Borong, Ekorantt.com – Tenaga kesehatan Belasan dokter dan pengelola kesehatan jiwa tingkat puskesmas di Manggarai Timur ikut pelatihan peningkatan kapasitas yang digelar di Efata-Ruteng, Kabupaten Manggarai pada 13-14 November 2025.
Mereka berasal dari tiga puskesmas, yakni Puskesmas Peot, Borong, dan Kisol.
Program dengan kerja sama antara Ayo Indonesia dan Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur itu menghadirkan psikiater asal Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ende, dr. Theresia Elisabeth Lintang Suminar.
Project Officer Yayasan Ayo Indonesia, Eni Setyowati menjelaskan, kegiatan peningkatan kapasitas ini lebih pada pemahaman teknis tentang kesehatan jiwa. Peserta dapat lebih memahami cara menangani pasien psikiatri atau gangguan jiwa.
Di sisi lain, pihaknya berkeinginan menciptakan lebih banyak aktor yang berperan membantu menangani pasien, utamanya di Manggarai Timur.
“Sejauh ini kerja mereka cukup bagus, tapi yang kita lihat tantangannya adalah masih sangat terbatas sekali tenaga kesehatan memahami kesehatan jiwa,” kata Eni.
Karena itu, perlu menghadirkan psikiater untuk memberikah pemahaman tentang itu.
“Dengan adanya penguatan kapasitas makin sadar pengetahuan semakin bertambah untuk dampak yang baik bagi pasien,” ujar Eni.
Sementara itu, dr. Theresia Elisabeth Lintang Suminar menuturkan, para pengelola dan dokter ini dapat menjadi perpanjangan tangan untuk menangani pasien di puskesmas masing-masing.
“Kita tahu tidak semua pasien bisa ke rumah sakit atau ke psikiater, tapi dengan adanya penguatan ini mereka jadi perpanjang tangan,” tuturnya.
Pasien psikiatri, kata Theresia, terbilang spesial. Sebab secara umum, fisik mereka terlihat baik-baik saja, namun masalahnya adalah ada pada mentalnya.
“Sehingga masih banyak stigma terhadap pasien itu,” jelasnya.
Ia menjelaskan, dampak dari stigma berpengaruh pada keinginan pasien untuk tidak melakukan pengobatan. Masih banyak orang merasa malu mencari obat karena masalah kesehatan jiwa.
“Jadi ketika minum obat terus dibilang ketergantungan, ginjalnya rusak. Padahal tidak seperti itu.”
Pengobatan pasien gangguan jiwa, harus dilakukan secara terus-menerus. Bukan yang sekali minum langsung sembuh.
Munculnya stigma bisa saja dari keluarga. Keluarga bisa saja menganggap ia mengalami gangguan jiwa bila ke psikiater.
“Dengan program ini bisa penjaringan ke rumah-rumah pasien. Jadi tidak seperti fenomena gunung es. Yang muncul hanya di permukaan, tapi yang di bawah-bawah ini yang tidak mencari pengobatan,” kata dia.
Selain itu, kata Theresia, stigma juga bisa muncul dari pasien sendiri, menganggap bahwa gangguan mental adalah aib.
“Jadi efeknya, ya, tidak mencari pengobatan. Nanti kalau saya cari pengobatan orang bilang bagaimana dengan saya nanti,” tutur Theresia.
Dengan kehadiran pengelola kesehatan jiwa ini, ia mengatakan, dapat mengikis stigma itu.
“Mereka akan memberikan edukasi terhadap pasien dan keluarganya,” pungkasnya.













