Ruteng, Ekorantt.com – Proyek perluasan panas bumi atau geotermal di Poco Leok, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai, NTT, hingga saat ini masih menuai pro kontra.
Sejumlah pihak menilai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai telah membentangkan “karpet merah” kepada PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk memudahkan pelaksanaan proyek tersebut.
Terlebih, setelah Bupati Manggarai, Herybertus G.L. Nabit menerbitkan surat keputusan (SK) Bupati Manggarai nomor HK/417/2022 pada 1 Desember 2022 tentang penetapan lokasi pengeboran perluasan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu.
PLTP Ulumbu sudah beroperasi sejak 2012 lalu. Namun PLN berencana menaikkan kapasitas dari 7,5 megawatt saat ini, menjadi 40 megawatt.
Akan tetapi, rencana tersebut masih menuai polemik. Fraksi Demokrat DPRD Manggarai sempat menyentilnya saat sidang paripurna ke-X, Selasa, 4 Juli 2022.
Saat sidang itu, Bupati Herybertus G. L Nabit, Wakil Bupati, Heribertus Ngabut, dan Sekda, Jahang Fansi Aldus tidak hadir, hanya diwakili Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan, Yosep Mantara.
“Isu yang lagi hangat akhir-akhir ini berkaitan dengan sikap pro dan kontra masyarakat adat Poco Leok terhadap rencana perluasan titik pengeboran listrik Ulumbu,” kata Sekretaris Fraksi Demokrat, Silvester Nad.
Fraksi Demokrat, jelas Silvester, mensinyalir adanya tahapan atau proses sosialisasi awal yang dilaksanakan tidak sesuai prosedur.
“Untuk itu SK terkait penentuan lokasi titik bor yang baru wajib dievaluasi kembali, sehingga tidak terkesan dipaksakan yang menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat,” tandasnya.
Silvester juga meminta penjelasan pemerintah terkait kewajiban PLTP Ulumbu terhadap royalti yang didapat Pemkab Manggarai. Sebab sejak mulai beroperasi, belum ada laporan soal royalti.
Hal senada disampaikan Ketua Fraksi Demokrat, David Suda. David meminta agar PLN memenuhi kewajibannya berupa royalti bagi hasil arus.
“Royalti belum ada. Apanya untuk daerah? Ini kan bukan permintaan di luar aturan, ada aturannya,” tutur anggota DPRD dari Dapil II Satar Mese Raya itu.
Ia juga mendesak Bupati Manggarai meninjau kembali SK yang sudah dikeluarkan pada Desember 2022 lalu.
Sepengetahuan David, meski SK penetapan lokasi sudah dikeluarkan, namun proyek perluasan tersebut belum melakukan kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
“Iya kan? Belum ada studi AMDAL,” tegasnya.
Warga Poco Leok Audiensi dengan DPRD
Di hari yang sama, warga Poco Leok yang masuk dalam komunitas masyarakat adat sepuluh gendang beraudiensi dengan anggota DPRD Kabupaten Manggarai.
Mereka berasal dari berbagai komunitas adat atau gendang, Lungar, Tere, Ncamar, Jong, Rebak, Gendang Nderu, Cako, Mocok, Mori, dan Mucu.
“Persoalan tentang tanah itu pasti berkaitan dengan kami orang muda yang nantinya akan menjadi pewaris berikutnya dari tanah itu sendiri,” kata Yudi di depan sejumlah anggota DPRD.
Yudi menuturkan pada 2022 lalu, sepuluh gendang telah melakukan konsolidasi menyatakan penolakan terkait pengembangan PLTP Ulumbu. Namun upaya pemaksaan dari pemerintah dan perusahaan terus berlanjut.
Warga menilai ada cacat prosedur selama proses sosialisasi, karena tidak melibatkan semua orang, terutama warga Poco Leok pedalaman.
“Seharusnya, tahap sosialisasi melibatkan warga Poco Leok pedalaman, jangan dulu orang yang tinggal di luar Poco Leok. Karena yang punya dampak buruk adalah warga Poco Leok sendiri,” ucapnya.
Yudi juga mempertanyakan sosialisasi yang pernah dilakukan di Ruteng.
“Nah mengapa di Ruteng? Sementara kepentingan proyek geotermal ada di Poco Leok? Proses-proses seperti ini berusaha menjauhkan warga Poco Leok,” pungkas Yudi.