Maumere, Ekorantt.com – Kasus Yuvinus Solo alias Joker, anggota DPRD Sikka yang dulu didakwa melakukan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan Undang-undang Ketenagakerjaan tetapi diputus menggunakan Undang-undang Ketenagakerjaan oleh pengadilan negeri Maumere, memasuki babak baru.
Hasil putusan banding di Pengadilan Tinggi Kupang pada 23 Januari 2025 menguatkan putusan Pengadilan Negeri Maumere.
Pada sidang banding yang dipimpin Hakim Ketua, Pujo Saksono, Hakim anggota 1 dan 2 masing-masing Dewa Putu Yusmai Hardika, dan Lucius Sunarno tersebut, Joker diputus 3 tahun penjara dan denda Rp200 juta, melanggar Pasal 186 ayat (1) Jo Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Selain itu, menetapkan agar terdakwa tetap berada di dalam tahanan, menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan, dan membebankan biaya perkara kepada terdakwa sejumlah Rp 2,5 juta.
Jaksa Penuntut Umum yang mendakwa Joker sebelumnya, menuntut hukuman pidana penjara 9 tahun, denda Rp 200 juta, dan membayar restitusi yang bervariatif kepada para saksi korban sejumlah Rp155 juta.
Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Sikka kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Sikka, Okky Prastyo Ajie kepada wartawan, Selasa, 18 Februari 2025.
“Penuntut umum sudah mengajukan kasasi dan ditindaklanjuti dengan mengirim memori kasasi pada Jumat, 14 Februari 2025,” kata dia.
Joker belum ditahan, jelasnya, karena kasusnya sementara diproses. “Terkait penahanan menunggu adanya putusan berkekuatan hukum tetap terlebih dahulu.”
Sementara itu, Kuasa Hukum Joker, Domi Tukan mengatakan akan memanfaatkan upaya hukum mengajukan kasasi agar bisa membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum yang menjeratnya.
“Perjuangan kami supaya terdakwa dibebaskan dari segala macam tuntutan, karena dia tidak bersalah. Kalau perjuangan penuntut umum supaya terdakwa dijerat kasus TPPO,” kata Domi kepada Ekora NTT, Selasa, 18 Februari 2025.
Ia menambahkan kasasi akan didaftarkan sebelum 21 hari pasca-putusan banding.
Terdakwa Kasus TPPO
Joker didakwa sebagai pelaku TPPO oleh Kejari Sikka karena mengirim 72 pekerja non-prosedural ke Kalimantan Timur pada Maret 2024 lalu.
Salah satu dari mereka adalah Yodimus Moan Kaka, meninggal seminggu setelah tiba di Kalimantan Timur. Kasus Joker mencuat setelah kematian Yodimus mencuat ke publik.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka, didakwa, putusan Pengadilan Negeri Maumere hingga Pengadilan Tinggi Kupang, Joker tidak pernah ditahan dan masih tetap menjalankan tugasnya sebagai anggota legislatif dari Partai Demokrat.
Polres Sikka hingga Kejari Sikka berdalih, tidak ditahannya Joker karena “alasan kesehatan” dan “yang bersangkutan kooperatif.”
Selama lima bulan awal masa tugasnya pasca-pelantikan, Joker tidak menjalankan tugasnya. Ketua DPRD Sikka, Stefanus Sumandi beralasan bahwa “berhalangan karena sakit.” Joker kembali bekerja pada 6 Februari 2025.
Padahal Pasal 338 Undang-undang nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, anggota DPRD, mengamanatkan untuk memberhentikan sementara anggota DPRD apabila menjadi terdakwa tindak pidana umum dengan ancaman pidana penjara lima tahun atau lebih.
Pemberhentian sementara juga terjadi apabila menjadi terdakwa tindak pidana khusus.
Aturan yang sama juga tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 16 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Stefanus Sumandi pada beralasan, pihaknya sedang berkoordinasi dengan berbagai pihak yang berwenang terkait langkah lebih lanjut untuk pemberhentian sementara Joker.
Penulis: Eginius Moa & Risto Jomang