Pintu Transit di Gedung DPRD NTT, Transparansi Dipertanyakan

Kini, masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi atau keluhan kepada wakil rakyat harus terlebih dahulu melapor kepada petugas keamanan.

Kupang, Ekorantt.com — Wajah Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami perubahan sejak awal Mei 2025. Sebuah pintu tambahan dipasang di belakang pintu utama gedung sebagai pintu transit menuju ruang komisi dan ruang fraksi.

Kebijakan ini menuai sorotan tajam dari masyarakat, jurnalis, dan kalangan akademisi. Mereka menilai pemasangan pintu baru sebagai bentuk pembatasan akses publik yang selama ini terbuka dan inklusif. Akibatnya, transparansi lembaga legislatif pun dipertanyakan.

Kini, masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi atau keluhan kepada wakil rakyat harus terlebih dahulu melapor kepada petugas keamanan.

Prosedur yang sama juga diberlakukan bagi jurnalis yang hendak mewawancarai anggota dewan atau meliput jalannya rapat.

Substansi “Rumah Rakyat” Hilang

Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Mikael Raja Muda Bataona menilai, kebijakan pintu transit telah menghilangkan substansi DPRD sebagai “rumah rakyat”.

“Pimpinan DPRD, pimpinan fraksi, dan seluruh anggota dewan harus menyadari bahwa DPRD adalah rumah rakyat. Artinya, tempat ini harus terbuka, inklusif, dan siap menerima siapa pun, termasuk jurnalis dan masyarakat umum,” ujarnya kepada Ekora NTT di Kupang, Rabu, 4 Juni 2025.

Menurutnya, meski pengaturan kunjungan diperlukan, pembatasan akses yang berlebihan justru berisiko mengaburkan makna representasi rakyat yang melekat pada DPRD.

“DPRD harus menjadi rumah tanpa diskriminasi. Karena lembaga ini merefleksikan gagasan kedaulatan rakyat,” ujarnya.

“Pembatasan terhadap jurnalis dan publik bisa mengikis makna itu. Maka, perlu solusi terbaik agar transparansi tetap terjaga.”

Mikael juga menyoroti pentingnya keberadaan pers sebagai mitra strategis DPRD dalam menjalankan fungsi kontrol sosial.

Ia menyebut pers sebagai pilar keempat demokrasi yang memiliki peran setara dengan lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

“Tanpa pers yang menjalankan fungsi pengawasan, pembangunan dan akuntabilitas di NTT akan sulit tercapai. Pers membantu DPRD menjadi lembaga yang lebih berkualitas,” katanya.

Mikael menekankan, kerja-kerja DPRD dalam ruang komisi dan rapat lainnya harus tetap dapat diliput oleh jurnalis sebagai bentuk transparansi publik.

“Pimpinan DPRD, komisi, dan fraksi perlu mencari alternatif terbaik agar jurnalis dan masyarakat tetap merasa nyaman dan diterima di gedung ini, sebagai rumah rakyat.”

Mikael berharap agar aspirasi jurnalis dan masyarakat dapat didengar oleh DPRD. Ia menegaskan bahwa DPRD dan pers sama-sama menjalankan tugas mulia sebagai “penjaga kekuasaan” (watchdog power).

“Keduanya bertugas memastikan kekuasaan dijalankan secara transparan, akuntabel, dan bertanggung jawab. Maka, penting untuk menjaga kepercayaan, kredibilitas, dan legitimasi publik terhadap DPRD,” tutupnya.

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA