Kasus DBD di NTT Capai 616 Orang di Awal 2025, Dua Warga Meninggal Dunia

Sayangnya, meski ada upaya pencegahan, dua warga di Kota Kupang dilaporkan meninggal dunia akibat penyakit ini.

Kupang, Ekorantt.com – Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada awal 2025, tepatnya periode Januari hingga 11 Februari, tercatat mencapai 616 kasus.

Sayangnya, meski ada upaya pencegahan, dua warga di Kota Kupang dilaporkan meninggal dunia akibat penyakit ini.

Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi NTT, Erlina Salmun mengungkapkan, lonjakan kasus DBD di NTT biasanya terjadi pada bulan Januari dan Februari. Bulan-bulan tersebut memang menjadi puncak dari siklus tahunan penyebaran DBD.

“Januari hingga Februari merupakan periode puncak DBD. Maka dari itu, semua kabupaten dan kota harus waspada,” ujar Erlina, saat ditemui di Kupang, Jumat, 14 Februari 2025.

Pencegahan DBD, kata Erlina, harus dimulai jauh sebelum musim hujan. Salah satu langkah utama adalah pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui kegiatan bersih-bersih lingkungan untuk mengurangi tempat perindukan nyamuk penyebar virus dengue.

Distribusi Kasus DBD di NTT

Sebagian besar kasus DBD pada periode tersebut masih didominasi oleh Kabupaten Sabu Raijua, yang pada Desember 2024 lalu telah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) karena tingginya angka kasus. Menyusul kemudian adalah Kabupaten Ngada dengan 61 kasus, Kabupaten Alor 59 kasus, Kota Kupang 45 kasus, dan Kabupaten Kupang 37 kasus.

Selanjutnya, beberapa kabupaten lainnya yang melaporkan jumlah kasus lebih rendah antara lain Kabupaten Sikka 38 kasus, Kabupaten TTU 36 kasus, Manggarai Barat 28 kasus, Sumba Barat 20 kasus, dan Sumba Barat Daya 18 kasus. Kabupaten Belu mencatatkan 15 kasus, Manggarai Timur 14 kasus, dan Flores Timur sembilan kasus.

Di sisi lain, kabupaten dengan angka kasus lebih rendah adalah Manggarai empat kasus, serta Kabupaten TTS, Lembata, dan Nagekeo yang masing-masing tercatat tiga kasus. Sementara itu, Sumba Tengah mencatatkan dua kasus.

Kabupaten yang tidak melaporkan adanya kasus DBD hingga 11 Februari 2025 adalah Kabupaten Ende dan Kabupaten Malaka.

Selain upaya PSN, pencegahan DBD juga dilakukan melalui penyebaran nyamuk yang telah diinokulasi dengan bakteri Wolbachia.

Erlina menjelaskan, bakteri ini efektif menurunkan angka kasus DBD, terutama di Kota Kupang, karena dapat menghambat kemampuan nyamuk untuk menularkan virus dengue.

“Wolbachia telah terbukti memiliki efek positif, karena bakteri ini bisa menginfeksi nyamuk dan menurunkan kemampuan nyamuk untuk membawa virus dengue,” jelas Erlina.

Dampak El Nino

Melihat data tahun lalu, pada periode yang sama di tahun 2024, kasus DBD mencapai 2.152 dengan enam kematian.

Erlina memperkirakan bahwa pada Februari 2025, penambahan kasus masih akan terus terjadi, mengingat pola tahunan yang menunjukkan lonjakan kasus mulai dari Oktober hingga puncaknya pada Januari dan Maret.

Ada kaitan erat antara musim hujan dengan peningkatan kasus DBD, karena musim hujan menciptakan lingkungan yang ideal bagi nyamuk untuk berkembang biak.

Namun, pada tahun 2024, fenomena El Nino yang menyebabkan kekeringan dan hujan yang tidak merata juga berperan dalam meningkatnya vektor DBD, yang pada gilirannya meningkatkan penyebaran penyakit ini.

“Tahun 2025, meskipun terjadi penurunan intensitas hujan pada beberapa daerah akibat fenomena El Nino, tetap ada potensi peningkatan kasus hingga bulan Februari,” tambah Erlina.

Dengan tren kasus yang masih menunjukkan peningkatan, penting bagi masyarakat dan pemerintah daerah untuk lebih intensif melakukan pencegahan dan meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya DBD.

TERKINI
BACA JUGA