Maumere, Ekorantt.com – Sembilan dari 30-an paket proyek pengeboran air dan instalasi jaringannya di Kabupaten Sikka dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh pemerintah dengan rekanan.
Proyek ini merupakan sebagian dari ratusan pekerjaan yang dibiayai dari pinjaman daerah ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) senilai Rp193 miliar dari rencana Rp216 miliar. Tahun 2024 merupakan tahun ketiga peminjaman, Pemkab Sikka mencicil pokok dan bunga pinjaman Rp30 miliar. Dua tahun sebelumnya, Pemkab Sikka hanya membayar pokok pinjaman.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sikka, Juvensius Gajon menjelaskan, 139 dari 141 merupakan paket pekerjaan fisik, jalan, jembatan dan air minum dikontrakan dengan pihak ketiga. Dua paket tidak bisa dikontrakkan karena masalah lahan.
“Berdasarkan laporan progres fisik dan keuangan, akumulasi kemajuan pekerjaan sekitar 90-an persen. Tapi ada paket pekerjaan yang putus kontrak. Ada rekanan yang sebenarnya mau melanjutkan (pekerjaan) tapi denda keterlambatan terlalu besar,” kata Juvensius Gajon, kepada wartawan di Maumere, Rabu, 18 Desember 2024 di Kantor Dinas PU Sikka.
Sembilan paket proyek pengeboran air dan jaringannya yang diputus kontrak di antaranya di Desa I’an Tena sekitar 9 persen kemajuan pekerjaannya.
Kejadian yang sama juga terjadi di proyek air minum di Desa Wairbleler dan Desa Koting B telah dibor oleh rekanan, namun tidak ditemukan air. Kemajuan fisik pekerjaan di dua lokasi sekitar 7 persen.
“Rekanan hanya mengerjakan pengeboran menggunakan uang muka, sedangkan item yang lain tidak dikerjakan. Karena tidak ditemukan air. Sempat dilaksanakan pengoboran pada titik yang lain pada lokasi yang sama, tetapi tidak ditemukan air,” imbuh Juvensius.
Di Desa Wairbleler, dijelaskan Juvensius, pengeboran dilaksanakan sampai empat titik, namun tidak ditemukan air, sehingga pekerjaan tersebut dihentikan.
“Kedalaman bor, saya tidak bisa pastikan, ketika saya datang (Plt) proyek sudah putus kontrak. Paket ini dihentikan karena pekerjanya bukan hanya pengeboran tetapi juga infrastruktur jaringan. Potensi air tidak ada maka item pekerjaan lain dihentikan,” kata Juvensius.
Pengeboran air di Napung Basa, Desa Nele Wutun, Kecamatan Nelle yang menyeret Pejabat Pembuat Komitmen, rekanan dan konsultan menyandang tersangka beda lagi kasusnya, kata Juvensius. Tidak ditemukan sumber air, namun jaringan distribusi justru dikerjakan, sehingga dilakukan pembayaran.
“Kami juga ikuti (kasus) dari pemberitaan media terjadi ‘total lost’. Hal paling mendasar tidak ditemukan air. Ada pipa, jaringan distribusi dikerjakan, sehingga pembayaran dihitung berdasarkan kemajuan fisik proyek yang dikerjakan,” kata Juvensius.
Proyek pengeboran air yang tidak tuntas terjadi di Ipir. Meski ditemukan air, namun tidak disediakan mesin pompa sehingga rekanan di-PHK. Kejadian lainnya di Heopuat, Detung Likong, Bao Krenget, dan Wolomapa.
Sedangkan pengeboran air di Wolonwalu tidak di-PHK oleh pemerintah, karena air dan jaringan tuntas dikerjakan. Kemajuan pekerjaan yang sama dengan di Pemana sampai dengan jaringan listrik diselesaikan.
Proyek watergen untuk pengolahan air laut menjadi air baku di Semparong sampai pada tahap uji coba. Namun masyarakat kesulitan melakukan operasional membutuhkan energi listrik yang besar untuk mengaktifkan watergen.
Juvensius mengatakan terhadap beberapa proyek yang bermasalah ini sudah dilakukan identifikasi untuk disampaikan ke pimpinan tingkat atas.
“Kami hanya identifikasi. Sudah ada investasi proyek. Ada beberapa potensi yang bisa maksimalkan. Di internal pemerintah, kami melakukan diskusi dengan pimpinan dan DPRD. Karena telah ada investasi, kita coba upayakan untuk optimalisasi. Tapi, untuk sampai pada tahap optimalisasi, ranah pihak lain,” kata Juvensius.
Menurut Juvensius, Inspektorat Kabupaten Sikka mesti mengaudit sehingga bisa dihitung berapa besar investasi yang akan dikucurkan untuk memaksimalkan aset yang sudah ada nilainya.
“Tinggal kita maksimalkan dengan tambahan biaya, proyek ini bisa bermanfaat. Di internal pemerintah sudah jalan. Tapi disesuaikan dengan kondisi fiskal daerah. Tidak serta-merta. Mana pekerjaan yang kita maksimalkan dengan keuangan. Karena untuk pekerjaan yang tidak selesai, sisa uang disetor kembali pada akhir 2023,” jelasnya.
Juvensius menjelaskan penentuan titik pengeboran air direncanakan berdasarkan hasil geolistrik. Dalam pelaksanaan di lapangan, hasil geolistrik tidak menjamin bahwa air secara ekonomis bisa diandalkan.
Menurut Juvensius, pengeboran yang akan menentukan debit air. Sedangkan geolistrik mendeteksi dan menemukan titik air, apapun kondisinya. Apakah potensi air itu bisa berproduksi secara ekonomis.
“Setelah bor ditemukan air ada tahapan yang namanya eletrick lojing, untuk menentukan apakah debit air itu bisa ekonomis atau tidak. Jangan sampai air muncul hanya 10 menit, butuh waktu lagi untuk penampungan kembali,” kata Juvensius.
Dia mengakui paket pengeboran air baru terjadi dalam pembiayaan dana PEN dan ini menjadi refleksi penting bagi pekerjaan ke depan. Sekian lama, pihaknya lebih banyak mengurus air permukaan.
“Ke depan, kalau bisa bor saja dulu temukan air sampai lojing dulu. Apakah sumber ini berpotensi ekonomis barulah investasi lanjutan,” tandas Juvensius.
Penulis: Eginius Moa