“Quo Vadis” STFK Ledalero? Simposium Internasional 50 Tahun STFK Ledalero

Oleh

Louis Jawa*

Saya merasa sangat berbahagia bisa kembali datang ke almamater STFK Ledalero pada hari-hari menjelang 50 tahun usianya. Saya pernah belajar filsafat pada tahun 2000-2004.

Sebagai agen pastoral di medan pelayanan langsung, saya memburu keynote speaker Stephen Bevans yang berbicara tentang Paus Fransiskus dan Inkulturasi.

Satu kesan kuat yang saya dapatkan dari gagasan teolog Bevans adalah perubahan paradigma keselamatan, yang kini mesti lebih kuat diperjuangkan dalam konteks kehidupan orang-orang beriman. Keselamatan yang sudah harus diperjuangkan dengan mengambil risiko dari semangat kemuridan dan keluar dari zona kemapanan di tengah globasasi ketidakpedulian.

iklan

Tanggapan Leo Kleden dan John Mansford Prior juga mempertegas panggilan Gereja di tengah budaya kemapanan dan globalisasi ketidakpedulian itu.

Saya seorang imam diosesan Keuskupan Ruteng. Sehari-hari, saya berkarya sebagai seorang pastor rekan di sebuah paroki dengan seorang pastor paroki. Berada di pesisir pantai utara, kami dihadapkan pada persoalan pertambangan, human trafficking, dan ketidakadilan struktural.

Saya juga bekerja sebagai sekretaris Vikep yang menangani isu-isu orang muda dan ekologi, bergerak bersama OMK dari 17 Paroki untuk memperjuangkan keutuhan ciptaan.

Selain itu, saya dipercayakan sebagai kepala sekolah untuk membangun dan membina sekolah yang berpihak pada mayoritas anak miskin di SMAK St. Gregorius Reo.

Ada dua hal yang sempat saya angkat dalam diskusi hari ini.

Pertama, bagaimana berteologi kontekstual di tengah situasi kehidupan nyata? Bagaimana memadukan keberanian, kecerdasan, dan kekudusan dalam praksis berpastoral? Selama ini, keberanian adalah hal yang tabu di STFK Ledalero, dan di lapangan kita berjumpa dengan kenyataan, kaum berjubah terjebak dalam zona kemapanan.

Kedua, bagaimana kita bisa berpastoral secara efektif, bila merujuk pada pengalaman kuliah 2000-2004, muatan kuliah kitab suci yang minim, dan belum menyentuh hal-hal eksegetis yang mendalam?

Hanya pertanyaan pertama yang dijawab oleh Pater Leo Kleden.

  1. Pada saat dia bertugas sebagai dosen hermeneutika, dia membimbing mahasiswa untuk terampil menghubungkan narasi kitab suci dengan tafsiran kreatif.
  2. Tentang keberanian, kecerdasan dan kekudusan, pertama-tama harus menerapkan prinsip Sapere Aude, karena dengan berani berpikir, berarti cerdas dan bila itu dibangun dengan kesungguhan, maka itulah kekudusan yang harus diperjuangkan terus menerus.

Kesan kuat yang saya alami, diskusi ini menjadi sangat filosofis dan tidak lagi kontekstual. Bagi kami di lapangan, ancaman akibat perjuangan tolak tambang atau menyelamatkan korban human trafficking, bukanlah hal yang mudah.

Bagi kami, berbicara di atas mimbar tentang filsafat tak seindah ketakutan dan kegetiran kami akan masa depan, namun harus kuat dan tegar untuk setiap risiko kemuridan.

Sanggupkah kita mengambil risiko dari kemuridan? STFK pada 50 tahun hendak diarahkan ke mana?

* Pastor Desa, Pendidik, dan Sekretaris Kevikepan Reo

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA