Warga Poco Leok Sambut Gubernur NTT dengan Aksi ‘Jaga Kampung’

Ia menyatakan keinginannya berdialog langsung dengan masyarakat. Menurutnya, pemimpin tidak boleh menghindar dari persoalan.

Ruteng, Ekorantt.com – Kunjungan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Melki Laka Lena ke Poco Leok, Kabupaten Manggarai, Rabu, 16 Juli 2025, disambut aksi demonstrasi warga yang menolak proyek panas bumi PLTP Ulumbu Unit 5 dan 6. Aksi tersebut merupakan bentuk protes masyarakat adat terhadap proyek yang dinilai mengancam ruang hidup mereka.

Melki tiba di Poco Leok sekitar pukul 16.57 Wita, usai memimpin rapat kerja bersama jajaran Pemerintah Kabupaten Manggarai.

Ia datang didampingi sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi NTT, di antaranya Asisten II Rita Wisang yang juga Ketua Satuan Tugas Penanganan Geotermal NTT, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sony Libing, serta Kepala Badan Aset dan Pendapatan Daerah Alex Lumba.

Kehadiran Melki di Poco Leok merupakan bagian dari agenda kunjungan kerjanya di wilayah Manggarai.

Ia menyatakan keinginannya berdialog langsung dengan masyarakat. Menurutnya, pemimpin tidak boleh menghindar dari persoalan.

“Apapun kejadiannya, kita tidak boleh meninggalkan masalah,” ungkap Melki dalam rapat kerja tersebut.

Namun, setibanya di Poco Leok, rombongan gubernur dihadang aksi demonstrasi warga yang menolak proyek pengembangan panas bumi.

Barisan perempuan berada di garda depan aksi, membawa sejumlah poster dengan berbagai tuntutan. Salah satu poster bertuliskan, “Warga adat bukan penjahat stop kriminalisasi.” Poster lainnya menuntut, “Bubarkan tim uji petik Gubernur NTT.”

Aksi itu merupakan respons atas laporan tim satuan tugas yang dibentuk gubernur dan dipresentasikan dalam Rapat Koordinasi Uji Petik di Hotel Harper, Kota Kupang, pada 4 Juli lalu.

Masyarakat menganggap laporan tersebut tidak merepresentasikan aspirasi dan kekhawatiran warga setempat.

Proyek PLTP Ulumbu Unit 5 dan 6 sendiri merupakan bagian dari investasi energi bersih senilai sekitar 150 juta euro.

Dana tersebut berasal dari Bank Pembangunan Jerman, KfW, dan proyek dijalankan oleh PT PLN Unit Induk Pembangunan Nusa Tenggara.

Proyek ini menargetkan tambahan daya 2×20 megawatt, naik signifikan dari kapasitas awal sebesar 10 megawatt yang telah beroperasi sejak 2012.

Namun, warga meminta seluruh proses proyek dihentikan, termasuk sosialisasi dan pengadaan lahan, hingga ada jaminan terhadap perlindungan hak-hak masyarakat adat.

Penolakan masyarakat Poco Leok bukan tanpa dasar. Mereka menilai proyek panas bumi mengancam keberlanjutan tanah adat, air, serta kehidupan sosial budaya mereka.

“Kami menolak bukan karena kebencian, tapi karena cinta pada tanah, air, dan kehidupan kami,” tegas Maria Suryanti Jun, perempuan adat Poco Leok dalam siaran pers pada 11 Juli lalu.

Ia menambahkan, perempuan dan anak-anak paling merasakan dampak dari proyek tersebut.

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA