Larantuka, Ekorantt.com – Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Emanuel Melkiades Laka Lena, menyampaikan sejumlah strategi konkret yang tengah ditempuh Pemerintah Provinsi NTT untuk menekan praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) serta memberantas migrasi pekerja migran Indonesia (PMI) secara non-prosedural.
Salah satu langkah utama yang ditekankan adalah penerapan moratorium pengiriman tenaga kerja untuk sektor-sektor rentan, seperti Pekerja Rumah Tangga (PRT), hingga para calon PMI benar-benar dibekali pelatihan serta peningkatan kompetensi yang memadai.
“Kami tetap berkomitmen menekan angka PMI non-prosedural, terutama di sektor rawan eksploitasi. Fokus kami adalah meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan agar mereka siap menghadapi dunia kerja secara legal dan bermartabat,” ujar Melki saat memberikan sambutan pada Pertemuan Pastoral XII Regio Gerejawi Nusa Tenggara (Nusra) di Gedung OMK Keuskupan Larantuka, Rabu, 2 Juli 2025.
Selain pelatihan, Melki juga menyoroti pentingnya mengaktifkan kembali Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) di kabupaten/kota se-NTT. Dari empat LTSA yang pernah dibentuk, yakni di Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Sikka, dan Sumba Barat Daya—hanya satu yang masih berfungsi, yakni di Kota Kupang.
“Reaktivasi LTSA ini mendesak. Kami ingin memastikan masyarakat pencari kerja mendapat akses informasi yang jelas dan layanan migrasi yang mudah dijangkau,” tegasnya.
Guna memperkuat fondasi migrasi legal, Pemprov NTT juga menggandeng Kementerian Ketenagakerjaan serta berbagai mitra pelatihan, seperti Balai Latihan Kerja (BLK), BLK Komunitas (BLKK), dan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) swasta, baik dalam maupun luar negeri. Sinergi ini dimaksudkan untuk memperluas kesempatan pelatihan bagi masyarakat NTT yang bercita-cita bekerja di luar negeri.
Untuk aspek pengawasan dan pencegahan, Melki menjelaskan bahwa Gugus Tugas TPPO kini telah dibentuk hingga ke tingkat desa, khususnya di wilayah-wilayah yang dikenal sebagai kantong PMI. Gugus tugas ini melibatkan tokoh masyarakat, aparat desa, tokoh adat, dan kelompok perempuan dalam rangka memperkuat kesadaran warga serta mencegah eksploitasi.
“Kami juga telah meluncurkan Sistem Saling Jaga (SI-SAGA), yang memfasilitasi pelaporan dugaan TPPO atau migrasi ilegal. Laporan bisa disampaikan melalui hotline 08113910910. Identitas pelapor dijamin aman, dan baik pelapor maupun korban akan mendapatkan perlindungan penuh,” tambahnya.
Lebih jauh, Pemprov NTT membangun kerja sama antardaerah dengan provinsi-provinsi yang menjadi jalur migrasi seperti Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Utara. Tujuannya adalah menciptakan ekosistem migrasi tenaga kerja yang sah, terpantau, dan berkelanjutan.
“Strategi kami dibagi dalam kerangka jangka pendek, menengah, dan panjang. Semua proses ini akan kami pantau melalui forum akuntabilitas publik lintas instansi,” jelas Melki.
Ia pun mengajak semua elemen masyarakat, termasuk para Uskup se-Regio Nusra, untuk turut serta dalam upaya bersama membenahi sistem migrasi tenaga kerja dari NTT.
“Kita harus hentikan stigma bahwa NTT adalah daerah darurat perdagangan orang. Saatnya NTT dikenal sebagai lumbung tenaga kerja unggulan legal, kompeten, dan dihormati di mana pun mereka berada,” pungkasnya.