Dana Desa Rp11 Miliar Tidak Disalurkan, Bupati Ngada Kirim Surat Keberatan ke Kementerian Keuangan

Kebijakan ini berdampak pada pembayaran harian orang kerja atau HOK pekerjaan fisik seperti jalan tani, jalan desa hingga pembangunan rumah layak huni

Bajawa, Ekorantt.com – Bupati Ngada Raymundus Bena telah mengirim surat keberatan ke Kementerian Keuangan melalui Pemerintah Provinsi NTT terkait penghentian penyaluran dana desa tahap dua untuk komponen non-earmark mengacu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025.

PMK mengatur bahwa penyaluran dana non-earmark dihentikan sejak 17 September 2025.

Raymundus menilai, kebijakan itu sangat berdampak pada pembangunan sosial dan ekonomi di desa.

“Kebijakan ini berdampak pada pembayaran harian orang kerja atau HOK pekerjaan fisik seperti jalan tani, jalan desa hingga pembangunan rumah layak huni,” ujar dia.

Pemerintah desa juga terancam tidak bisa membayar bahan baku pihak ketiga pada kegiatan fisik di desa.

“Pada bidang pendidikan, ini berdampak pada gaji guru PAUD yang peranannya sangat vital di desa,” kata Raymundus.

Raymundus mengaku telah mengirim surat keberatan dengan nomor 416/DPMDP3A/769/11/2025 melalui Pemerintah Provinsi NTT.

Untuk diketahui, sebanyak 102 desa di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, tidak mendapat penyaluran dana desa tahap dua tahun anggaran 2025.

Dana tersebut masuk dalam skema non-earmark dengan total secara keseluruhan mencapai lebih dari Rp11 miliar.

Kepada Desa Ulubelu, Pius Florianus Watu, mengatakan dampak kebijakan itu, program pembangunan jaringan air bersih di wilayahnya tidak bisa dilanjutkan. Padahal proses pelelangan sudah selesai.

“Ini dana non-eamark nilai mencapai Rp200 juta lebih. salah satu program kami adalah air bersih, tapi sejak September aplikasi terkunci,” ujarnya di Bajawa pada Selasa, Desember 2025.

Ia mengatakan dana desa yang sudah terkunci tersebut sebenarnya untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.

“Ini kalau satu tahun tidak disalurkan, kita kesulitan juga. Sehingga kita minta dipertimbangkan lagi,” kata Pius.

Ia berharap bupati, gubernur, dan anggota DPR RI bisa memperjuangkan suara kepala desa sehingga kebijakan pemerintah pusat dapat dipertimbangkan.

“Kita berharap suara kepala desa bisa diperjuangkan sampai ke tingkat atas,” ujarnya.

Kepala Desa Boba I, Yohanes Don Bosko, menambahkan bahwa dampak kebijakan itu, pihaknya terpaksa memangkas dana desa yang digunakan untuk penyertaan modal ke Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).

“Kami terpaksa ambil kebijakan ini sesuai arahan dinas supaya HOK, gaji guru, perawat, dan bidan desa bisa dibayarkan,” ujarnya.

TERKINI
BACA JUGA
spot_img
spot_img