Maumere, Ekorantt.com – Bencana Covid-19 yang melanda Indonesia saat ini berdampak bagi perekonomian masyarakat, terutama aktivitas ekonomi masyarakat kelas menengah ke bawah. Segala pembatasan yang dilakukan demi mencegah penyebaran Covid-19 bukan tidak mungkin ikut mengobrak-abrik sektor usaha masyarakat akar rumput.
Di Kota Maumere, jauh sebelum isu corona ada, beberapa tempat tongkrongan kuliner seperti Pasar Senja, Pasar Malam di belakang Gelora Samador, dan wilayah Beru ramai dipadati pengunjung. Orang mendatangi beberapa tempat tersebut untuk menikmati beraneka macam jenis kuliner dengan harga bersahabat.
Orang jarang datang sendirian ke tempat tongkrongan kuliner yang ada. Mereka datang bersama sahabat, keluarga, atau pacar. Waktu terbaik untuk berkunjung yakni pada malam hari. Apalagi kalau malam minggu, suasana ramainya berlipat ganda.
Para pengusaha kuliner tersenyum bahagia. Semakin banyak yang berkunjung dan makan, otomatis laci gerobak penuh sesak dengan rupiah. Karena dari di situlah mereka bertahan hidup.
Nasib nahas ketika corona datang. Virus mematikan ini tidak pandang bulu. Siapa saja punya peluang untuk terjangkit corona. Wajar bila pemerintah melakukan pembatasan aktivitas masyarakat demi memutus mata rantai penyebaran virus yang pertama kali muncul di Wuhan-China tersebut.
Pembatasan aktivitas mau tidak mau dilakukan. Tapi di sisi lain, nasib para pengusaha kuliner terhimpit. Masyarakat tidak bisa bekeliaran bebas seperti biasanya. Jam malam diberlakukan. Dampaknya, tak ada keramaian di warung dan tongkrongan hingga larut malam. Sepi. Pemasukan pengusaha warung ikut sepi.
Jual Online
Bagi pengusaha kuliner konvensional, virus corona mendatangkan malapetaka. Ada yang bertahan dengan tetap membuka warung walaupun pendapatan turun drastis. Sebagiannya juga putar otak, berjualan kuliner lewat media sosial.
(Baca juga:Seorang Penyanyi Pesta di Maumere Banting Stir Jualan Online Kala Pandemi)
Ekora NTT berhasil menemui beberapa pelaku usaha kuliner punya cara sendiri bertahan di tengah pandemi. Mereka melawan corona sekaligus memastikan asap dapur keluarga tetap mengepul di tengah keterbatasan.
Marni, pemudi yang bermukim di Perumnas, Kota Maumere adalah salah satu penjual aneka gorengan. Setiap hari, ia dan ayahnya pergi ke pasar untuk membeli pisang mentah dan bahan-bahan lainnya untuk membuat gorengan. Setelah diolah, ia menjajakan aneka gorengan di Jalan Anggrek, Kota Maumere mulai pukul 15.00 hingga malam hari.
Hari-hari ini, rutinitas tersebut agat tersendat. Bahan baku pisang sulit didapatkan. Waktu untuk berjualan juga dibatasi. Marni tidak bisa menjual gorengan hingga malam hari. Ia harus berkemas dan menutup lapak jualan sebelum pukul 19.00 Wita. Entah terjual habis atau tidak, tidak ada yang peduli.
Lalu apa yang dilakukan Marni? Ia memasarkan aneka gorengan lewat media sosial, untuk menjangkau menjangkau pembeli di rumah. Sejak bangun pagi hingga malam hari, ia bertegur sapa dengan para pembeli melalui Facebook, WhatsApp, dan Instagram.
Yang dilakukannya adalah memposting foto produk jualan, membuat poster sederhana tapi menarik dengan bantuan aplikasi poster Canva, membuat caption foto yang menarik, dan membagikan ke grup-grup media sosial miliknya.
Marni selalu cekatan membalas komentar orang-orang yang sekadar bertanya atau langsung memesan. “Harus cepat, takutnya mereka tunggu lama nanti kabur,” kata Marni.
Perempuan kelahiran mei 1999 ini juga menuturkan bahwa gambar promosi di media sosial harus cocok dengan penampakan aslinya. Selain itu, penjelasan yang akurat juga sangat membantu para pembeli untuk mendapat informasi tentang produk yang dijual. “Biar cuma molen, pisang goreng keju, dan tahu tempe, tapi cara jualnya harus seperti jualan mobil,” ucapnya sambil tertawa.
Berdasarkan pengalamannya, Marni bilang, media sosial yang paling banyak membantu promosinya selama ini adalah aplikasi Facebook. Beberapa teman membantunya dengan membagikan postingan di laman facebook mereka masing-masing. Marni masih tak habis pikir, mengapa ide berjualan melalui media sosial baru terpikirnya sekarang.
Hal serupa juga dilakukan Yodi. Sejak pemerintah mengeluarkan keputusan untuk meliburkan sekolah selama pandemi, siswa SMA Negeri 1 Maumere ini sungguh-sungguh memanfaatkan waktu belajar dari rumah. Di samping itu, ia membatu sang kakak berjualan online.
“Kakak membuat nasi bungkus, isinya nasi kuning, ikan, mie, sayur dan sambal. Harganya murah meriah. Cuma 5 ribu rupiah tanpa ongkos kirim untuk wilayah pengantaran dalam kota,” kata Yodi setengah berpromosi.
Yodi punya tugas khusus yang diberikan sang kakak yakni mempromosikan produk jualan di media sosial sekaligus bertindak sebagai kurir pengantar pesanan ke rumah pembeli.
Yodi menuturkan, setiap hari ia bisa mengantar 40 bungkus nasi pesanan pembeli. Sama sekali tidak ada penurunan pembelian. Justru Yodi mendapat banyak pembeli baru melalui dengan berjualan lewat media sosial.
Selain bisa produktif, Yodi tetap memperhatikan anjuran pemerintah soal penggunaan masker,dan rajin mencuci tangan sebelum dan sesudah mengantar pesanan. “Kalau antar nasi saya selalu pakai masker dan cuci tangan dulu,” ujarnya.
Nah, selalu ada acara untuk dapat bertahan dan bangkit dari kondisi saat ini. Marni dan Yodi adalah dua anak muda yang pantang menyerah, melihat masalah sebagai peluang mendapatkan pundi-pundi rupiah.
Aty Kartikawati