Aksi Solidaritas di Mapolres Manggarai Tuntut Adili Polisi dan Wartawan Terduga Pelaku Kekerasan

Aksi tersebut menarik perhatian warga Kota Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai, yang mana melihat para peserta berjalan kaki dan membentangkan sejumlah poster.

Ruteng, Ekorantt.com – Sejumlah aktivis, jurnalis, dan warga Poco Leok melakukan aksi solidaritas di depan Mapolres Manggarai pada Senin pagi, 24 Februari 2025.

Aksi tersebut menarik perhatian warga Kota Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai, yang mana melihat para peserta berjalan kaki dan membentangkan sejumlah poster.

Para peserta aksi membawa poster bertuliskan kritikan terhadap dugaan tindakan kekerasan terhadap jurnalis dan warga Poco Leok, Kecamatan Satarmese pada 2 Oktober 2024 lalu.

Salah satu poster bertuliskan, “Adili polisi dan wartawan pelaku kekerasan”. Sementara lainnya memuat tulisan “Hapus impunitas polisi” dan “Negara hukum? Tetapi jurnalis tetap dibungkam. Polisi jaga siapa?”

Aksi ini digelar sebagai bentuk solidaritas dan ukungan terhadap Herry Kabut, Pemimpin Redaksi Floresa, yang bersama warga Poco Leok dipanggil sebagai saksi pelapor dalam sidang etik terhadap Hendrikus Hanu, seorang polisi dari Polres Manggarai.

Propam Polda NTT berfokus pada kekerasan yang diduga dilakukan oleh Hendrik terhadap Herry dan warga Poco Leok. Herry pada saat itu tengah meliput aksi penolakan warga terhadap proyek geotermal.

Menurut jurnalis Floresa Anno Susabun, sidang etik baru digelar setelah laporan diterima oleh Polda NTT pada pertengahan Oktober 2024, dan sudah empat bulan berlalu sejak kejadian tersebut.

Anno berharap sidang etik dapat menghasilkan keputusan yang adil bagi korban dan menunjukkan bahwa tidak ada tempat untuk impunitas dalam tubuh kepolisian.

“Aksi ini adalah bentuk solidaritas kami untuk menunjukkan bahwa Herry dan warga tidak berjalan sendiri. Banyak orang yang mendukung mereka,” ujarnya.

Anno menambahkan, tujuan dari aksi solidaritas itu adalah untuk menegaskan bahwa aparat kepolisian tidak boleh semena-mena dalam menjalankan tugasnya.

Ia juga menekankan, kekerasan terhadap jurnalis, seperti yang dialami Herry, tidak boleh dibiarkan begitu saja. Jika tidak dihukum secara tegas, ia khawatir kejadian serupa bisa terjadi pada jurnalis lainnya, terutama di wilayah Flores.

Kasus ini sebelumnya telah dilaporkan ke Propam dan Reskrim Polda NTT sebagai tindak pidana.

Namun, Anno mengungkapkan kekecewaannya atas dihentikannya proses pidana dengan keluarnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari Divisi Reskrim Polda NTT.

Kristiano Jaret, seorang warga Poco Leok yang turut hadir dalam aksi, menyatakan bahwa kehadiran mereka adalah bentuk solidaritas kepada Herry dan warga Poco Leok.

Menurutnya, keterbukaan informasi merupakan hak masyarakat dan harus didukung, bukan dihentikan dengan kekerasan.

“Saya datang ke sini untuk menunjukkan dukungan dalam proses sidang etik. Kekerasan terhadap jurnalis adalah tindakan yang tidak dapat diterima dan harus ditolak,” kata Kristiano.

Aksi solidaritas berlangsung selama satu jam. Dan tentu saja menjadi simbol kuat bagi perjuangan menuntut keadilan, dan untuk memastikan bahwa tidak ada satu pun pihak yang kebal hukum, termasuk aparat kepolisian.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA