Cara Sanggar Akasia Hewokloang Merawat Tenun Ikat Alami

Maumere, Ekorantt.com – Sanggar Akasia merupakan sanggar tenun ikat di Desa Munerana, Kecamatan Hewokloang, Kabupaten Sikka, NTT. Sebagaimana beberapa sanggar tenun ikat lain, Sanggar Akasia masih mempertahankan dan merawat tenun ikat tradisional Sikka.

Hal ini nampak pada motif dan konsistensi penggunaan pewarna alam dari kulit kayu mengkudu, mahoni, mangga, dan nila. Tak heran menjadi jadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke sanggar.

“Kami selalu mempertahankan keaslian budaya nenek moyang kami dalam menenun,” tutur Ludgardis Bunga Eldis, selaku Ketua Sanggar Akasia kepada Ekora NTT 14 September 2020 lalu.

“Umumnya turis lebih suka kain motif daerah yang bergambar alam dan hewan. Karena mereka senang kain yang ada cerita di balik motif itu,” tambahnya.

Namun, kata Ludgardis, mereka terkendala dengan pemasaran. Minat pembeli minim karena harga kain dinilai cukup mahal. Sejumlah turis lebih memilih souvenir buat kenang-kenangan ketimbang membeli sarung tenun dengan harga 800 ribu rupiah hingga satu juta rupiah.

Demi mengantisipasinya, Ludgardis menyarankan anggota menghasilkan aksesoris dengan bahan dasar kain tenun seperti tas, dompet, dan perabot rumah tangga. Untuk pemasaran, Sanggar Akasia menggunakan pola pemasaran online.

Sanggar Akasia, kata Ludgardis, juga bermitra dengan Nusa Tenggara Association (NTA) Indonesia sejak beberapa tahun silam. NTA membantu pemasaran sarung ikat tenun yang dihasilkan oleh anggota sanggar.

Adapun kegiatan Sanggar Akasia meliputi; penggalian motif-motif tradisional, penggunaan pewarna alam, dibantu mesin jahit buat sanggar untuk menjahit  asesoris dompet, tas serta perabot rumah tangga.

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA