Kisruh Geotermal Mataloko: Pengusaha Lokal Segel Lokasi Proyek

Adalah CV Arta Kencana Aimere dan PT. Pesona Permai Indah yang menuntut agar kontraktor proyek, PT Citra Bangun Nusantara (CBN), segera menyelesaikan kewajiban pembayaran yang hingga kini masih tertunggak.

Bajawa, Ekorantt.com Dua perusahaan lokal di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, mengambil langkah tegas dengan menyegel lokasi proyek Geotermal Mataloko.

Aksi ini merupakan bentuk protes karena pembayaran utang atas material dan alat berat yang digunakan dalam proyek belum juga dilunasi setelah satu tahun berlalu.

Adalah CV Arta Kencana Aimere dan PT. Pesona Permai Indah yang menuntut agar kontraktor proyek, PT Citra Bangun Nusantara (CBN), segera menyelesaikan kewajiban pembayaran yang hingga kini masih tertunggak.

Willibadus Dewa, perwakilan dari CV Arta Kencana Aimere menegaskan, aksi ini adalah pilihan terakhir setelah berbagai upaya penyelesaian sebelumnya tidak membuahkan hasil.

“Kita kesal sudah satu tahun tapi utang kita belum juga dibayar, ini program nasional tapi pengelolaan tidak profesional,” katanya.

Menurut Willibadus, total utang yang belum dibayarkan oleh CBN kepada perusahaannya mencapai lebih dari Rp500 juta.

Ia mengaku telah berulang kali melakukan penagihan, termasuk melalui jalur somasi dan mediasi di Polsek Golewa.

Dalam proses mediasi, pihak CBN sempat berjanji melunasi utang dalam enam kali cicilan. Namun, realisasinya tak kunjung terlaksana sesuai kesepakatan.

“Ini kontrak mereka dengan PLN tinggal tiga bulan, kalau kontrak selesai siapa yang mau bertanggung jawab,” ujar Willibadus dengan nada kesal.

Senada dengan Willibadus, Kristoforus Robertus Ria dari PT. Pesona Permai Indah mengungkapkan kekecewaan yang sama.

Ia menyebut total utang yang ditanggung PT Tirta Mas Berkat Makmur (TBM) kepada perusahaannya melebihi Rp1 miliar.

“Ini utang material dan alat berat, salah satu material kami digunakan untuk pembangunan akses road menuju lokasi Geotermal,” kata dia.

Robertus menjelaskan bahwa pihaknya bahkan telah mengadukan persoalan ini ke DPRD Ngada pada Mei 2025. Namun, hingga kini belum ada tanggapan yang jelas.

“Namun usai pengaduan itu, tidak ada sikap baik dari pihak CBN untuk membayar utang itu,” ungkapnya.

Ia mengkritik manuver perusahaan yang dinilai sengaja mengganti penanggung jawab proyek setiap kali dilakukan penagihan.

“Kami segel terus sampai ada etika baik pihak perusahaan untuk segera bayar utang kami, apalagi nilai cukup besar begini,” tegas Robertus.

Cermin Pengelolaan yang Tidak Profesional

Menanggapi aksi tersebut, Ketua GMNI Cabang Ngada, Bonevantura Goan, menilai bahwa keterlambatan pembayaran kepada pengusaha lokal mencerminkan lemahnya pengelolaan proyek secara keseluruhan.

“Ini contoh kecil dari pengelolaan perusahaan yang tidak profesional, kita juga mendapatkan banyak laporan termaksud pemberhentian karyawan semena-mena,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa karena proyek ini berada dalam kontrak dengan PLN, kelalaian dalam penyelesaian masalah ini bisa berdampak buruk pada reputasi perusahaan.

“Kita mendesak perusahaan segera panggil pihak TBM dan segera bayar hak pengusaha lokal, di kontrak oleh PLN tapi tidak profesional,” tegasnya.

Terpisah, Project Manager PT Tirta Mas Berkat Makmur (TBN), Prabadi Prayoga menjelaskan, utang yang dipersoalkan merupakan tanggung jawab PT Citra Bangun Nusantara (CBN), yang sebelumnya menjadi mitra dalam kerja sama operasional (KSO) proyek tersebut.

“Memang kita kerja sama operasional (KSO) tapi tidak semua utang kita selesaikan, harus menunggu klarifikasi perusahaan CBN,” jelas Prabadi.

Prabadi, yang akrab disapa Yoga, membenarkan bahwa utang kepada CV Arta Kencana Aimere berdasarkan perjanjian memang mencapai lebih dari Rp500 juta.

“Tapi pembayaran akan dilakukan secara cicil, kalau Arta Kencana Aimere kita siap selesaikan,” ujarnya.

Namun untuk utang kepada PT. Pesona Permai Indah, Yoga menyatakan, pihaknya masih menunggu klarifikasi lanjutan dari CBN, karena adanya perbedaan data terkait jumlah yang harus dibayar.

Menurutnya, CBN telah menyampaikan bahwa PT. Pesona Permai Indah sudah melakukan penyitaan terhadap aset dan barang milik mereka senilai lebih dari Rp1 miliar.

“Saya juga sudah mengusulkan pihak Pesona Permai Indah untuk melakukan upaya hukum, jika merasa dirugikan,” katanya.

Dua perwakilan pengusaha lokal saat melakukan penyegelan salah satu lokasi geotermal Mataloko (Foto: Belmin Radho/ Ekora NTT)

Penolakan

Hingga kini proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Mataloko, Kabupaten Ngada masih dalam proses pengerjaan fasilitas wellpad, akses road, dan pekerjaan pemasangan pipa. Meski begitu, proyek terus menuai sorotan. Aktivis dari Aliansi Terlibat Bersama Korban Geotermal Flores (Alter KGF), Antonius Anu, menyuarakan kekhawatiran serius terhadap dampak proyek geotermal terhadap lingkungan dan ruang hidup warga.

Dalam orasinya saat aksi unjuk rasa yang digelar di Bajawa pada Rabu, 12 Maret 2025 lalu, Antonius menyebut proyek ini berpotensi merusak sejumlah fasilitas penting di sekitar wilayah eksplorasi.

“Apalagi, dengan luas wilayah eksplorasi yang mencapai 996,6 hektare, Mataloko akan terancam secara keseluruhan,” tegas Antonius.

Ia menilai bahwa proyek ini tidak hanya berdampak bagi masyarakat Mataloko, tetapi juga mengancam kehidupan warga di sejumlah kecamatan lain, seperti Golewa, Golewa Selatan, dan Jerebu’u.

Dalam pernyataannya, Antonius bahkan menyebut proyek ini sebagai “proyek predator” karena dinilai mencemari dan merusak lingkungan serta tempat tinggal masyarakat sekitar.

Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena menyatakan, proyek geotermal Mataloko harus benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat setempat, tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan.

“Kami ini maunya masyarakat dengan proyek ini tetap dapat manfaat, tidak ada hal-hal yang merusak lingkungan, CSR-nya jelas, bagi hasilnya juga harus bagus dan teknis pengeboran juga bagus,” kata Melki melalui akun Facebook-nya ‘Melki Laka Lena’, usai melakukan kunjungan ke lokasi geotermal di Desa Ulubelu, Mataloko, pada Selasa, 15 Juli 2025 lalu.

Ia menekankan pentingnya penggunaan teknologi terbaik dalam proyek ini.

Ia meminta agar PLN sebagai pelaksana proyek memastikan semua proses dilakukan secara bertanggung jawab dan menyelesaikan berbagai persoalan yang telah mencuat di tengah masyarakat.

“Berbagai catatan buruk dan sorotan terkait proyek geotermal di Mataloko ini perlu diselesaikan secara baik,” tambahnya.

Proyek geotermal sendiri mulai dikerjakan di Mataloko sejak 1998. Semula, pengeboran terjadi di Ratogesa. Namun, hal itu gagal hingga memunculkan lubang-lubang lumpur panas yang bikin lingkungan sekitar tercemar dan rusak.

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA