutur Rosalia.
Kini, ia dan keluarganya telah mengungsi ke Desa Konga, Kecamatan Titehena.
“Kami dari Desa Hokeng Jaya itu mengungsi ke Bokang tapi da keluarga di Konga jadi kami di sini dulu.”
Sejak Ile Lewotobi erupsi pada Desember tahun lalu, peristiwa semalam adalah yang paling bikin trauma.
“Aduh Tuhan, kami tidak tahu lagi mau bagaimana sudah e,” ucap Rosalia.

10 Orang Tewas dan Pemukiman Warga Hancur
Gunung Lewotobi Laki-laki meletus pada Minggu malam. Hujan material berupa kerikil, abu, dan batu api meluluhlantakkan pemukiman di lembah Hokeng yang berada di sisi utara gunung, sampai radius 6 kilometer.
Pemukiman warga tertimpa lontaran material gunung. Hujan material itu membuat sebagian atap rumah warga bolong hingga konstruksinya rusak berat. Bahkan, ada bangunan rumah yang terbakar setelah diterjang batu api.
Belum lagi fasilitas umum seperti sekolah dan rumah biara rusak berat setelah dihujani material gunung selama hampir dua jam.
Lebih memilukan lagi, erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki menewaskan warga. Tak terhitung yang mengalami luka-luka. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Flores Timur, Fredy Moat Aeng, mengatakan ada 10 korban yang tewas dampak dari erupsi Lewotobi. Sembilan korban orang dewasa dan satu korban anak-anak.Para korban ini, kata Fredy, berasal dua desa yakni Desa Klatanlo, Kecamatan Wulanggitang dan Desa Dulipali, Kecamatan Ilebura.
Dari 10 korban jiwa, satu keluarga dilaporkan meninggal dunia karena tertimbun bangunan rumah. Ada lagi seorang biarawati dari kongregasi SSpS Hokeng.

Status Awas
Status Gunung Lewotobi Laki-laki telah naik dari level siaga ke level awas sejak 3 November 2024. Kepala Badan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Hadi Wijaya berkata, kenaikan status mengacu pada hasil evaluasi aktivitas gunung sejak 23 Oktober hingga 3 November 2024.
“Berdasarkan hasil pemantauan visual dan instrumental menunjukkan terjadi peningkatan aktivitas vulkanik pada Gunung Lewotobi Laki-laki yang cukup signifikan,” kata Hadi.
Pos Pengamatan Gunung Api Lewotobi Laki-laki pun merekomendasikan masyarakat di sekitar gunung dan wisatawan dilarang untuk melakukan aktivitas apapun dalam radius 3.5 kilometer dari pusat erupsi, serta sektoral 4 kilometer pada arah utara-timur laut dan 5 kilometer pada sektor timur laut.
Masyarakat juga diminta tenang dan mengikuti arahan pemerintah daerah setempat, serta tidak mempercayai isu-isu yang tidak jelas sumbernya.
Selain itu, masyarakat di sekitar Gunung Lewotobi Laki-Laki mesti mewaspadai potensi banjir lahar hujan pada sungai-sungai yang berhulu di puncak gunung jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi.
Masyarakat yang terdampak hujan abu Gunung Lewotobi Laki-laki pun memakai masker atau penutup hidung-mulut untuk menghindari bahaya abu vulkanik pada sistem pernafasan.
Pemerintah Daerah diminta untuk senantiasa berkoordinasi dengan Pos Pengamatan G. Lewotobi Laki-laki atau Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi di Bandung.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi akan selalu berkoordinasi dengan BPBD Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Satlak PB setempat dalam memberikan informasi tentang kegiatan G. Lewotobi Laki-laki.
Sejak meletus pada akhir 2023 lalu, Gunung Lewotobi Laki-Laki mengalami erupsi sebanyak 871 kali hingga sekarang.

Tanggap Darurat
Abdul Muhari selaku Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan Pemerintah Kabupaten Flores Timur telah menetapkan status siaga darurat bencana Gunung Lewotobi Laki-laki hingga 96 hari, terhitung pada 27 September hingga 31 Desember 2024.
Abdul, dalam keterangan pers Senin, 4 November 2024, mengatakan bahwa terdapat enam desa terdampak erupsi di Kecamatan Wulanggitang yaitu Desa Pululera, Nawokote, Hokeng Jaya, Klatanlo, Boru, dan Boru Kedang.
Di Kecamatan Ile Bura, sebanyak empat desa terdampak, yaitu di Desa Dulipali, Nobo, Nurabelen, dan Riang Rita. Sedangkan di Kecamatan Titehena berpengaruh pada empat desa, yaitu Desa Konga, Kobasoma, Bokang Wolomatang, dan Watowara.
BNPB mencatat ada 2.734 kepala keluarga atau 10.295 jiwa yang terdampak erupsi, dengan rincian 9.479 jiwa di Kecamatan Wulanggitang dan 816 jiwa di Kecamatan Ile Bura.
Data per Senin malam, jumlah pengungsi mencapai 2.472 orang, yang berasal dari Dulipali, Nobo, Hokeng Jaya, Klatanlo, Boru Kedang, Boru, Pululera, dan Nawokote.
Para pengungsi tersebar di tiga posko yakni Posko Desa Lewolaga, posko Desa Bokang, dan posko Desa Konga.
Sekretaris Daerah Flores Timur, Petrus Pedo Maran berkata bahwa tidak sedikit warga yang memilih mengungsi secara mandiri ke Kabupaten Sikka. Ada pula yang masih tinggal di pemukiman.
Petrus bilang, pemerintah berusaha memberikan pelayanan terbaik kepada para pengungsi, baik pelayanan kesehatan maupun kebutuhan logistik mereka.
Rosilia berharap bencana ini cepat berlalu agar warga bisa kembali beraktivitas seperti sedia kala.
“Sudah rindu rumah. Semoga cepat pulih,” tutupnya.