Kasus HIV/AIDS di Sikka Tembus 1.225, Pemerintah Genjot Penanggulangan Menuju “Sikka Bebas AIDS 2030”

Dari sisi kebijakan, Pemerintah Kabupaten Sikka telah menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2016 tentang Penanggulangan HIV/AIDS.

Maumere, Ekorantt.com – Kasus HIV dan AIDS di Kabupaten Sikka terus meningkat. Data kumulatif sejak 2003 hingga 2025 mencapai 1.225 kasus, dengan rincian HIV sebanyak 368 kasus dan AIDS 857 kasus.

Angka kematian akibat penyakit tersebut tercatat 260 orang. Kasus HIV/AIDS juga telah ditemukan di seluruh kecamatan, menyerang semua kelompok umur, dan hampir seluruh profesi masyarakat terdampak.

Berdasarkan faktor risiko, penularan melalui hubungan heteroseksual mendominasi dengan 1.012 kasus, disusul homoseksual 135 kasus, perinatal 51 kasus, tidak diketahui 23 kasus, dan penasun 4 kasus.

Sementara itu, temuan kasus baru pada Januari–Juli 2025 mencapai 35 kasus. Dari total 1.225 kasus, tercatat 652 orang masih aktif mengonsumsi ARV dan 304 orang menjalani tes viral load dengan hasil virus tidak terdeteksi. Adapun jumlah pasien yang mangkir pengobatan (lost to follow up) mencapai 96 orang.

Data tersebut disampaikan Wakil Bupati Sikka, Simon Subandi Supriadi, selaku Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Kabupaten Sikka, dalam konferensi pers pada Kamis, 27 November 2025 di Kantor Bupati Sikka. Ia hadir bersama Kadis Kominfo Very Awales serta jajaran KPAD Sikka.

Simon menjelaskan, pemerintah terus memperkuat layanan untuk mewujudkan target “Sikka Bebas AIDS 2030.” Pemerintah telah menyiapkan fasilitas layanan tes HIV di Klinik VCT puskesmas, Klinik CST di RSUD Maumere, serta tenaga medis terlatih.

“Setelah fasilitas disiapkan, kita mendorong masyarakat untuk memanfaatkan atau mengakses layanan dimaksud,” ujar Simon.

Ia memaparkan, penanggulangan HIV/AIDS di Sikka dilakukan melalui Program Suluh, Temukan, Obati, Pertahankan (STOP). Suluh adalah edukasi untuk mengubah cara pandang masyarakat bahwa HIV merupakan penyakit kronis yang dapat dikelola. Temukan berarti memastikan masyarakat mengetahui statusnya melalui pemeriksaan. Obati merupakan tindak lanjut pengobatan setelah diagnosis ditegakkan. Sementara Pertahankan menekankan komitmen pasien menjalani pengobatan seumur hidup.

Simon menegaskan, pemerintah berkomitmen mencapai target Three Zeroes.

“Yang ditandai dengan, tidak ditemukan kasus HIV baru pada bayi di Sikka, karena orang tuanya yang terinfeksi HIV sudah diobati. Tidak ada lagi stigma dan diskriminasi terhadap ODHIV. Tidak ada lagi kasus kematian karena AIDS,” ujarnya.

Dari sisi kebijakan, Pemerintah Kabupaten Sikka telah menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2016 tentang Penanggulangan HIV/AIDS. Pada sisi pendanaan, pemerintah mengalokasikan anggaran setiap tahun, yaitu Rp500 juta pada 2020–2023 dan Rp400 juta pada 2024–2025.

Pemerintah juga menyiapkan sarana, kantor sekretariat, serta program kerja pendukung.

“Ada dokter, perawat di rumah sakit dan puskesmas. Tenaga penyuluh di desa dan kelurahan. Ada 87 Kelompok Warga Peduli AIDS (WPA) di desa dan kelurahan. Namun banyak yang mati suri,” tegas Simon.

Ke depan, pemerintah daerah akan mendekatkan layanan dengan membentuk tiga puskesmas CST, memanfaatkan dana desa untuk membiayai penanggulangan AIDS, tuberkulosis, dan malaria sesuai SE Bupati Sikka tertanggal 7 Oktober 2025, serta membentuk kembali organisasi WPA di desa/kelurahan.

Pemerintah juga mendorong masyarakat melakukan tes HIV secara lebih dini dan memperluas kerja sama dengan dunia usaha, akademisi, dan media.

Selain itu, ODHA yang putus obat akan dicari untuk kembali melanjutkan pengobatan. Pemerintah juga menyiapkan regulasi tambahan untuk memperkuat jejaring penanggulangan AIDS di Kabupaten Sikka.

TERKINI
BACA JUGA
spot_img
spot_img