Ende, Ekorantt.com – Gabungan aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus (PMKRI, GMNI, IMM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Uniflor Ende melakukan aksi demonstrasi pada Kamis, 4 September 2025. Mereka berunjuk rasa di dua lokasi yakni kantor DPRD dan kantor Bupati Ende.
Para mahasiswa menyoroti kebijakan Bupati Ende Yosef Benediktus Badeoda terkait pembentukan Tim Percepatan Pembangunan Daerah (TP2D).
Bagi mereka, pembentukan TP2D dinilai keliru karena bertentangan dengan Inpres Nomor 1 tahun 2025 tentang efisiensi anggaran. Anggaran yang ada lebih baik dipakai untuk kegiatan-kegiatan yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat.
“Kami aliansi mahasiswa tidak ingin ada jabatan struktur di tubuh pemerintah yang berdampak pada penggelembungan. Kami meminta kepada Bupati Ende untuk membubarkan TP2D,” demikian pernyataan Ketua PMKRI Cabang Ende Marselino Erlen Leu saat berorasi di Kantor DPRD Ende.
Lebih lanjut, kata Erlen, keberadaan TP2D justru mengesampingkan peran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang dinilai kompeten di bidangnya.
Bagi dia, tim ini diisi oleh orang-orang yang tidak kompeten dan tidak punya keahlian.
“Para kepala dinas punya kemampuan dan sudah diatur oleh regulasi, tapi Pak Bupati tidak percaya mereka. Pak Bupati lebih percaya mereka yang tidak punya keahlian dan kemampuan,” terangnya.
Erlen juga menyoroti wacana pemerintah untuk menaikkan tarif rekening air Perumda Ende. Hal ini tidak layak di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang tidak baik-baik saja.
“Kita meminta Pemerintah Kabupaten Ende untuk segera membatalkan rencana kenaikan tarif Perumda Ende,” desak Erlen.
Ketua DPRD Kabupaten Ende Fransiskus Taso mengapresiasi tuntutan mahasiswa Cipayung Plus. DPRD, kata dia, berkomitmen untuk memperjuangkan aspirasi yang disampaikan mahasiswa.
“Kami siap mengawali seluruh tuntutan dan seluruh aspirasi yang disampaikan,” ujarnya.
Lembaga DPRD siap untuk dikritik apabila tidak menjalankan fungsi sebagai wakil rakyat, kata Feri.
Terpisah, Bupati Yosef mengklaim tim TP2D dibutuhkan dalam rangka menyukseskan program yang ia canangkan. Tim ini diklaim objektif saat menelaah setiap persoalan yang terjadi di Kabupaten Ende.
“Saya butuh orang yang bisa menilai lebih objektif, misalnya TP2D Alex Johan, dia tahu persis tentang tata ruang, tidak ada orang yang lebih hebat dari dia,” kata Bupati Yosef kepada aktivis mahasiswa yang melakukan unjuk rasa di Kantor Bupati Ende.
“Kalau TP2D itu kewenangan bupati, dan bupati perlu mengangkat orang yang bisa membantu,” tambahnya.
Bupati Yosef bilang TP2D tidak diberikan gaji tapi berupa biaya operasional sebesar Rp300 juta per tahun.
“Itu pun dibebankan kepada Bappeda. Mereka itu tidak punya gaji hanya operasional,” ujarnya.
Tuntutan
Aktivis mahasiswa menyampaikan sejumlah tuntutan; pertama, mendesak Pemerintah Kabupaten Ende menghentikan sementara program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Kedua, mendesak Pemerintah Kabupaten Ende untuk segera mengevaluasi secara transparan anggaran yang sudah digelontorkan untuk program MBG.
Ketiga, mencabut surat persetujuan prinsip izin pembangunan dengan nomor BU.269/PUPR.07/256/IV/2020 terkait eksplorasi dan eksploitasi panas bumi di wilayah Kabupaten Ende.
Keempat, mendesak Bupati Ende, untuk menyatakan sikap penolakan terhadap proyek panas bumi.
Kelima, mendesak Bupati Ende untuk membatalkan wacana kenaikan tarif rekening air PDAM.
Keenam, mendesak pemerintah dan DPRD agar mengoptimalkan pengelolaan keuangan daerah demi kesejahteraan masyarakat.
Ketujuh, mendesak pemerintah untuk membatalkan alih fungsi Pasar Potulando.
Kedelapan, mendesak Bupati Ende untuk membubarkan Tim Percepatan Pembangunan Daerah (TP2D)
Kesembilan, mengecam intervensi pemerintah terhadap Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) atas larangan siaran langsung saat aksi demonstrasi.
Kesepuluh, mendesak Pemerintah Kabupaten Ende agar segera menyelesaikan masalah sampah.
Kesebelas, mendesak Presiden untuk merealisasikan janji kampanye tentang pendidikan gratis dan kesehatan gratis.
Kedua belas, mendesak pemerintah memfungsikan area dan los Pasar Mbongawangi untuk para pedagang.
Ketiga belas, mendesak pemerintah untuk membangun fasilitas dagang di Ende.
Keempat belas, mendesak pemerintah dan DPRD untuk meninjau kembali SK 357 dari Menteri Kehutanan dan Kelautan yang merugikan masyarakat di tujuh kelurahan di Ende.
Kelima belas, mendesak pemerintah dan DPRD untuk memperbaiki infrastruktur jalan dan jembatan di 21 kecamatan.
Keenam belas, mendorong pemerintah untuk mengambil langkah pencegahan terhadap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).