Kupang, Ekorantt.com – Siang itu, Rabu, 8 Agustus 2025, terik matahari menyengat langit Lasiana, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang. Cuaca yang cerah tanpa awan terasa begitu panas dan menyengat, seolah memaksa siapa pun untuk enggan keluar rumah jika hanya sekadar menghirup udara segar.
Namun di bawah sebuah gubuk sederhana beratapkan daun lontar dan berdinding seng serta tripleks bekas, suasana justru terasa sejuk. Di sanalah pasangan suami istri Marianus Nale, 55 tahun, dan Rut Pandi, 51 tahun, tampak sibuk menata ratusan lempeng gula merah hasil olahan nira lontar.
Keduanya menerima kunjungan jurnalis Ekora NTT yang datang bersama tim Manajemen KSP Kopdit Pintu Air Cabang Kupang. Kunjungan itu bukan tanpa alasan.
Marianus dan Rut adalah dua dari sekian banyak anggota koperasi yang dinilai sukses mengelola usaha kecil mereka hingga mampu mengubah kehidupan keluarga secara signifikan.
Sekilas, siapa pun yang melihat kediaman Marianus dan Rut mungkin tidak akan menyangka bahwa dari tempat sesederhana itu, lahir empat orang anak yang berhasil meraih pendidikan tinggi.
Dua di antaranya telah menjadi sarjana, sementara dua lainnya masih kuliah di salah satu perguruan tinggi di Kota Kupang.
“Untuk pendidikan anak, lebih baik saya sekolahkan anak daripada saya warisi mereka harta yang membuat mereka berkelahi setelah kami sebagai orang tua dipanggil Tuhan. Simpan mereka ternak, penyakit datang atau orang curi ya selesai,” ujar Marianus.
Bagi Marianus, pendidikan adalah warisan terbaik bagi anak-anaknya. Dan dari gula merah yang mereka produksi bersama Rut setiap hari, impian itu perlahan menjadi nyata.
Perjuangan di Balik Gula Lempeng
Usaha Marianus bermula dari aktivitas sehari-harinya memanjat pohon lontar milik warga setempat. Setiap tahun, ia menyewa 50 pohon lontar dengan biaya Rp1,5 juta untuk satu musim.
Dari pohon-pohon itulah, ia mengambil nira yang kemudian diolah bersama istrinya menjadi gula merah berbentuk lempengan.
“Setiap kali masak dapat menghasilkan 300 sampai 400 lempeng gula merah. Kemudian kami jual dengan harga Rp40 ribu per kilogram,” jelas Marianus.
Rut, sang istri, setia membantu mulai dari proses perebusan hingga pencetakan gula. Keduanya bekerja tanpa kenal lelah, demi memastikan keberlangsungan usaha kecil yang telah menjadi tumpuan hidup keluarga.
Kesuksesan mereka tidak lepas dari dukungan KSP Kopdit Pintu Air. Marianus mengaku sudah beberapa kali meminjam dana dari koperasi, mulai dari Rp3 juta hingga Rp60 juta.
Dana itu digunakan untuk membiayai pendidikan anak-anaknya, membangun rumah permanen di kampung halamannya di Pulau Rote, membeli mobil pikap, dan tentu saja sebagai modal usaha produksi gula merah.
“Terlalu banyak kebaikan yang kami rasakan setelah kami menjadi anggota Pintu Air,” ujar Rut, sambil tersenyum kepada suaminya.

Anggota Teladan
Manajer KSP Kopdit Pintu Air Cabang Kupang, Marselus Lado, menyebut Marianus dan Rut sebagai contoh anggota koperasi yang disiplin dan bertanggung jawab.
“Mereka berdua anggota yang sangat baik. Tertib membayar kewajiban tanpa ditagih oleh petugas. Mereka datang membayar sendiri secara tertib setiap bulan,” tutur Marselus.
Ia mengaku Marianus merupakan anggota aktif di titik kumpul Lasiana A, yang beranggotakan sekitar 60 orang. Marianus selalu hadir dalam rapat bulanan maupun pertemuan kelompok, menunjukkan komitmen dan semangat gotong royong yang tinggi.