Didik Suhardi Minta Eksplorasi Budaya Lembata Dilaksanakan secara Periodik

Lewoleba, Ekorantt.com – Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan dan Prestasi Olahraga Kemenko PMK RI Didik Suhardi meminta agar Eksplorasi Budaya Lembata dilaksanakan secara periodik sehingga ada evaluasi soal bagaimana perkembangan budaya Lembata setiap tahunnya.

Hal ini disampaikan secara virtual pada acara Napak Tilas Statement 7 Maret 1954 di Desa Hadakewa, Kabupaten Lembata, Minggu (06/03/22).

Hadir pula Dosen Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya Malang Dr. Hipolitus Kristoforus Kewuel, Dosen Teologi dari STKIP Widya Yuana Madiun Dr. Wilem Ola Rongan, Sebastianus Muri anggota DPRD Lembata, Victor Mado Watun Anggota DPRD Provinsi NTT, Ketua Tim TP PKK Ibu Maria N. Sadipun, para Camat, Kepala Desa, 10 komunitas adat, dan tamu undangan.

Didik bilang, jika negara lain mempunyai super power dalam bidang persenjataan militer, Indonesia memiliki super power dalam budaya.

“Budaya merupakan kekayaan yang harus dikembangkan, dibina, dilindungi, dan dimanfaatkan. Eksplorasi budaya ini perlu didukung oleh semua pihak, karena banyak negara maju secara perkembangan teknologi namun tetap mempunyai budaya yang kuat,” katanya.

Hipolitus Kristoforus Kewuel, dalam testimoninya menyampaikan, kedatangannya kembali ke Lembata telah memberi kekuatan baru.

Eksplorasi budaya ini, kata Hipolitus, merupakan sesuatu yang sangat dirindukan masyarakat. Hal tersebut terbukti dengan antusiasme masyarakat yang sangat luar biasa,

“Setiap kami datang dari kampung ke kampung, dari desa ke desa, tidak ada desa yang sepi untuk menerima kami dan mengikuti ran gkaian acara,” terangnya.

Ia juga bersaksi bahwa dalam setiap kunjungan ke desa-desa, selalu ada ungkapan dari masyarakat yang merasa bahagia karena telah dikunjungi Bapak Bupati. Hal tersebut, menurutnya telah menyentuh sisi paling inti dari kehidupan masyarakat, yaitu budaya.

“Apa yang dilakukan Bupati Thomas Ola adalah bagian paling inti dari pembangunan yang sesungguhnya. Masyarakat merasa disentuh secara pribadi, eksplorasi budaya adalah kesempatan di mana masyarakat bertemu dengan dirinya sendiri yaitu dengan budayanya,” sambungnya.

Sementara Wilhelmus Ola Rongan mengatakan, ketika dirinya terlibat langsung dalam rangkaian Ekplorasi Budaya Lembata, ia mengalamai secara langsung dinamika kehidupan komunitas adat.

Ola Rongan mengatakan bahwa dirinya memantau bagaimana pandangan negatif pihak akademisi dari luar dan media terhadap kegiatan tersebut. Mereka beranggapan bahwa Eksplorasi Budaya Lembata hanya menghambur-hamburkan uang dan mengeksploitasi budaya untuk kepentingan tertentu.

“Ada juga yang beranggapan Eksplorasi Budaya Lembata hanya mengurangi nilai sakral dari ritus-ritus yang ada, dan opini tersebut dibangun secara terus-menerus dalam satu bulan terakhir,” jelasnya.

Namun, menurutnya, di balik pandangan-pandangan negatif itu masyarakaat terutama akar rumput tidak terpengaruh, bahkan banyak yang meminta agar kegiatan ini terus berlanjut.

Tak hanya itu, Jeremi Ujan yang juga dipercayakan memberikan testimoni pun mengatakan kesaksiannya sejak awal kegiatan dimulai sampai akhir.

“Kesaksian saya yang pertama, Kedang itu kekuatan, lera gere itu kekuatan, lera lodo itu kekuatan, Ile Ape dua-duanya adalah kekuatan, Atadei kekuatan, Nagawutun kekuatan, Wulandoni kekuatan,” ungkapnya.

Jeremi menjelaskan, setiap kekuatan yang ada di setiap titik itu, tak ada satu pun yang lebih kuat dari yang lainnya, karena masing-masing dengan keunikan kekuatannya sendiri-sendiri.

“Yang membuat kita merasa lemah karena kekuatan tadi tidak dimanfaatkan sebagai sebuah kekuatan untuk pegangan lewotana Lembata; tapi saya cukup yakin kalau 9 kekuatan di tiap kecamatan ini kita adopsi betul-betul dan kita jadikan sebagai kekuatan, maka saya percaya, Lembata dengan budaya akan menjadi budaya yang besar,” ungkap Jeremi.

“Birokrasi dan politik, itu pendatang baru di Lembata, budaya adalah tuan rumah atas tanah ini, dan karena itu jangan sampai politik datang, birokrasi datang lalu membangun biliknya sendiri dan ada pada tempat yang paling istimewa, sementara budaya yang sudah merasuk dalam sum-sum tulang-belulang kita, dia dipojokkan di pojok-pojok desa,” ungkapnya tegas.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA