Mbay, Ekorantt.com – Penyebaran virus African Swine Fever (ASF) kini mulai menyerang wilayah Sikka, Nusa Tenggara Timur. Para peternak babi pun dihadapkan pada ancaman kematian hewan ternak babi.
Pemerintah setempat telah mengimbau para peternak untuk segera mengambil langkah pencegahan agar wabah tidak semakin meluas.
Dinas Pertanian Sikka mencatat, ada 135 kasus virus ASF yang tersebar pada lima desa di lima kecamatan. Rinciannya; di Desa Henga Kecamatan Talibura ada 101 kasus.
Desa Bloro Kecamatan Nita terdapat satu kasus, Kelurahan Kota Uneng Kecamatan Alok terdapat 12 kasus. Kelurahan Hewuli Kecamatan Alok Barat terdapat 19 kasus, dan Desa Paubekor Kecamatan Koting terdapat dua kasus.
Di Kabupaten Nagekeo sudah mulai menyusun langkah antisipasi terhadap kemungkinan penyebaran virus ASF yang sudah menyerang wilayah Sikka.
Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Nagekeo, Klementina Dawo mengatakan, pihaknya sudah melakukan deteksi dini dengan kegiatan pengamatan yang sistematis atau surveilans.
“Saat sekarang kami sudah mengambil sampel darah dan sudah dikirim ke lab Kupang dan sedang menunggu hasil lab,” kata Klementina dihubungi Ekora NTT melalui pesan WhatsApp-nya, Selasa, 21 Januari 2025.
Ia mengatakan, sejauh ini pihaknya belum melakukan koordinasi lintas instansi dalam penanganan virus ASF. Meski demikian, kata dia, Dinas Peternakan Kabupaten Nagekeo mengoptimalkan sumber daya manusia di dinas itu yang tersebar pada tujuh kecamatan.
Dinas Peternakan juga berusaha membangun kesadaran masyarakat melalui komunikasi, informasi dan edukasi.
“Serta sesekali petugas kami bersama peternak babi melakukan biosecurity dengan menggunakan disinfektan di daerah rawan, penertiban lalu lintas ternak,” jelas Klementina.
Keluarkan Pengumuman
Ia mengatakan, langkah antisipasi lain yang diambil Dinas Peternakan Kabupaten Nagekeo adalah dengan mengeluarkan pengumuman, yang diklaim sebagai salah satu bentuk komunikasi, informasi dan edukasi (KIE).
“Dan dalam pengumunan ini mencakup langkah-langkah untuk pemutusan penyebaran virus ASF,” ujar Klementina.
Dalam lembaran pengumuman yang diperoleh Ekora NTT, Klementina menyebut bahwa sampai saat ini belum ada vaksin maupun obat yang mampu mencegah dan mengobati penyakit African Swine Fever (ASF) atau Demam Babi Afrika.
Virus ASF, kata dia, berpotensi menyebar di wilayah Kabupaten Nagekeo. Sebab itu, pihak
Klementina menyampaikan beberapa hal, antara lain; pertama, penyakit ASF atau Demam Babi Afrika memiliki tanda klinis: demam tinggi, depresi, anoreksia (tidak mau makan), perdarahan pada kulit (kemerahan pada telinga, perut dan kaki), keguguran pada induk bunting, sianosis (kebiruan pada kulit), muntah, diare, kematian dalam waktu 6-13 hari.
“Tingkat kematian bentuk ini dapat mencapai 100 persen,” tulis Klementina dalam pengumumannya.
Kedua, penyakit ini tidak bersifat zoonosis (tidak menular dari hewan ke manusia atau pun sebaliknya).
Ketiga, melakukan penolakan/pelarangan terhadap proses masuk ternak babi, produk babi (segar dan olahan seperti se’i, dendeng, roti babi, dll), hasil ikutan lainnya dari wilayah tertular, tidak menjual/membeli ternak babi yang sakit.
Keempat, meningkatkan biosecurity, di mana hanya peternak atau petugas kandang yang boleh masuk ke area kandang.
Kelima, meningkatkan kekebalan ternak babi dengan cara pemberian pakan yang baik dan pemberian vitamin, tidak memberikan makanan hasil limbah dari olahan babi ke ternak babi.
Keenam, perlu meningkatkan kebersihan dan sanitasi kandang dan peralatan dengan disinfektan seperti baycline dengan takaran satu tutup botol baycline dicampur dengan 10 gayung air.
Ketujuh, jika ternak babi sakit harus dipisahkan dari babi yang sehat dan ternak babi yang mati segera dilaporkan kepada petugas 1 x 24 jam untuk diobservasi lebih lanjut. Lalu, ternak babi yang mati harus dibakar atau dikuburkan untuk mencegah penyebaran.
Kedelapan, dilarang memotong dan mengedarkan daging dari ternak babi yang sakit.
Kesembilan, bagi desa atau kelurahan yang akan mengadakan ternak babi melalui dana APBDes maupun dana kelurahan harus mengambil ternak babi lokal di wilayah Kabupaten Nagekeo dan wajib melakukan uji
polymerase chain reaction (PCR) bebas virus ASF.