Film ‘Barang Panas’ Tayang Perdana, Uji Teori Energi Panas Bumi Ramah Lingkungan

Ruteng, Ekorantt.com – Film dokumenter bertajuk ‘Barang Panas’ tentang Proyek strategis nasional listrik geotermal ditayangkan secara perdana dan serentak di 14 lokasi seluruh Indonesia pada Minggu, 17 Desember 2023.

Film terbaru ini merupakan karya empat jurnalis yang melakukan perjalanan keliling Indonesia lewat Ekspedisi Indonesia Baru. Keempatnya antara lain; Farid Gaban, Dandhy Laksono, Yusuf Priambodo dan Benaya Harobu.

“Film ini merekam dan menguji energi panas bumi yang teorinya ramah lingkungan, dalam praktik di lapangan,” kata Benaya Harobu, sutradara film ‘Barang Panas’.

Warga dan berbagai komunitas seperti di Jakarta, Yogyakarta, Malang, Flores, Halmahera, Jawa Tengah, Banten, dan Sumatera Utara, menjadi penonton pertama film tersebut.

Di Flores, misalnya, film ‘Barang Panas’ ditonton perdana oleh warga Wae Sano dan Poco Leok, dua wilayah yang terdampak proyek geotermal.

“Kami tertarik menggarap topik ini setelah mendengar pemerintah menetapkan Flores sebagai Pulau Geotermal,” kata Farid Gaban sebagai tim riset untuk film ‘Barang Panas’.

Kata farid, Indonesia punya cadangan energi panas bumi (geotermal) terbesar di dunia. Sekitar 40 persen cadangan geotermal di bumi yang ada di Indonesia.

Film ‘Barang Panas’ Tayang Perdana, Uji Teori Energi Panas Bumi Ramah Lingkungan 1
Warga Poco Leok sedang asyik menonton film ‘Barang Panas’ pada Minggu, 17 Desember 2023 malam (Foto: Adeputra Moses/ Ekora NTT)

Sumber energi ini dianggap merupakan kunci penting transisi menuju energi bersih dan terbarukan dan menggantikan energi kotor seperti batu bara.

Lalu, cadangan geotermal Indonesia tersebar di 312 lokasi yang umumnya ada di hutan lindung dan dekat permukiman warga.

Kemudian salah satu pulau yang akan dieksploitasi secara agresif adalah Flores. Pemerintah menyebut sebagai ‘Geothermal Island’ dengan sebanyak 21 titik eksplorasi.

Di samping lebih bersih ketimbang batubara, panas bumi juga dianggap lebih stabil menghasilkan listrik, ketimbang angin dan matahari. Tapi, bukan tanpa masalah.

“Kami juga ingin mengungkap alasan mengapa banyak proyek geotermal ditolak oleh warga sekitar,” kata Yusuf Priambodo sebagai videografer dan anggota tim Ekspedisi Indonesia Baru.

Melalui akun media sosialnya, sutradara film ‘Sexy Killers’ Dandhy Laksono menyatakan, sepanjang syuting film ini, ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa bagaimana pun, energi geotermal tetap lebih baik dari batu bara.

“Tapi semakin berjalan dan melihat di banyak lokasi, makin sulit untuk meyakinkan diri saya sendiri,” ungkapnya.

Vinsensia Dindung, seorang warga Poco Leok mengaku merasa sedih setelah menonton film tersebut karena melihat kembali perjuangan mereka selama penolakan geotermal.

“Kami tolak memang geotermal. Karena kami hidup dari tanah. (Weri tete, muku, kopi (tanam ubi, pisang, dan kopi),” ungkapnya.

Semua tanaman yang tumbuh di tanah, kata dia, merupakan nyawa dan hidup mereka ke depan, terutama bagi anak dan cucu.

Vinsensia mengaku khawatir setelah menonton langsung daya rusak tambang panas bumi di Mataloko dan di Sorik Marapi, Mandailing Natal yang telah menelan korban jiwa akibat terpapar H2S.

“Kami tetap konsisten menolak geotermal,” tegasnya.

TERKINI
BACA JUGA