Kisah Robertus Bhute, Mengojek untuk Penyandang Disabilitas

Bajawa, Ekorantt.com – Penyandang disabilitas kerap dipandang sebagai aib dalam keluarga. Tak heran bila mereka dikucilkan dalam pergaulan. Hal ini menjadi pemandangan yang lumrah bagi Robertus Bhute saat berkunjung ke desa-desa di Kabupaten Ngada pada tahun 90-an. Kala itu, ia bekerja sebagai aktivis pergerakan yang mendampingi para petani di desa.

“Saat itu saya menjadi aktivis pergerakan yang selalu memberi pendidikan dan pendampingan kepada petani. Namun kita lihat ada persoalan lain di mana anak cacat selalu disembunyikan di belakang rumah atau kamar,” tutur Robertus.

Berangkat dari situasi seperti itu, Robertus Bhute bersama kawannya Yosep Lambo tergerak hati untuk membantu anak-anak penyandang disabilitas. Mereka mendirikan panti asuhan Citra Nusantara.

Sekitar delapan anak penyandang disabilitas menghuni panti asuhan Citra Nusantara pada tahun awal. Kendati demikian, belum ada rumah tetap. Mereka terpaksa berpindah-pindah selama tiga kali karena tidak adanya rumah permanen untuk tempat tinggal.

“Kemudian kita bekerja sama dengan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Ngada untuk melakukan pendampingan kepada anak-anak. Pihak dinas memberi pelatihan anak sesuai kemampuan mereka, mulai dari menjahit dan memperbaiki alat eletronik,” kata Robertus.

Untuk memenuhi kebutuhan anak-anak panti asuhan, Robertus dan kawannya yang lain bergotong-royong untuk mengumpulkan rezeki. Mereka pantang menyerah.

Pada tahun 1994, kata Robertus, Pemerintah Kabupaten Ngada mendirikan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Bajawa. Pemerintah bermitra dengan Panti Asuhan Citra Nusantara yang menampung anak-anak disabilitas.

Dengan adanya SDLB, anak panti asuhan mendapatkan pendidikan yang diharapkan. Jumlah penghuni panti asuhan pun bertambah.  Di sisi lain, beberapa anak sudah bisa hidup mandiri dengan menekuni profesi, seperti menjahit, tukang servis eletronik, bahkan menjadi guru.

“Saat ini, yang riil sebanyak 26 orang. Namun yang lain masih libur akibat virus corona sehingga mereka masih di rumahnya masing-masing,” ujarnya.

Tak ada donatur tetap, kata Robertus. Ia dan stafnya Martinus Do’a harus berjuang menghidupi anak dengan menjual ternak hingga menjadi tukang ojek. Hal ini dilakukan untuk membeli kebutuhan sehari-hari anak panti asuhan terlebih saat pandemi Covid-19 melanda Kabupaten Ngada.

“Sebenarnya bukan saja saat dilanda virus corona, namun sejak dulu kita sering mengalami kesulitan keuangan sehingga kita terpaksa ojek dan jual ternak,” ujar Robertus.

Lebih dari itu, Robertus menaruh harap bahwa anak-anak penyandang disabilitas bisa hidup mandiri dan menafkai diri sendiri sekembalinya dari panti asuhan.

Belmin Radho

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA