Kejari dan Polres Sikka Diminta Tidak Main-Main

Maumere, Ekorantt.com – Berbagai elemen masyarakat sipil antara lain Lembaga Bantuan Hukum Nusa Tenggara (LBH Nusra), Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Lembaga Konsultan Pemberdayaan NTT, Yayasan Bina Bantuan Hukum (YBBH) Veritas Indonesia, dan LBH Komisi Nasional (Komnas) Penegakan Hukum Demokrasi (PHD) Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia yang tergabung dalam Sekretariat Bersama (Sekber) Jaga Nian Tana meminta Kejaksaan Negeri (Kejari) Sikka dan Kepolisian Resor (Polres) Sikka untuk tidak pernah boleh main-main dalam menangani kasus dugaan korupsi tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi anggota DPRD Sikka periode 2014-2019.

Kejari Sikka dan Polres Sikka dituntut mengusut tuntas dugaan korupsi yang diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp3,393 Miliar tersebut.

Menurut Dosen Fakultas Hukum Universitas Surabaya Marianus Gaharpung, dalam berbagai kesempatan Presiden Jokowi selalu meminta jaksa, polisi, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bekerja independen memberantas kejahatan korupsi di Indonesia.

Oleh karena itu, mestinya aparat penegak hukum di bawah seperti Kejari Sikka dan Polres Sikka tidak boleh bersikap diam terhadap berbagai kasus korupsi di Nian Tana.

Marianus berharap, Kejari Sikka dan Polres Sikka tidak main-main melihat persoalan dugaan korupsi ini.

iklan

Apalagi, kasus korupsi ini diduga dilakukan oleh para anggota DPRD Sikka yang mewakili kepentingan masyarakat Kabupaten Sikka.

“Ini tidak bisa kita diamkan,” katanya.

Kajari Sikka, Azman Tanjung saat dikonfirmasi Ekora NTT beberapa waktu lalu mengatakan, pihaknya menunggu kerja pengusutan dari Polres Sikka.

Sebab, menurutnya, wewenang penyelidikan kasus tersebut berada di tangan Polres Sikka. Kalau Polres Sikka melimpahkan kasus tersebut ke kejaksaan, pihaknya akan menindaklanjutinya.

Kapolres Sikka, AKBP Rickson Situmorang saat diwawancarai Ekora NTT beberapa waktu lalu mengatakan, pihaknya belum menemukan unsur pidana dalam kasus dugaan korupsi tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi anggota DPRD Sikka.

Sampai sekarang, Polres Sikka belum melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket) terhadap kasus ini.

Kapolres Rickson bahkan mempertanyakan kapasitas beberapa praktisi hukum yang beropini bahwa telah terjadi mark up anggaran tunjangan kerja DPRD Sikka.

Sebab, menurutnya, seseorang disebut pakar kalau sudah menerbitkan minimal lima (5) buku.

Oleh karena itu, pihaknya hanya akan menindaklanjuti apabila ada laporan polisi (LP) dari masyarakat tentang kasus ini.

Kalau toh ada LP, pihaknya cenderung merekomendasikan agar kasus ini diselesaikan cukup dengan mengembalikan kelebihan pembayaran tunjangan tersebut.

Dalam dialog dengan Sekber Jaga Nian Tana pada Rabu (15/5), Kapolres Rickson menerangkan, pihaknya belum melakukan Pulbaket atas kasus ini karena sudah ada memorandum of understanding (MoU) antara jaksa, polisi, dan pemerintah daerah (Pemda) tentang penanganan laporan atau pengaduan masyarakat terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Menurut MoU tersebut, jika ada dugaan tindak pidana korupsi, yang dikedepankan adalah proses kerja Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP).

Aparat Penegak Hukum (APH) baru akan melakukan penyelidikan dan penyidikan sesudah APIP menjalankan tugasnya.

Marianus Gaharpung menilai, pernyataan Kapolres bahwa tidak ada kejahatan korupsi dalam kasus ini sangat sederhana dan tidak bagus.

Sebab, pernyataan tersebut tidak memberikan pendidikan politik dan hukum yang bagus bagi masyarakat Kabupaten Sikka.

“Kita harus membuka diri menerima masukkan dari siapa saja untuk mencari sebuah kebaikan bersama,” katanya.

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA