Dosen STIE Karya Ruteng Tak Diberi Tugas Mengajar, Klaim Haknya Diamputasi

Ruteng, Ekorantt.com – Seorang dosen di Sekolah Tinggi Ekonomi (STIE) Karya Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, mengaku tugas mengajarnya dicabut tanpa alasan yang jelas.

Dosen berinisial LM ini merasa karier akademiknya sedang “diamputasi” oleh pihak yayasan dan ketua sekolah setelah tujuh tahun mengabdi.

“Saya sangat kecewa. Saya semacam tidak dianggap dan dihargai. Saya merasa hak saya sebagai dosen diamputasi oleh yayasan dan ketua sekolah,” kata LM kepada Ekora NTT pada Senin, 24 Maret 2025.

LM menilai tindakan tersebut melanggar kode etik dosen yang berlaku. Ia merasa dirugikan karena tidak diberikan tugas mengajar tanpa ada penjelasan atau pemberitahuan secara tertulis.

“Saya tidak bermasalah secara akademik, pelaporan Beban Kerja Dosen(BKD) setiap semester memenuhi semua. Tetapi tidak memberikan kesempatan kepada dosen menjalankan tugas pokok,” terangnya.

LM mulai kecewa setelah penerbitan dua Surat Keputusan (SK) Pengajaran pada Februari 2025. Dalam SK pertama, ia diberikan hak mengajar hanya satu mata kuliah. Namun, dalam SK kedua, hak mengajar itu hilang sama sekali.

Merasa didiskriminasi, LM mengajukan surat keberatan yang meminta peninjauan kembali keputusan tersebut. Sayangnya, surat keberatannya tidak mendapat respons.

Kampus, kata dia, seharusnya tidak bertindak semena-mena terhadap dosen. Ada regulasi yang jelas yang memayungi dosen, dan yayasan tidak seharusnya ikut campur dalam urusan akademik.

“Bahkan dalam tataran akademik, pihak yayasan seharusnya tidak boleh ikut campur. Apa gunanya ketua sekolah, kalau yayasan juga ikut campur?” terangnya.

LM juga menjelaskan bahwa jabatan fungsionalnya sebagai asisten ahli menunjukkan kedudukan, tugas, tanggung jawab, dan hak yang seharusnya dipenuhi sesuai dengan Tridharma Perguruan Tinggi. Ia mengutip peraturan yang mengatur pengajaran dosen minimal 9 SKS sebagai bagian dari pelaksanaan Tridharma.

“Apa yang terjadi kepada saya sebetulnya mereka tidak paham aturan saja. Kalau paham aturan ya mereka tidak melakukannya,” tutupnya.

Tindakan yang dilakukan oleh yayasan dan ketua sekolah, menurut LM, juga melanggar ketentuan dalam undang-undang yang mengatur tentang hak dan kewajiban dosen. Salah satunya adalah Pasal 60 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang menyatakan bahwa dosen berhak melaksanakan pendidikan dan pengajaran.

Selain itu, ia juga mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang menyebutkan bahwa “Tridharma adalah kewajiban perguruan tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dan, dosen adalah tenaga profesional dengan tugas utama mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan melalui Tridharma.”

Regulasi yang mengatur dosen sangat jelas, termasuk dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2009 dan Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024 tentang Profesi Dosen.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak STIE Karya Ruteng belum memberikan respons terkait klarifikasi yang diajukan oleh Ekora NTT kepada Ketua STIE, Kirenius C.C. Watang.

TERKINI
BACA JUGA