Paumere, Ekorantt.com – Kepala Bidang Penyelesaian Permasalahan Tanah Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi NTT, Yulius Talok menegaskan, hingga saat ini, belum ada hibah atau peralihan hak dari Saudara Indra Hasan kepada TNI AD maupun kepada Satuan Brimob Polda NTT atas tanah seluas 2.000 Ha yang dikenal sebagai Tanah Suku Pamere.
Oleh karena itu, belum ada proses sertifikasi tanah milik Suku Paumere di Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende atas nama pihak mana pun termasuk pihak TNI-AD dan Satuan Brimob Polda NTT.
Hal ini disampaikan Yulius pada Koordinator TPDI dan Advokat dari Yayasan Bantuan Hukum Pax Et Justitia, Petrus Selestinus selaku Kuasa Hukum Kepala Suku Paumere, Senin (18/3/2019).
Saat itu, Petrus Selestinus mendatangi Kanwil Badan Pertanahan Nasional Provinsi NTT untuk meminta klarifikasi dalil kepemilikan tanah oleh pihak TNI AD dan Satuan Brimob Polda NTT atas tanah milik Suku Paumere di Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende.
Petrus hendak menyikapi Surat Kepala Kanwil BPN NTT Nomor SK.01.01/79-53/1/2019 tertanggal 28 Januari 2019perihal keberatan dan penolakan atas pengukuran tanah di Desa Sanggarhorho, Kecamatan Nangapanda.
Surat Kepala Kanwil BPN itu ditujukan kepada Emanuel Natalis selaku Kuasa Hukum dari Rafael Baju, Silvester Soo, Klemens Edison Bae, dan Maria Goreti Ringgi.
Sejumlah hal yang memerlukan klarifikasi dari Kepala Kanwil BPN Provinsi NTT, yaitu pertama, dalam surat Kepala BPN tertanggal 28 Januari 2019 dijelaskan, tanah atas nama Pemerintah RI, Kementerian Pertahanan Keamanan, cq. TNI AD tidak berada dalam area dari lima bidang tanah terdaftar atas nama Rafael Baju, Silvester Soo, Klemens Edison Bae, dan Maria Goreti Ringgi (Istri dari Markus Bata).
Kedua, dalam peta terlampir, terdapat tulisan TNI AD di atas bidang tanah kosong tanpa nama pihak lain atau kampung atau desa dan tidak tertulis berapa luasnya.
Warga Suku Paumere curiga dan bertanya, atas dasar apa Kanwil BPN Provinsi NTT mencantumkan tulisan TNI AD di atas peta lokasi tanah Suku Paumere?
Di manakah letak sebenarnya tanah TNI AD di atas peta dimaksud? Berapa luas tanah yang dimiliki? Apa dasar kepemilikannya?
Dengan cara bagaimana kepemilikan TNI AD dan Satuan Brimob Polda NTT terjadi?
Apalagi berdasarkan penjelasan Kabid Penyelesaian Permasalahan Tanah, Yulius Talok, Indra Hasan belum menghibahkan tanah itu kepada TNI AD dan Satuan Brimob Polda NTT.
Lalu, atas dasar apa di dalam peta tertulis nama TNI AD di tengah atau samping tanah Suku Paumere?
Pada kesempatan tersebut, Yulius mengatakan, tanah Suku Paumere yang didalilkan sebagai milik Indra Hasan tersebut dibeli dari Saudara Musa Gedu dan kawan-kawan sebagai pihak yang merasa memenangkan perkara gugatan perdata berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Ende Nomor 8/1974/Pdt pada tanggal 25 Juli 1974 jo Putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor 37/PTK/1979/Pdt pada tanggal 15 Desember 1980 jo Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 2772 K/Sip/1982 pada tanggal 5 April 1984 yang lalu.
Namun, Indra Hasan bermaksud menghibahkan tanah tersebut kepada TNI AD dan Satuan Brimob Polda NTT.
Menurut Yulius, tanah milik warga Suku Paumere yang diklaim TNI AD dan Satuan Brimob Polda NTT sebenarnya tidak seluas 2000 Ha sebagaimana yang berkembang di masyarakat selama ini.
Sebab, ketika dilakukan pengukuran oleh BPN Provinsi NTT luas tanah tidak mencapai 2.000 Hektar, tetapi hanya 426 Ha.
Padahal, dalam amar putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, tanah yang disengketakan itu seluas 2.000 Ha.
Indra Hasan berencana menghibahkan tanah yang telah dibeli dengan luas 2000 Ha itu kepada TNI AD seluas kurang lebih 120 Ha dan kepada Satuan Brimob Polda NTT seluas kurang lebih 30 Ha.
Namun, hingga saat ini, hibah tanah kepada TNI AD dan Satuan Brimob Polda NTT belum terjadi.
“Itu artinya, klaim TNI AD dan Satuan Brimob Polda NTT sebagai pemilik tanah Suku Paumere itu tidak benar. Yang benar adalah Indra Hasan mengakui sebagai pemiliknya karena membeli dari Musa Gedhu dan kawan-kawan atas dasar Putusan Pengadilan Yang Berkekuatan Hukum Tetap seluas 2000 Ha, tetapi tidak mampu menguasai fisik tanah dimaksud,” tegasnya.
“Oleh karena itu, diduga, Indra Hasan ingin memperalat oknum TNI AD dan oknum Brimob Polda NTT dengan dalil telah mendapat hibah seluas 2000 Ha. Padahal belum terjadi. Oleh karena itu, sampai sekarang, pihak BPN belum melakukan proses sertifikasi untuk pihak mana pun termasuk kepada Indra Hasan, TNI AD, dan Satuan Brimob Polda NTT,” sambung Yulius.
Petrus Selestinus mengatakan, ia akan mengirim surat kepada Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) BPN NTT untuk meminta klarifikasi secara tertulis.
Dengan penjelasan itu, pihak TNI AD dan Satuan Brimob Polda NTT tidak lagi melakukan upaya paksa dan mengintimidasi warga Suku Paumere.
Klarifikasi ini sangat penting karena Negara sudah mengatur di dalam Undang-Undang tentang tata cara bagaimana Negara mendapatkan tanah untuk kepentingan pembangunan.
Pengadaan tanah bagi kepentingan siapa pun harus tetap mengedepankan prinsip penghormatan terhadap hak-hak atas tanah.
“Selain itu, agar semua pihak dapat mengetahui secara pasti tentang hak-hak dan batas-batas atas tanah Suku Paumere, terutama dari aspek kepastian hukum dan agar konflik di antara warga masyarakat dengan aparat TNI AD dan Satuan Brimob Polda NTT segera dapat diakhiri,” ungkapnya.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini akan melayangkan surat kepada Presiden Jokowi, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI, Menteri Pertahanan Keamanan RI, Panglima TNI, KAPOLRI, Pangdam Udayana, dan Kapolda NTT tentang duduk masalah sebenarnya yang selama ini dikaburkan oleh Indra Hasan dan oknum-oknum TNI AD dan oknum Brimob yang mau diperalat di lapangan.
Berdasarkan hasil konsultasi TPDI dengan Kepala Kantor BPN Kabupaten Ende pada awal Januari 2019 lalu terkait klaim TNI AD dan Satuan Brimob Polda NTT sebagai pemilik tanah 2.000 Ha di atas lokasi tanah hak ulayat Suku Paumere diperoleh penjelasan, pihak TNI AD belum punya sertifikat hak atas tanah.
BPN Kabupaten Ende pun belum menerbitkan sertifikat hak atas tanah tersebut.
Pencantuman nama TNI AD di atas peta lokasi tanah Suku Paumere jelas bertolak belakang dengan penjelasan Kabid Penyelesaian Permasalahan Tanah Kantor Wilayah Badan Pertanahan Provinsi NTT Yulius Talok, yaitu tidak ada kepemilikan TNI AD dan Satuan Brimob Polda NTT di atas tanah Suku Paumere.
Menurut Petrus, pertanyaan lainnya adalah atas dasar hak apa Indra Hasan menghibahkan atau menjual tanah ulayat itu kepada TNI AD dan Satuan Brimob Polda NTT?
Apakah Kementerian Pertahanan Keamanan RI dan Polri sedang membutuhkan tanah luas untuk membangun pertahanan keamanan Negara dan keamanan dalam negeri yang anggarannya sudah disiapkan?
Atau apakah nama institusi TNI AD dan Satuan Brimob Polda NTT sedang diperalat oleh Indra Hasan bahwa seolah-olah tanah ulayat itu sudah dihibahkan kepada TNI AD dan Satuan Brimob Polda NTT.
“Secara hukum, ketika institusi Negara membutuhkan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, maka institusi Negara yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Pemda. Pemda kemudian membentuk panitia pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum untuk memenuhi kebutuhan pertahanan keamanan RI sesuai dengan undang-undang dan peraturan pemerintah yang berlaku,” ungkapnya.