Bajawa, Ekorantt.com – Pemerintah Kabupaten Ngada menyiapkan lahan seluas lima hektare di Desa Lo’a, Kecamatan Soa untuk mewujudkan pembangunan sekolah rakyat.
“Secara administratif dan kelengkapan sesuai persyaratan yang ditentukan pemerintah pusat,” kata Bupati Ngada, Raymundus Bena di Bajawa pada Rabu, 26 Mei 2025.
Raymundus menyatakan program sekolah rakyat merupakan salah satu program pemerintah pusat dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia. Semua dana pembangunan dialokasikan menggunakan APBN.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Ngada, Wilibrodus Kaju, menambahkan program tersebut melibatkan tiga kementerian yakni Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan, dan Kementerian Pekerjaan Umum. Sekolah rakyat mencakup Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Para siswa nantinya berpusat di asrama. Mereka mendapatkan makanan dan kebutuhan fasilitas dasar yang diberikan secara gratis.
Hadirnya sekolah rakyat, kata Wilibrodus, bertujuan untuk memberikan pendidikan kepada anak kurang mampu. Selain meningkatkan kualitas pendidikan juga untuk memutuskan mata rantai kemiskinan.
“Sementara kriteria siswa kurang mampu akan dilihat berdasarkan data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN),” kata Wilibrodus.
Ia mengatakan Kabupaten Ngada menjadi salah satu dari lima daerah di NTT yang sudah siap menyambut pembangunan sekolah rakyat. Sedangkan empat lainnya antara lain, Sumba Barat Daya, Manggarai, Manggarai Timur, dan Sikka.
Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD Ngada, Kristoforus Mbora mengklaim bahwa kehadiran sekolah rakyat merupakan kebutuhan masyarakat setempat.
“Tetapi ada hal harus diingat dalam proses pengelolaannya nanti. Kita mewaspadai jangan sampai anak dengan kemampuan ekonomi yang baik juga bersekolah di sana akibat dari KKN,” kata dia.
Sementara politisi Demokrat, Benediktus Lagho mengatakan, kehadiran sekolah rakyat mesti berdampak bagi masyarakat sekitar.
Namun Benediktus mengingatkan agar pemerintah perlu menyiapkannya secara baik. Ia berharap dalam penerapannya nanti harus benar-benar menyasar pada peserta didik kurang mampu.
“Tentu dengan hadirnya sekolah ini juga memberikan dampak pada perekrutan tenaga, sehingga bisa disiapkan secara baik,” jelasnya.
Bajawa, Ekorantt.com – Ratusan warga dari berbagai daerah terdampak proyek industri ekstraktif di Indonesia mendeklarasikan Hari Anti Tambang (Hatam) 2025 sebagai bentuk perlawanan terbuka terhadap praktik ekstraktivisme yang dianggap merusak ruang hidup dan merendahkan martabat masyarakat adat.
Deklarasi dibacakan pada Kamis, 29 Mei 2025 di Kemah Tabor Mataloko, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur.
Dalam pernyataan bertajuk “Pulihkan Bumi, Hentikan Perampokan dengan Dalih Mitigasi Krisis Iklim!”, perwakilan komunitas dari Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara, hingga Maluku menegaskan sikap mereka terhadap ekspansi industri tambang dan energi.
Seruan ini datang dari puluhan wilayah yang selama ini menjadi tapak proyek geotermal, nikel, hingga tambang batubara.
Warga membawa poster dengan pesan-pesan tajam, di antaranya “Hijau Palsu Luka Nyata”, “Flores Bukan Pulau Panas Bumi”, dan “Dari Batubara ke Nikel: Sistem Tetap Menindas”. Aksi juga disertai kampanye media sosial melalui tagar #ilusitransisienergi.
Dalam deklarasi disebutkan bahwa proyek-proyek ekstraktif yang dibungkus narasi pembangunan justru menjadi dalih bagi perampasan ruang hidup.
Gunung digali, laut ditimbun, dan hutan dihancurkan demi keuntungan korporasi.
Negara dinilai turut andil sebagai fasilitator melalui pemberian izin investasi dan pengerahan aparat keamanan.
“Dari Sumatera Utara hingga Flores Timur, kami bersatu menjaga ruang hidup terakhir yang tersisa,” ujar salah satu orator.
“Kami bukan menolak pembangunan, tapi menolak pembangunan yang menindas.”
Suara-suara Perlawanan
Harwati, warga Porong, Sidoarjo, menyampaikan bahwa dampak proyek ekstraktif paling dirasakan oleh perempuan. Ia menyerukan agar perempuan di seluruh komunitas tidak tinggal diam.
“Jika perempuan dibiarkan lemah, maka generasi yang akan dilahirkan pun akan tumbuh dalam kelemahan. Perempuan harus berani melawan,” tegasnya.
Dari Sumatera Utara, Ahmad Royhan Nasution, warga Mandailing Natal, mengungkap bagaimana perusahaan dan negara menyusun narasi menyesatkan demi melanggengkan proyek ekstraktif.
“Perusahaan menyebarkan kebohongan. Aparat keamanan digunakan untuk menekan warga, dan sebagian akademisi ikut melegitimasi proyek-proyek yang menyengsarakan rakyat,” katanya.
Johntar Sinaga, warga Sarulla, menggambarkan bagaimana tambang telah menghancurkan pertanian mereka.
“Sawah kami mulai mendidih, hutan kemenyan kami tidak lagi bergetah. Kami menghadapi tekanan ekonomi yang berat. Tambang telah membuat kami jatuh dalam kemiskinan,” ucapnya.
Dari dataran tinggi Dieng, Atika Zenit menyuarakan kekhawatiran atas dampak proyek geotermal terhadap kesehatan.
“Gas hidrogen sulfida (H2S) membuat lingkungan kami tercemar. Banyak warga menderita gangguan paru-paru. Bernapas pun menjadi sulit. Ini bukan kehidupan yang layak,” tuturnya.
Cece Jaelani, warga Gunung Gede Pangrango, menyebutkan bahwa tanah yang dirampas atas nama pembangunan justru melahirkan para pejuang.
“Desa, kampung, dan pulau seharusnya menjadi ruang hidup masyarakat, bukan milik segelintir orang yang serakah,” ujarnya.
Sementara itu, Andreas Ledjap dari Atakore, Lembata, mengecam upaya pemerintah dan korporasi yang memecah belah solidaritas warga.
“Mereka menuduh kami provokator, padahal merekalah yang menciptakan konflik dan perpecahan,” katanya.
Penolakan Flores sebagai Pulau Panas Bumi
Perwakilan warga dari Flores Timur dan Nagekeo, Darius Boro Beda dan Irminus Deni, mengecam keputusan pemerintah yang menetapkan Flores sebagai Pulau Panas Bumi sejak 2017.
“Ketika tanah digusur, nama-nama leluhur pun hilang. Ini bukan sekadar perampasan fisik, tapi juga penghancuran identitas,” tegas Irminus.
Goris Lako, salah satu warga yang hadir berkata, “Jika tanah kami dirampas, di mana kami harus hidup? Kita tidak bisa berpijak di langit atau angin. Kita harus bela tanah ini, anugerah Tuhan yang paling mulia.”
Valentinus Emang, dari Wae Sano menegaskan, “Pohon adalah rambut, batu adalah tulang, air adalah darah, dan tanah adalah daging dari ibu kita.”
Imanuel Tampani, warga Besipae, Pulau Timor menyatakan, “Jangan beri celah sedikit pun bagi penguasa untuk merebut ruang hidup kita.”
Atry Dahelen, dari Poco Leok menegaskan, “Jangan relakan rahimmu melahirkan generasi baru di bumi yang keropos dan sekarat.”
Veronika Lamahoda, warga Adonara mengatakan, “Jangan takut menghadapi ketidakadilan, karena keadilan akan menemukan jalannya sendiri.”
Ekstraktivisme: Pembangunan yang Menyesatkan
Pastor Reginald Piperno dari JPIC Keuskupan Agung Ende menyebut ekstraktivisme sebagai bentuk baru penjajahan yang datang dengan janji palsu.
“Mereka mengatasnamakan pembangunan, tapi yang tumbuh hanyalah konflik dan penderitaan. Hutan dirampas, tanah dihancurkan, sungai dikotori, dan masyarakat terusir dari tanah leluhurnya,” tegasnya.
Sementara itu, Melki Nahar, Koordinator Nasional JATAM, menegaskan bahwa perjuangan melawan industri ekstraktif tidak bisa dilakukan secara terpisah.
Ia menekankan pentingnya membangun solidaritas lintas sektor untuk menghadapi sistem yang merusak kehidupan.
“Satukan barisan. Petani, nelayan, seniman, buruh, jurnalis, aktivis, dan semua yang mencintai kehidupan harus berdiri bersama. Satukan suara dan langkah, karena perlawanan ini harus terhubung. Yang kita hadapi adalah sistem yang sama—sistem rakus yang menukar kehidupan dengan keuntungan jangka pendek,” tegasnya.
Ruteng, Ekorantt.com – Pemerintah Kabupaten Manggarai mulai mengambil langkah konkret dalam menghadapi krisis iklim dengan menyusun rencana aksi adaptasi berbasis daerah.
Melalui Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bapperida) serta Dinas Lingkungan Hidup, Pemkab membentuk Sekretariat Bersama Pembangunan Berketahanan Iklim (Sekber PBI) yang berpusat di Ruteng dan mencakup tiga kabupaten di wilayah Manggarai Raya (Manggarai, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur).
“Kami telah melaksanakan beberapa inisiatif seperti sekolah lapang iklim, penyusunan kalender tanam, serta penghijauan. Untuk tahun 2025, aksi konkret akan ditentukan melalui rapat koordinasi pada 4 Juni mendatang,” kata Jabatan Fungsional Perencana Bapperida Manggarai, Kiki Artina, pada Jumat, 30 Mei 2025.
Program prioritas yang akan digarap mencakup pengelolaan sampah, ketahanan pangan, dan penghijauan.
Saat ini, Pemkab Manggarai tengah mengintegrasikan aksi adaptasi perubahan iklim ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2025 yang menekankan bahwa kebijakan iklim harus menjadi bagian dari perencanaan pembangunan daerah.
Kiki berharap, dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan dampak perubahan iklim, perilaku sehari-hari pun dapat berubah, seperti tidak membuang sampah sembarangan, tidak menebang hutan secara ilegal, dan mampu mengelola limbah peternakan secara berkelanjutan.
“Selain itu, kami berharap CSO dapat terus berkomitmen bersama pemerintah dalam mendorong aksi nyata masyarakat untuk mengurangi dampak perubahan iklim,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Manggarai, Adrianus Husen, menyampaikan bahwa pihaknya telah melaksanakan program Kampung Iklim sebagai tindak lanjut dari hasil dialog kebijakan di Kupang.
Program Kampung Iklim bertujuan meningkatkan keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan dalam memperkuat kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim.
Adrianus menjelaskan, program ini disusun secara terpadu dalam kerangka kebijakan pembangunan daerah hingga tingkat desa.
“Saat ini kami tengah menjalin kerja sama dengan LSM Ayo Indonesia dan telah melakukan sosialisasi di empat desa, yakni Desa Tal, Desa Wewo, Desa Bangka Lelak, dan Desa Rai,” katanya.
Project Coordinator Yayasan Ayo Indonesia, Eni Setyowati, menekankan pentingnya peran kabupaten sebagai penghubung antara komunitas dan pemerintah agar program adaptasi dan mitigasi perubahan iklim bisa berjalan efektif dan adil.
“Melalui kerja sama dengan dinas terkait dan Sekber, kami telah menjalankan sejumlah inisiatif seperti sekolah lapang iklim dan kalender tanam sebagai panduan cuaca bagi petani. Program Kampung Iklim juga melibatkan komunitas anak muda lokal Momang Lino untuk menjadi penggerak perubahan,” kata Eni.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) bekerja sama dengan Voices for Just Climate Action (VCA) Indonesia menggelar Dialog Kebijakan Adaptasi Perubahan Iklim pada 19–20 Mei 2025.
Kegiatan ini secara resmi dibuka oleh Gubernur NTT, Melkiades Laka Lena, dan bertujuan membangun sinergi antara organisasi masyarakat sipil (CSO) dengan pemerintah kabupaten dan provinsi dalam merancang aksi iklim yang berkeadilan.
Mengusung tema “Mendorong Kebijakan Adaptasi Perubahan Iklim yang Berkeadilan di Provinsi Nusa Tenggara Timur”, dialog ini membahas secara mendalam analisis risiko dan dampak perubahan iklim di wilayah NTT.
Forum ini mengidentifikasi bahwa sektor pertanian, kehutanan, perikanan, serta pengelolaan sampah dan limbah merupakan sektor yang paling rentan terdampak.
Beberapa pendekatan adaptasi perubahan iklim yang dibahas meliputi rekayasa teknik di area terbangun, penggunaan teknologi ramah lingkungan, penyusunan kebijakan dan peraturan, serta perubahan pola perilaku dan pendekatan berbasis ekonomi.
Proyek-proyek prioritas yang akan dilaksanakan antara lain penyusunan Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Pulau Sumba, konservasi laut berbasis kearifan lokal, serta pengadaan mesin pengolah dan pencacah sampah plastik.
Ende, Ekorantt.com – Warga Kecamatan Wolowaru, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, digegerkan dengan penemuan tengkorak manusia di sebuah jurang sedalam 70 meter di Koramera, Desa Lisepu’u, pada Kamis, 29 Mei 2025.
Kapolsek Wolowaru, Ipda Ubaldus Maku mengungkapkan, tengkorak tersebut pertama kali ditemukan oleh seorang warga berinisial MK, 42 tahun, saat melintas di sekitar lokasi kejadian.
Menurut Ipda Ubaldus, kerangka tersebut diduga kuat adalah FK, seorang pria asal Desa Waturaka, Kecamatan Kelimutu. Dugaan ini diperkuat dengan keterangan seorang warga berinisial VW yang diyakini sebagai orang tua kandung korban.
“VW membenarkan bahwa anaknya, FK, meninggalkan rumah sejak Sabtu, 26 April 2025, dengan tujuan mengambil uang di mesin ATM di Desa Koanara. Sejak saat itu, korban tidak pernah kembali dan keluarga sempat mengira FK kembali merantau ke Kalimantan,” jelasnya saat dikonfirmasi Ekora NTT pada Jumat, 30 Mei 2025.
Ubaldus menambahkan, pada 28 April 2025, pihak Polsek Wolowaru telah menemukan sebuah sepeda motor Yamaha Mio GT tanpa nomor polisi sekitar 150 meter dari lokasi penemuan kerangka. Saat itu, polisi sempat melakukan pencarian namun tidak menemukan korban.
“Baru pada Kamis, 29 Mei, MK datang ke Polsek sekitar pukul 12.00 Wita untuk melaporkan penemuan kerangka manusia di dasar jurang,” terangnya.
Mendapat laporan tersebut, Kapolsek dan tim langsung menuju lokasi dan berkoordinasi dengan Tim Inafis Polres Ende untuk melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan identifikasi.
Di lokasi, selain kerangka manusia, ditemukan sejumlah barang bukti antara lain, jaket hoodie hitam, baju kaos hitam, celana pendek, celana dalam warna biru, satu lembar sarung motif Ende Lio, satu buah dompet kulit warna hitam, kartu ATM, serta Kartu Tanda Penduduk (KTP) atas nama FK, 30 tahun, warga Jl. Kebuyahan, Kelurahan Marukangan, Kecamatan Sandaran, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur.
Berdasarkan identitas dan barang-barang pribadi yang ditemukan, keluarga meyakini bahwa kerangka tersebut adalah FK.
Setelah evakuasi, kerangka FK dibawa ke Puskesmas Wolowaru untuk proses autopsi. Namun, pihak keluarga menolak dilakukan otopsi karena meyakini identitas korban, serta telah menerima kejadian ini dengan ikhlas. Keluarga juga membuat surat pernyataan penolakan otopsi.
“Jenazah FK rencananya akan dimakamkan pada Jumat, 30 Mei 2025 di Desa Jopu, Kecamatan Wolowaru,” kata Ubaldus.
Ia juga mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati saat melintasi ruas jalan di Desa Lisepu’u, mengingat kondisi jalan yang sempit, terjal, dan tanpa pembatas. Hal ini dianggap penting demi mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Lewoleba, Ekorantt.com – Bupati Lembata, Petrus Kanisius Tuak, meresmikan Kantor Kopdit Pintu Air Kantor Cabang Pembantu (KCP) Wulandoni pada Rabu, 28 Mei 2025.
Peresmian ini menandai hadirnya lembaga keuangan koperasi yang diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi masyarakat pesisir selatan Lembata.
Rangkaian kegiatan dimulai pukul 09.00 Wita dengan penjemputan Ketua Pengurus KSP Kopdit Pintu Air Rotat Indonesia, Yakobus Jano, dan rombongan dari kantor pusat. Kehadiran mereka disambut antusias oleh warga Kecamatan Wulandoni.
Peresmian diawali dengan perayaan Misa Syukur yang dipimpin oleh RD. Donatus Plea Kolin. Dalam khotbahnya, Pastor Donatus menekankan pentingnya integritas dalam pengelolaan lembaga keuangan koperasi.
“Spirit kejujuran, semangat pelayanan, dan transparansi adalah fondasi utama agar koperasi dapat tumbuh secara sehat, berkualitas, dan bermartabat, serta memperjuangkan hak-hak anggota,” ujar Donatus.
Usai misa, masyarakat bersama umat yang hadir berbondong-bondong menjemput kedatangan Bupati Lembata di gerbang Desa Wulandoni.
Prosesi penjemputan berlangsung meriah dengan iringan tarian adat Hedung dari Sanggar Seni Tuan Pati Naran serta miniatur perahu berlambang Kopdit Pintu Air. Miniatur tersebut menampilkan moto koperasi: “Aku susah kau bantu, kau susah aku bantu.”
Dalam sambutannya, Yakobus Jano mengajak pemerintah daerah dan seluruh elemen masyarakat untuk mendukung pertumbuhan koperasi yang berpihak kepada buruh, petani, dan nelayan.
“Koperasi bukan hanya tempat simpan pinjam, tapi ruang solidaritas dan perjuangan ekonomi rakyat kecil,” ujarnya.
Sementara itu, Bupati Petrus Kanisius Tuak mengapresiasi kontribusi nyata Kopdit Pintu Air dalam membangun masyarakat, khususnya dalam pengembangan sektor UMKM dan ekonomi kreatif.
“Wulandoni memiliki letak yang strategis dengan pelabuhan laut yang menghubungkan berbagai pulau di NTT, termasuk akses ke ibu kota provinsi. Ini menjadi peluang besar untuk pengembangan koperasi berbasis kekeluargaan, swadaya, dan sukarela,” ujar Petrus.
Ia berjanji akan memberikan perhatian serius terhadap peningkatan infrastruktur, khususnya akses jalan dari Wulandoni menuju ibu kota Kabupaten Lembata.
Dili, Ekorantt.com – Credit Union (CU) Lanamona, Timor Leste menempatkan KSP Kopdit Pintu Air Indonesia sebagai koperasi motivator dalam upaya meningkatkan ekonomi masyarakat.
Ketua CU Lanamona, Dominggas Dos Santos, mengisahkan saat mendatangi beberapa KSP di wilayah NTT, dirinya sangat tertarik dengan KSP Pintu Air Indonesia karena memiliki kebersamaan dan sejarang perjuangan yang sama.
“Kami sangat berterimakasih kepada pimpinan KSP Pintu Air Indonesia yang selalu menjadi motivasi kami dalam menjalankan misi. Perjuangan sejarah kami hampir sama. Oleh karena itu, kami selalu bekerja sama saling memberikan motivasi dan dukungan demi pelayanan kami kepada masyarakat,” ungkapnya saat acara RAT ke VII CU Lanamona di Timor Leste, Selasa, 27 Mei 2025.
Ia mengatakan KSP Pintu Air menjadi inspirator bagi CU Lanamona sebab kini koperasi tersebut sudah menjadi koperasi terbesar di Indonesia.
Kehadiran perwakilan dari Kopdit Pintu Air saat RAT CU Lanamona, bagi Dominggas, adalah sebuah kebanggaan yang luar biasa.
“Ini merupakan satu kehormatan yang sangat luar biasa. Kami sangat terharu. Semoga ini membawa aura positif untuk pengembangan CU Lanamona ke depanya,” tutur Dominggas.
Sementara Menteri Muda Timor Lester, Arsenio Pereira, menyampaikan terima kasih keterlibatan KSP Pintu Air Indonesia dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi keluarga dan masyarakat melalui koperasi.
Ia manuturkan saat ini Timor Leste sedang mengembangkan koperasi sebagai upaya negara mendorong pada sektor ekonomi masyarakat.
“Negara sangat menghargai perjuangan pada setiap unit koperasi yang terus bekerja membantu peningkatan ekonomi kepada masyarakat terutama keluarga-keluarga yang membutuhkan bantuan,” kata Arsenio.
Ia menambahkan sebagai negara baru pihaknya membutuhkan dukungan dan ide dari para negara sahabat untuk memberikan masukan untuk pembangunan terutama ekonomi masyarakat.
Ketua KSP Pintu Air Indonesia, Yakobus Jano, menyampaikan terima kasih kepada CU Lanamona yang sudah jadikan Kopdit Pintu Air sebagai mitra dalam pengembangan koperasi di Timor Leste.
Yakobus mengatakan kedua koperasi tersebut mempunyai kesamaan misi yakni pemenuhan kebutuhan warga yang berkekurangan.
“Pesan saya kepada CU Lanamona layanilah semua masyarakat dengan hati karena kita hadir sebagai palayanan masyarakat. Oleh karena itu, berikan pelayanan yang terbaik dari kita untuk mereka karena dengan begitu kita akan menuai kebaikan Tuhan yang luar biasa,” kata Yakobus
Dalam kesempatan itu, atas nama KSP Pintu Air, Yakobus menyampaikan terima kasih kepada CU Lanamona yang sudah berjuang untuk menghadirkan Pintu Air untuk memberikan pengalaman dalam memajukan koperasi yang berpihak kepada kaum kecil.
Ia berharap dengan kehadiran Pintu Air dapat memberikan manfaat bagi CU Lanamona dan juga para anggotanya, kata Yakobus.
“Dengan melihat semangat dan antusiasme masyarakat yang datang, saya berharap pelayanan lebih terus ditingkatkan dan sebagai sahabat yang baik kami akan selalu membantu jika dibutuhkan sebagai motivasi dalam pelayanan kepada masyarakat,” kata Yakobus menandaskan.
Maumere, Ekorantt.com – Perusahaan Listrik Negara (PLN) Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Flores Bagian Timur (FBT) berkomitmen untuk menerangi sejumlah desa dan dusun yang belum terjamah listrik di wilayah Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Manajer UP3 PLN Flores Bagian Timur, Eko Riduwan menuturkan, pihaknya telah menyurvei sejumlah desa dan dusun yang belum berlistrik, mencakup; kebutuhan material listrik seperti, tiang, kabel, dan kebutuhan lainnya.
Pihaknya kemudian menyerahkan hasil survei kepada Unit Pelaksana Proyek Ketenagalistrikan (UP2K) Flores yang menangani pemasangan jaringan listrik baru termasuk pengadaan material listrik.
UP2K membawahi wilayah Flores, mulai dari Kabupaten Manggarai Barat hingga Kabupaten Lembata.
“Ketika material listrik sudah tersedia, tugas kami mendistribusikan kepada pelanggan, memberikan pelayanan memuaskan kepada pelanggan serta melakukan pemeliharaan jaringan distribusi,” jelas Eko kepada Ekora NTT pada Senin, 26 Mei 2025 di ruang kerjanya.
Ia mengungkapkan, beberapa desa yang telah disurvei tersebar di Kecamatan Mego, Bola, Magepanda, Mapitara, Talibura, dan Koting.
“Wilayah tersebut sudah disurvei dan menjadi potensi pelanggan kami, harus sudah disediakan material listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik mereka,” ujar Eko.
Eko menyebut, total pelanggan PLN UP3 Flores Bagian Timur sebanyak 200 ribu pelanggan, sementara untuk Kabupaten Sikka kurang lebih 77 ribu pelanggan.
Rasio Elektrifikasi (RE) untuk Kabupaten Sikka sendiri mencapai 98.48 persen, dan Rasio Desa berlistrik (RD) mencapai 96,39 persen.
Eko menambahkan, untuk wilayah Sikka, mesin diesel hanya sebagai cadangan karena sudah menggunakan listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Mesin dan Gas (PLTMG) di Wairita, Desa Hoder yang berkapasitas 40 megawatt.
Ende, Ekorantt.com – Nama Desa Wolotopo Timur ‘lenyap’ dari wilayah administrasi pemerintahan desa di Kecamatan Ndona, Kabupaten Ende, Provinsi NTT. Nama desa tiba-tiba berubah menjadi Desa Wolotolo Timur.
Lenyapnya nama Desa Wolotopo Timur yang terbentuk pada 1997 ini baru diketahui pada 2023 lalu oleh Agustinus Raja, warga Kampung Wolotopo.
“Tahun 2023 lalu, saya pembaharuan kartu keluarga (KK) di Dukcapil Ende. Saya kaget keluarnya itu Desa Wolotolo bukan Wolotopo. Ketika dicari Desa Wolotopo Timur sudah tidak ada di sistem,” ujar Agustinus kepada Ekora NTT pada Senin, 25 Mei 2025.
Akibatnya, ia tidak bisa mengakses bantuan pemerintah. Bahkan ada warga desa yang gagal mengikuti seleksi PPPK karena data diri di Desa Wolotopo Timur tidak muncul dalam sistem.
“Kemarin ada warga di sini, anaknya tidak lulus PPPK karena nama Desa Wolotopo Timur sudah tidak ada. Kacau sekali kalau begini,” tuturnya.
Agar bisa mendapatkan akses dan hak sebagai warga negara, kata Agustinus, ia terpaksa pindah penduduk ke desa tetangga. Kini, ia dan keluarga sudah terdaftar sebagai warga Desa Wolotopo.
Ia berharap pemerintah segera mengembalikan nama desa dari Wolotolo Timur menjadi Wolotopo Timur.
Harapan yang sama disampaikan Yosef Kusi, selaku kepala desa pertama di Desa Wolotopo Timur. Desa itu mekar dari Desa Wolotopo pada 1997, kata Yosef, yang letaknya berdampingan dengan Desa Wolotopo.
“Kampung kami ini adalah Wolotopo, nah namun secara administrasi itu mekar jadi Desa Wolotopo dan Desa Wolotopo Timur,” ujarnya.
Diduga Keliru Input IDM
Pejabat Kepala Desa Wolotopo Timur, Martinus Laka, mengakui adanya perubahan nama desa di sistem hingga sekarang. Sepengetahuannya, perubahan itu terjadi sejak 2020 saat ia bertugas sebagai penjabat sementara Kepala Desa Wolotopo.
“Desa Wolotopo Timur ada sejak tahun 1997 namun dalam perkembangan pada tahun 2020 dalam sistem muncul Desa Wolotolo Timur, bukan Wolotopo Timur,” ujar Martinus kepada Ekora NTT pada Senin, 25 Mei 2025.
“Tahun 2019 ke bawah itu Desa Wolotopo Timur,” tambahnya.
Martinus menduga perubahan terjadi karena kekeliruan aparat desa saat menginput data IDM (Indeks Desa Membangun).
“Mereka salah ketik huruf P ke L jadi Wolotolo Timur,” kata Martinus menduga.
Ia mengakui, sejak tahun 2020, data pemerintah desa berubah menjadi Desa Wolotolo Timur, termasuk data kependudukan di Dukcapil.
“Yang muncul Wolotolo Timur itu bukan hanya di Siskeudes tapi juga di data kependudukan sudah muncul Desa Wolotolo Timur. KTP yang orang foto baru-baru ini sudah Desa Wolotolo Timur,” tuturnya.
Ia bilang, pernah ada warga yang komplain mengenai perubahan nama desa. Lantas Martinus melaporkan permasalahan itu kepada camat dan juga Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Ende.
“Kita sudah melaporkan ke tingkat kabupaten dengan pak camat juga. Namun, kata mereka, ini semua harus diubah ke Kementerian Dalam Negeri,” ujarnya.
Martinus menambahkan, perubahan nama desa juga berdampak pada penyaluran dana desa dari pemerintah pusat, dari sebelumnya Rp900 juta kini turun menjadi Rp600 juta.
Angka ini akan terus berkurang jika tidak segera diselesaikan. Bahkan, lanjutnya, hampir sebagian besar warga pindah penduduk dari Wolotolo Timur ke Desa Wolotopo.
“Kalau nama desa tetap Wolotolo Timur yang kita takut itu warga desa akan pindah ke Wolotopo karena mereka tidak mau nama desa di sini itu Wolotolo Timur,” tandasnya.
Kendala Perda Pembentukan Desa
Kepala PMD Kabupaten Ende, Adrianus Yosafat Muda, bilang bahwa pemerintah pernah menyampaikan masalah perubahan nama desa ini ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada 2022 lalu.
Namun terkendala dengan dokumen Perda Pembentukan Desa Wolotopo Timur yang hingga kini belum ditemukan.
“Untuk perubahan nama itu kan syaratnya Perda pembentukan. Namun, kita di daerah sudah mencarinya tapi sampai sekarang belum ditemukan. Itu yang menjadi kendala kita,” kata Adrianus.
Pemerintah terus berupaya menelusuri desa-desa yang dimekarkan bersama dengan Desa Wolotopo Timur pada tahun 1997, kata Adrianus.
“Mudah-mudahan mereka masih simpan arsip terkait perda pembentukan desa,” kata Adrianus.
Selain Wolotopo Timur, lanjut Adrianus, terdapat empat desa lain yang memiliki persoalan perbedaan nama desa. Desa Ranokolo di Kecamatan Maurole tercatat sebagai Desa Ranakolo, Desa Ranokolo Selaan tercatat sebagai Desa Ranakolo Selatan, Desa Woloaro di Kecamatan Lio Timur tercatat sebagai Desa Woloara, dan Desa Timbazia di Kecamatan Nangapanda tercatat sebagai Desa Timbaria.
“Kita lagi upaya untuk mengubahnya, namun dasar hukumnya perda pembentukan,” terangnya.
Bila dokumen perda tak ditemukan, jelas Adrianus, pihaknya akan berkonsultasi dengan Kemendagri terkait solusi lain bagi perubahan nama kelima desa tersebut.
“Kita akan kembali berkonsultasi ke Kemendagri mungkin ada solusi lain seperti SK Bupati atau surat lainnya yang menerangkan nama desa tersebut,” tandasnya.
Ende, Ekorantt.com – Pemerintah Kabupaten Ende mendorong adanya penerapan metode deeplearning untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa di kelas.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ende, Matildis Mensi Tiwe, mengatakan pelatihan deep learning bagi pendamping dan fasilitator daerah dilakukan untuk menjawab tantangan perkembangan dunia pendidikan yang semakin kompleks.
Dunia pendidikan saat ini, kata Mensi, telah mengalami transformasi sehingga perlu sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan berdaya saing.
“Ini sesuai dengan visi misi bupati dan wakil bupati Ende yakni menciptakan SDM yang berdaya saing,” kata Mensi saat pelatihan deep learning bagi pendamping dan fasilitator daerah di aula SMP Santa Ursula Ende pada Senin, 26 Mei 2025.
Pelatihan yang digelar selama dua hari, Senin-Selasa, 26-27 Mei 2025 dipimpin oleh Wahid N. Aman perwakilan dari BPMP Provinsi NTT.
Mensi menerangkan bahwa deeplearning bukan sebuah kurikulum melainkan sebuah metode pembelajaran yang diimplementasikan dengan mudah dan seru.
Terdapat tiga elemen dalam metode pembelajaran model ini yakni mindful (kesadaran), meaningful (bermakna), dan joyfull (menyenangkan).
“Metode pembelajaran deep learning akan diterapkan di setiap sekolah melalui kepala sekolah dan para guru di setiap sekolah yang ada di kecamatan,” tandasnya.
Program Ende Cemerlang
Wakil Bupati Ende, Dominikus Minggu Mere, mengatakan pelatihan deeplearning menjadi ruang pembelajaran bagi para pengawas dan fasilitator daerah untuk mendapatkan pengetahuan terkait konsep dan metode pembelajaran yang tepat, kemudian diaplikasikan kepada para siswa saat proses belajar mengajar di kelas.
Menurutnya, pendidikan adalah jantung dari perubahan sosial dan kemajuan daerah.
“Peningkatan SDM dapat meningkatkan sistem pendidikan sebab pendidikan adalah jantung dari perubahan sosial dan kemajuan daerah,” ungkapnya.
“Upaya pemerataan kualitas pendidikan tentunya tidak terlepas dari kualitas pendidiknya,” tutur dia.
Pemerintah Kabupaten Ende, kata Dominikus, berkomitmen untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan merata di seluruh wilayah Kabupaten Ende.
Domi berkata, Pemkab Ende sedang mendorong sektor pendidikan yakni terwujudnya Kabupaten Ende yang maju, berdaya saing, dan berkelanjutan berbasiskan iman dan budaya Ende Lio Nage Sare Pawe.
“Guna percepatan pembangunan di sektor pendidikan, maka kami telah menetapkan program prioritas Ende Cemerlang yaitu membangun Ende melalui peningkatan SDM,” jelasnya.
Dominikus juga menyampaikan terima kasih kepada pemateri yang telah mendukung dan berkolaborasi dengan pemerintah pada setiap jenjang dari tingkat pusat sampai daerah.
Ia berpesan kepada para pengawas serta fasilitator daerah untuk bisa mengikuti pelatihan deeplearning dengan baik.
“Kepada peserta pelatihan saya harapkan sekembalinya dari kegiatan ini mampu menjadi agen perubahan terutama mendampingi para guru agar dapat menerapkan metode pembelajaran yang kontekstual, mendalam, dan berpihak pada peserta didik,” kata dia.
Kepada tenaga pendidikan, diharapkan untuk membantu pemerintah dalam membangun sektor pendidikan terutama meningkatkan mutu pendidikan daerah.
Dengan demikian, melalui proses pembelajaran yang tepat dan benar dapat menghasilkan anak-anak yang cerdas, handal, beriman, dan mampu bersaing dengan anak-anak dari daerah lain.
Larantuka, Ekorantt.com – Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Kelas III Gewayantana resmi menerapkan sistem pelayanan baru dalam pengelolaan parkir kendaraan bagi pengantar dan penjemput penumpang di area bandara. Inisiatif ini bertujuan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta memberdayakan pemuda lokal.
Kepala Bandara Gewayantana, Puguh Lukitu menjelaskan, penerapan sistem parkir baru merupakan hasil kerja sama antara Tim Operasional UPBU Gewayantana, Dinas Perhubungan, dan Badan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kabupaten Flores Timur.
“Sistem ini memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan PAD serta membuka ruang pemberdayaan bagi pemuda lokal,” ujar Puguh.
Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Flores Timur juga turut mendukung pengadaan fasilitas, penyusunan alur kendaraan (flow), serta perumusan aturan pelaksanaan parkir.
“Setiap bulan, sekitar 10 persen dari total pendapatan parkir kami setorkan ke Bappenda Kabupaten Flores Timur, sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” jelasnya.
Puguh menyampaikan bahwa program ini telah diresmikan pada Januari 2025, disaksikan oleh pimpinan daerah dan masyarakat setempat. Sistem ini juga dilengkapi dengan layanan resmi bertajuk “Pelayanan Taksi Bandara” yang dikelola dengan melibatkan unsur masyarakat lokal.
Kepala Bandara Gewayantana, Puguh Lukitu (Foto: Sutomo Hurint/Ekora NTT)
“Para petugas parkir yang terlibat berasal dari Desa Tiwatobi. Ini merupakan bentuk nyata pemberdayaan masyarakat sebagai pihak ketiga dalam pengelolaan,” tambahnya.
Saat ini, Bandara Gewayantana melayani satu penerbangan per hari dengan rata-rata pergerakan penumpang antara 50 hingga 70 orang. Meski masih terbatas, Puguh optimistis program ini akan terus berkembang ke depannya.
“Kami berharap program ini terus berjalan dan semakin ditingkatkan di masa mendatang,” tutupnya.