Kupang, Ekorantt.com – Tenun ikat adalah salah satu busana tradisional budaya yang merupakan salah satu bukti peradaban intelektual masyarakat NTT. Dari sekian banyak motif, tenun ikat Sumba ternyata punya banyak varian dan telah mendapat perhatiaan dunia.
Sebab itu, Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) NTT Julie Sutrisno Laiskodat kembali memperjuangkan tenun ikat Sumba ke UNESCO (Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa) sebagai warisan budaya dunia.
Sebelumnya, perjuangan tenun ikat Sumba ke UNESCO diajukan pada tahun 2013 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun perjuangan itu tidak membuahkan hasil. Kini perjuangan itu kembali dilakukan oleh Julie Sutrisno Laiskodat.
Julie Laikodat yang juga merupakan Ketua Penggerak PKK NTT ini mengatakan tenun ikat Sumba bergabung bersama tenunan seluruh Indonesia untuk diajukan sebagai salah satu warisan budaya dunia.
“Waktu tahun lalu pada acara nasional di Dekranasda NTT bersama Ibu Wakil Presiden, ada ide kita bersama Dekranasda NTT dan Dekranasda Nasional untuk membawa tenun NTT ke UNESCO. UNESCO itu setiap tahun tiap negara mengajukan satu item dan yang terpilih cuma satu. Dalam pertemuan bersama orang-orang UNESCO dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah kasih persyaratan dan sudah dilakukan survey,” kata Julie Laiskodat menjelaskan ihwal pengajuan tenun ikat Sumba ke UNESCO.
Politisi Nasdem ini menjelaskan orang NTT mesti berbangga karena salah satu dari sekian banyak kain tenun ikat dipilih menjadi perwakilan untuk diangkat menjadi warisan budaya dunia.
“Tenun ikat Sumba dalam pengajuannya ke UNESCO harus digabungkan dengan kain tenun se-Indonesia. Sehingga judulnya kain tenun Indonesia yang akan diajukan ke UNESCO untuk didaftarkan. Kan ada juga Tempe, Reog Ponorogo, Budaya Sehat Jamu, Ulos, Kain Tenun Sumba Timur dan Kolintang,” jelasnya kepada wartawan, Jumat (25/02/2022).
“Tempe, Reog Ponorogo dan Budaya Sehat Jamu sebagai nomasi tunggal, tenun ikat Sumba Timur dan Ulos diusulkan sebagai tenun Indonesia dan Kolintang diusulkan sebagai nominasi multinasional dengan negara lain,” tambah Julie.
Julie menjelaskan tenun ikat Sumba sudah selesai berproses di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Pada hari Jumat tanggal 18 Februari 2022 sudah diumukan hasil seleksi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (Intangible Cultural Heritage of Indonesia).
“Jadi secara nasional kita sudah lolos. Nah nominasi inilah yang akan dimasukan ke UNESCO. Jika ada pertanyaan kenapa tenun ikat Sumba Timur itu karena variannya banyak dan sudah dikenal secara Internasional. Tahun 2013 pernah diajukan tapi tidak lolos namun kita ajukan lagi dan bergabung dengan sejumlah kain tenun dari seluruh Indonesia,” katanya.
Pengajuan tenun ikat Sumba ke UNESCO, kata dia, memiliki banyak dampak yang luar biasa, yaitu melindungi kekayaan intelektual kain tenun yang dimiliki oleh daerah penghasil dari pemalsuan dan penggunaan tanpa ijin dari pihak-pihak yang tidak bertanggung.
Dampak lainnya, sebut dia adalah akan mendorong pelestarian kebudayaan dan industri kreatif wilayah penghasil yang bermuara pada peningkatan perekonomian masyarakat.
“Juga memperkuat diplomasi perlindungan kekayaan intelektual di dunia internasional melalui world intellectual property organization dan trade intellectual property rights aggremet di WTO. Serta meningkatkan kebanggaan masyarakat penghasil tenun akan warisan kebudayaan. Hal itu akan meningkatkan apresiasi dari pemangku kepentingan, masyarakat umum dan konsumen akan tenun ikat,” ujarnya.
Minta Dukungan Masyarakat NTT
Untuk itu, Julie Sutrisno Laiskodat yang konsen menjaga kekayaaan intelektual milik dari masyarakat NTT ini, menggelorakan dukungan itu melalui platform digital.
Salah satunya adalah Twibbon, sebagai media untuk promosi, pamflet, banner, dukungan, dan sebagainya. Twibbon merupakan bentuk frame atau border yang didesain dan diedit sedemikian rupa sehingga terlihat menarik dan bagus.
Julie juga terlihat getol mengajak masyarakat di berbagai aplikasi sosial media untuk mendukung kain tenun ikat Sumba sebagai warisan budaya ke UNESCO.
“Saya minta dukungan seluruh masyarakat NTT untuk mendukung kain tenun ikat Sumba sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO. Ini link https://twb.nz/tenunikatsumbagoestounesco. Mohon dukungan dengan buka link diatas dan disebarkan,” kata dia.
Perlu diketahui, tenun ikat Sumba merupakan jenis kain yang berasal dari Pulau Sumba. Jenis dan corak kain itu sudah lama terkenal karena unik berdasarkan bahan yang digunakan, motif dan proses pembuatan yang memerlukan waktu relatif lama, yakni 4 sampai 6 bulan untuk sehelai kain tenun berukuran lebar.
Pulau Sumba sendiri sangat indah dan terkenal di dunia sebagai salah satu pulau terindah. Tetapi tentang keindahan pulau itu merupakan penilain tahun 2000-an, sedangkan daya pikat tenun ikat tradisional terkenal sejak berabad-abad yang lalu dan terus dijaga oleh para wanita Sumba. Mereka menangani seluruh proses tenun ikat mulai dari memilih motif, mempersiapkan bahan-bahan (benang, pewarna), proses penenunan sampai menghasilkan selembar kain.
Satu lembar kain lebar memerlukan 42 langkah. Persiapan dan proses pembuatan yang sekian lama membuat harga kain tenun menjadi relatif mahal. Mahalnya harga kain tenun ikat Sumba dipengaruhi juga oleh jumlah orang yang bekerja, yaitu satu helai tenun ikat Sumba biasa dikerjakan oleh 3 sampai 10 orang.
Ada orang yang mencari bahan, memintal benang, mewarnai benang, menenun, dan juga membuat motif. Sehingga 42 proses penyelesaian satu helai kain tenun bukanlah angka mengada-ada. Pekerjaan dimulai dari proses lamihi, yaitu proses memisahkan biji dari kapas hingga proses wari rumata atau proses penyelesaian.