Jumlah Peserta Didik di SMKN 1 Sambi Rampas Hanya 32 Orang, Butuh Solusi Bersama

Martin Durvan, warga setempat, menuturkan bahwa di awal pendirian, masyarakat secara sukarela menyerahkan tanah ulayat mereka seluas tiga hektare untuk pembangunan sekolah.

Borong, Ekorantt.com Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Sambi Rampas yang terletak di Golo Wangkung, Kecamatan Sambi Rampas, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, mengalami penurunan jumlah peserta didik yang signifikan.

SMK yang didirikan pada tahun 2013 ini hanya memiliki 32 siswa dari tiga angkatan, yakni kelas X hingga kelas XII.

Martin Durvan, warga setempat, menuturkan bahwa di awal pendirian, masyarakat secara sukarela menyerahkan tanah ulayat mereka seluas tiga hektare untuk pembangunan sekolah.

Semula, proses pembelajaran di SMKN 1 Sambi Rampas berjalan lancar dengan dukungan penuh dari masyarakat, kata Martin.

Pada tahun-tahun pertama, jumlah peserta didik bahkan mencapai 100 orang. Namun, memasuki tahun ketiga operasional, jumlah siswa mengalami penurunan yang cukup drastis, dan kini hanya tersisa 32 orang.

“Padahal, masyarakat adat telah menyerahkan tanah ulayat mereka dengan penuh keikhlasan kepada pemerintah demi pembangunan sekolah ini,” ujar Martin kepada Ekora NTT pada Senin, 31 Maret 2025.

Martin berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi masalah penurunan jumlah siswa ini.

Pasalnya, SMKN 1 Sambi Rampas hadir untuk memudahkan akses pendidikan bagi generasi muda di daerah tersebut.

Butuh Dukungan

Kepala SMKN 1 Sambi Rampas, Alfianus Sawal, mengatakan, sejak 2018, jumlah siswa di SMKN 1 Sambi Rampas terus mengalami penurunan drastis. Saat ini, kelas X hanya memiliki 12 siswa, kelas XI sebanyak 15 siswa, dan kelas XII hanya memiliki 5 siswa.

Alfianus bilang minat peserta didik untuk melanjutkan pendidikan vokasi sangat rendah. Itulah kenapa jumlah siswa di sekolahnya turun drastis.

Meskipun SMKN 1 Sambi Rampas merupakan satu-satunya sekolah vokasi di wilayah tersebut yang menawarkan program Agribisnis, Tanaman Pangan, dan Hortikultura, minat peserta didik terhadap pendidikan vokasi masih terbatas.

“Saya telah memimpin sekolah ini selama 13 tahun, dan kami telah melakukan berbagai upaya untuk menarik minat calon siswa, seperti promosi ke sekolah-sekolah pendukung, sosialisasi kepada masyarakat, serta memperkenalkan keunggulan pendidikan vokasi.”

“Bahkan, kami rutin mengadakan kunjungan langsung ke SMP sebelum penerimaan siswa baru setiap tahun. Namun, hasilnya masih jauh dari harapan,” ujar Alfianus, Senin, 31 Maret 2025.

SMKN 1 Sambi Rampas telah menjalin kerja sama dengan Universitas Nusa Cendana di Kota Kupang untuk meningkatkan kompetensi siswa. Para peserta didik dikirim untuk ikut program magang di lokasi praktik milik kampus tersebut. Harapannya, dapat memberikan pengalaman nyata bagi siswa dalam bidang agribisnis dan hortikultura.

Alfianus juga menjelaskan, program studi yang dimiliki oleh SMKN 1 Sambi Rampas memiliki prospek cerah, mengingat wilayah sekitar sekolah merupakan daerah pertanian.

Para lulusan diharapkan mampu berkontribusi dalam pengembangan sektor hortikultura di daerah masing-masing.

Penurunan jumlah siswa, kata Alfianus, bukan disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana atau kekurangan tenaga pengajar.

Saat ini, SMKN 1 Sambi Rampas memiliki seorang guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan tiga tenaga pendidik Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), sementara sisanya adalah guru komite.

Biaya pendidikan di SMKN 1 Sambi Rampas juga cukup terjangkau, yakni sebesar Rp1,1 juta per tahun.

Alfianus menduga kondisi ekonomi menjadi salah satu alasan bagi calon siswa tak melanjutkan pendidikan ke sekolah tersebut. Padahal besaran uang sekolah atau komite sudah disepakati bersama antara pihak sekolah dan orangtua murid.

Alfianus berharap agar seluruh pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, dapat berperan aktif dalam mendukung keberadaan SMKN 1 Sambi Rampas.

“Dukungan yang kuat diharapkan mampu meningkatkan minat siswa untuk bergabung serta mengasah keterampilan mereka di sektor pertanian,” tandasnya.

Persoalan Serius

Sementara itu, Anggota DPRD Provinsi NTT, Simprosa R. Gandut menilai persoalan ini sangat serius, mengingat sekolah tersebut telah dibangun dengan menggunakan anggaran negara.

“Ini adalah aset bersama. Sayangnya jumlah siswa terus menyusut setiap tahun. Ini bukan masalah baru, tetapi terus berlarut tanpa solusi yang jelas,” ucap Simprosa kepada Ekora NTT, Rabu, 2 April 2025.

Dia juga mempertanyakan peran Koordinator Pengawas Sekolah yang seharusnya bertanggung jawab dalam memantau kondisi dan perkembangan sekolah.

Jika pengawasan berjalan efektif maka masalah ini tidak  berlarut-larut. Pihak sekolah bersama komite, menurutnya, perlu mencari solusi.

Tentunya, SMKN 1 Sambi Rampas didirikan untuk mendukung sektor agribisnis tanaman pangan dan hortikultura.

Sekolah ini, kata Simprosa, memiliki potensi besar untuk melahirkan lulusan yang dapat berkontribusi dalam pengembangan sektor pertanian.

Simprosa menghubungkan kondisi sekolah ini dengan program makan siang gratis yang akan digalakkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan wakilnya Gibran Rakabuming Raka.

Seharusnya sekolah kejuruan pertanian seperti SMKN 1 Sambi Rampas dapat menangkap peluang dengan menjadi bagian dari rantai pasok pangan lokal.

“Program ini membutuhkan suplai pangan dalam jumlah besar. Sekolah-sekolah kejuruan pertanian seharusnya bisa menjadi produsen, sehingga manfaatnya tidak hanya bagi siswa tetapi juga bagi ekonomi lokal,” tuturnya.

Dia pun berkomitmen membawa persoalan ini ke sidang dewan, sehingga dinas terkait dapat turun tangan dan mencari solusi.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA