Refleksi Bupati Ende di HUT ke-80 Kemerdekaan Indonesia: Masyarakat Masih Sakit

“Apabila kita ingin refleksi 80 tahun kemerdekaan RI di Kabupaten Ende, maka kita harus mengakui bahwa masyarakat Kabupaten Ende secara batin, pikiran, dan fisik masih sakit atau belum merdeka," kata Yosef dalam acara HUT ke-80 Republik Indonesia di Lapangan Pancasila Ende pada Minggu, 17 Agustus 2025.

Ende, Ekorantt.com – Bupati Yosef Benediktus Badeoda memiliki refleksi khusus di Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia. Baginya, masyarakat Ende masih sakit alias belum sepenuhnya merdeka.

“Apabila kita ingin refleksi 80 tahun kemerdekaan RI di Kabupaten Ende, maka kita harus mengakui bahwa masyarakat Kabupaten Ende secara batin, pikiran, dan fisik masih sakit atau belum merdeka,” kata Yosef dalam acara HUT ke-80 Republik Indonesia di Lapangan Pancasila Ende pada Minggu, 17 Agustus 2025.

Secara batin, kata dia, toleransi antarwarga masih belum Pancasilais meski begitu banyak orang bangga dengan Ende sebagai kota rahimnya Pancasila.

Yosef menjelaskan, toleransi Pancasila berarti memberikan ruang hidup dan memberi tempat bagi semua keyakinan untuk tampil secara autentik, tanpa rasa takut atau bersalah.

Melalui peringatan kemerdekaan, Yosef mengingatkan bahwa keberagaman hanya akan tumbuh sehat jika setiap ekspresi, setiap nama, setiap simbol bisa tampil dengan percaya diri.

“Apabila kita masih belum menerimanya, maka yang sakit adalah batin kita yang belum sembuh atau belum merdeka,” tandasnya.

Sementara sakit pikiran dikarenakan masih banyak yang terjebak dengan pola pikir miskin meskipun setiap tahun pemerintah pusat mengucurkan dana sebesar Rp1,3 triliun.

“Banyak orang hidup miskin bukan karena tidak punya uang tapi karena mereka memilik cara berpikir miskin,” kaya Yosef.

“Mereka terbiasa dengan pola pikir asal cukup untuk hidup hari ini, tanpa memikirkan masa depan,” tambah dia.

Masyarakat juga masih beranggapan bahwa miskin itu adalah takdir, sehingga tidak memiliki jiwa juang yang tinggi.

“Kita masih memiliki semangat juang yang miskin, kita selalu percaya kalau miskin itu adalah takdir,” ujar Yosef.

Ia menyoroti arah pembangunan di setiap desa masih berorientasi pada pembangunan fisik yang tidak produktif seperti membangun taman tanpa dirawat atau pagar desa tanpa fungsi ekonomi.

“Tidak ada perencanaan jangka panjang. Akhirnya, dana habis, manfaat nihil, kemiskinan tetap ada.”

Uang hanya alat, kata Yosef. Tanpa manajemen yang rapi maka uang menjadi racun yang mempercepat kehancuran. Karena itu ia menyarankan agar struktur pemerintahan dan masyarakat mesti merevolusi pola pikir.

“Kita harus melatih manajemen finansial dari rumah tangga hingga pemerintahan desa, sehingga uang tunai yang diberikan tidak lagi menjadi bencana, tapi menjadi bahan bakar transformasi yang baik,” ujarnya.

Sakit fisik, kata Yosef, terjadi karena beberapa tahun terakhir politik anggaran tidak berpihak kepada masyarakat.

“Kita masih mendengar nyanyian sedih masyarakat yang tidak punya akses jalan dan listrik,” sambungnya.

Mengacu data statistik, lanjutnya, Kabupaten Ende masih tergolong daerah 3T (tertinggal, terluar, terdepan). Sementara di tingkat Provinsi NTT, Ende termasuk dalam 10 daerah termiskin dengan tingkat kemiskinan sebesar 22,7 persen.

“Dari sisi pembangunan Ende kalah jauh dari kabupaten-kabupaten lain yang baru saja terbentuk,” ujarnya.

Menurutnya, keuangan daerah merupakan fondasi penting bagi pelaksanaan pemerintahan daerah. Pengelolaan keuangan yang efektif dan efisien tidak hanya mendukung pembangunan daerah, tetapi juga memastikan optimalisasi pelayanan publik.

Oleh karena itu, ia mengajak seluruh masyarakat untuk bangkit dan melakukan perubahan dan perbaikan di semua sektor kehidupan.

TERKINI
BACA JUGA
spot_img
spot_img