Sang Penjaga Toilet Umum di Pasar Alok

Maumere, Ekorantt.com – Namanya Wilhelmina Wilda. Akrab disapa Isabela. Perempuan 48 tahun ini tidak asing bagi segenap pedagang di Pasar Alok.

Setiap hari, dia bekerja memungut retribusi pengguna water closet (WC) dan kamar mandi di Pasar Alok, Maumere, Kabupaten Sikka.

Ia memberi informasi, tarif WC sebesar Rp2000, sedangkan mandi Rp5000.

Dirinya mengaku, sebagai penjaga toilet, ia sering dicibir dan dihina. Bahkan, ada yang menilai, ibu dua anak asal Puho Tarunggawang, Desa Iligai, Kecamatan Lela ini adalah orang gila.

“Orang selalu menghina saya. Isabela itu makan dan minum dari hasil orang WC, mandi, dan buang air. Semua hinaan saya terima dengan baik tanpa membalas satu kata pun. Pekerjaan saya ini hina di mata manusia, tetapi mulia di mata Allah.”

iklan

“Dugaan saya karena unsur kecemburuan. Setiap detik, menit, pasti saya genggam uang dua ribu-dua ribu itu dalam jumlah yang banyak sekali. Apalagi kalau hari Selasa. Dalam sehari, pemasukan dari toilet saja bisa dua ratus ribu sampai dengan empat ratus ribu,” ujar Isabela ketika ditemui Ekora NTT, Selasa, 25 Juni 2019 di Pasar Alok.

Isabela menyetor uang hasil pungutan rtribusi ke Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pasar Alok sebesar Rp4 juta per/bulan.

Oleh karena itu, ia sangat menyayangkan kalau dirinya dinilai orang gila.

“Saya ini petugas pemungut retribusi resmi dengan mengantongi surat tugas dari Kepala UPTD Pasar Alok yang ditandatangani Lorensius Conterius pada tanggal 15 Juni 2017 dengan tugas untuk membersihkan, menjaga, memelihara sarana WC, dan kamar mandi di Pasar Alok serta ditugaskan untuk memungut retribusi pengguna WC atau kamar mandi dan air dan disetor setiap bulan,” ungkapnya.

Ibu yang selalu mengenakan sepatu boneng dan topi berlogo Pemda Sikka ini mengakui, sejak tahun 2017, setoran tiap bulan ke pengelola sebesar Rp6 juta per/bulan.

Namun, seiring perjalanan waktu, kehadiran pasar pagi terbatas di Tempat Penjualan Ikan (TPI) dan aksi demonstrasi menyebabkan Pasar Alok sepi pengunjung.

Pasalnya, banyak penjual “lari” ke TPI. Setoran tiap bulan pun menurun menjadi Rp4 juta.

Isabela menjelaskan, ada perdagangan air liar dari 4 mobil tangki air untuk pedagang Pasar Alok yang luput dari pungutan retribusi.

“Air yang dijual di Pasar Alok 20 liter seharga Rp2000. Sama dengan mobil tangki. Kenapa mobil tangki harus masuk Pasar Alok dan merampas lahan penjualan air di Pasar Alok? Saya mohon petugas bisa menertibkan mobil tangki air itu karena mereka beroperasi tidak resmi,” tutur Isabela.

Untuk menambah pundi-pundi uang, Isabela menjual tanaman pot seperti lidah mertua, lidah buaya, binahong, cocor bebek, pecah piring, putih melati seharga Rp50 ribu.

Sementara itu, di tanah becek limbah dari kamar mandi, ia menanam sayur-sayuran seperti katuk, papaya, dan kangkung.

“Untuk sayur, saya tidak beli, tetapi petik dari tanaman sekitar kamar mandi ini,” ungkap Isabela.

Janda dua anak ini berharap agar dirinya terus dipercayakan menjadi pemungut retribusi untuk menghidupi kedua anaknya.

“Saya masih sehat, masih segar bugar untuk kerja di sini. Saya juga harapkan pemerintah buka mata hati untuk menertibkan pasar liar. Kalau semua jual di pasar Alok, pungutan retribusi meningkat dan berdampak pada pemasukkan untuk kas daerah,” pintanya.

.

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA