Kejari Kota Kupang Terima Berkas Perkara Kasus Eks Kapolres Ngada

Fani diduga menjadi fasilitator mempertemukan korban anak berusia enam tahun dengan Fajar.

Kupang, Ekorantt.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kupang menerima secara resmi berkas perkara tahap II dan tersangka Stefani Heidi Doko Rehi alias Fani dalam kasus tindak pidana perdagangan orang dan kekerasan seksual terhadap anak.

Penyerahan dilakukan pada Kamis, 12 Juni 2025, sekitar pukul 10.00 Wita oleh penyidik Polresta Kupang Kota di ruang seksi tindak pidana umum Kejari Kota Kupang.

Perkara ini sebelumnya ditangani oleh Kejati NTT dan kemudian dilimpahkan ke Kejari Kota Kupang untuk proses penuntutan lebih lanjut.

Kepala Seksi Penerangan Umum Kejati NTT, Raka Putra Dharmana menjelaskan keterlibatan Fani dalam kasus mantan Kapolres Ngada, Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja terjadi pada 11 Juni 2024 di Hotel Kristal Kupang.

Fani diduga menjadi fasilitator mempertemukan korban anak berusia enam tahun dengan Fajar.

Dalam aksinya, Fani mencarikan anak sesuai permintaan Fajar, menyewa mobil, mengajak korban jalan-jalan, membelikan pakaian, lalu membawanya ke kamar hotel tempat Fajar melakukan kejahatan seksual terhadap korban.

“Perbuatan tersebut mengakibatkan cedera fisik serius, dibuktikan melalui hasil visum et repertum yang menunjukkan robekan pada selaput darah korban akibat kekerasan tumpul,” tutur Raka.

Atas keterlibatannya, Fani dijerat dengan beberapa alternatif pasal, yaitu pertama, Pasal 81 Ayat (2) UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU No. 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.

“Dengan ancaman pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak lima miliar rupiah,” ujarnya.

Kedua yakni, Pasal 82 Ayat (1) Jo. Pasal 76 e UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU No. 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.

“Dengan ancaman pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak lima miliar rupiah,” tambahnya.

Ketiga yakni, Pasal 6 huruf c UU No. 12 tahun 2022 tentang Kekerasan Seksual dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun dan atau pidana denda paling banyak tiga ratus juta rupiah.

Keempat, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 10 jo Pasal 17 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit seratus dua puluh juta rupiah dan paling banyak enam ratus juta rupiah.

Raka mengakui bahwa tersangka Fani sebelumnya telah menjalani penahanan sejak tanggal 24 Maret 2025 dan telah mengalami beberapa kali perpanjangan penahanan sesuai prosedur hukum.

“Setelah penyerahan tahap II hari ini, tersangka kembali ditahan oleh JPU di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas III Kupang untuk masa penahanan 20 hari, terhitung sejak 12 Juni 2025 hingga 1 Juli 2025,” terangnya.

Komitmen Penegakan Hukum

Kejati NTT dan Kejari Kota Kupang berkomitmen penuh untuk menangani perkara ini secara objektif, profesional, dan transparan.

Keterlibatan dalam memfasilitasi kekerasan seksual terhadap anak dan dugaan perdagangan orang menunjukkan bentuk kejahatan serius yang tidak hanya melukai korban secara fisik dan psikis, tetapi juga merusak tatanan sosial dan nilai kemanusiaan.

Kejaksaan memastikan bahwa proses hukum berjalan tegas dan adil untuk menegakkan keadilan bagi korban serta memberi efek jera kepada pelaku, kata Raka.

Oleh sebab itu, pihaknya mengajak masyarakat untuk lebih waspada dan aktif mencegah terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), terutama dengan meningkatkan pengawasan terhadap anak-anak dan mendorong pelaporan setiap indikasi eksploitasi.

“Perlindungan terhadap anak dan pencegahan TPPO adalah tanggung jawab bersama demi masa depan generasi yang lebih aman, bermartabat, dan bebas dari kekerasan,” tutupnya.

TERKINI
BACA JUGA
spot_img
spot_img